Berita Nasional Terpercaya

Perlunya RUU PKS untuk Mencegah Maraknya Kekerasan Seksual

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) masih mengandung pro dan kontra yang cukup masif. Walaupun begitu, diharapkan hal ini tidak menutup peluang untuk menghadirkan Undang-Undang PKS, karena substansi RUU PKS tersebut diperlukan untuk mencegah meluasnya dan menghentikan kekerasan seksual dalam masyarakat.

“Namun  demikian, pandangan-pandangan kritis dari yang kontra RUU PKS perlu diperhatikan, sehingga RUU ini bisa mengakomodir dan meminimalisir kekhawatiran akan dampak negatif Undang-Undang ini,” ujar Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, dalam Pembukaan Kuliah Umum Fakultas Hukum UWM Sabtu (4/5/2019).

Lebih lanjut, ia menyampaikan, public hearing dan kajian-kajian akademik memang harus terus intensif dilakukan. Tidak hanya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang pro kontra, tetapi bagaimana UU tersebut bisa memberikan rasa keadilan dan rasa aman pada masyarakat, serta memberikan efek jera pada pelaku kejahatan seksual, sehingga menghapuskan kekerasan seksual dalam masyarakat. Hal ini mengingat kejahatan seksual selalu meningkat dari waktu ke waktu.

“Namun bagaimanapun, UU ini nantinya haruslah tetap mengadopsi norma-norma dan nilai nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan tidak cenderung ke gaya hidup Barat atau liberal,” ujarnya.

Memang tidak perlu tergesa-gesa mengesahkan UU ini, namun juga jangan diulur-ulur sehingga menjadi tidak pasti dan korban semakin banyak. Artinya, kalau kajian sudah mendalam dan memadai, maka RUU bisa saja dilanjuti untuk disahkan.

Menurutnya, adalah hal yang wajar jika ada sejumlah pihak yang tidak setuju alias keberatan, karena adanya sudut pandang yang berbeda. Aspek norma dalam masyarakat dan kepastian hukum, harus diperhatikan supaya tidak muncul dampak negatif belakang hari. Salah satu kritik dari ahli hukum adalah banyaknya substansi tumpang tindih (overlapping) antara RUU ini dengan Undang-undang lainnya.

Senada dengan itu, Masruchah, Komisioner Komnas Perempuan RI, memaparkan substansi UU berkaitan penghapusan kekerasan seksual belum bisa mengakomodir kekerasan seksual yang dialami korban untuk proses pemulihan korban. Selain itu juga hanya menjangkau nilai kesusilaan sehingga baik korban maupun pelaku diperlakukan secara sama dimata hukum. Hal tersebut berdampak perempuan seringkali mengalami dikriminalisasi yang berujung ketidakadilan.

Menurut Masruchah, Hukum Acara Pidana yang berlaku terbatas pada jaminan perlindungan HAM bagi tersangka dan terdakwa. Sedangkan bagi korban kekerasan seksual belum tersedia. Kekerasan seksual perlu dihapuskan sehingga dalam RUU terdapat beberapa tujuan  diantaranya mencegah memulihkan dan menghapuskan kekerasan seksual, menindak pelaku, meletakkan kewajiban pemerintah dengan melibatkan korporasi, masyarakat, keluarga dan korban. (*/adn)

Leave A Reply

Your email address will not be published.