Berita Nasional Terpercaya

Menilai Kemarahan Jokowi Dari Kacamata Pengamat Politik Hingga Pos-pos Menteri Yang Akan Di Rombak

0

JAKARTA BERNAS.ID – Muncul video yang dikeluarkan pihak istana yang berisi kemaharahan Presiden terhadap pembantu-pembantunya di kabinet Jokowi-Maruf.

Kekesalan dan.kemarahan Presiden Jokowi muncul polemik. Benarkah kemarahan itu atau sekedar pencitraan semata.

Pengamat politik Hendri Satrio menilai dari berbagai aspek dari video tersebut. Ia menganalisa pidato Jokowi kemarin perlu diamati, pertama pidatonya serius atau tidak, benar atau tidak, apa sekedar pencitraan atau tidak. 

“Kalau dari tutur kata yang lancar, etika bahasa juga lancar kemudian dari raut muka menunjukan ketegangan, menurut saya natural,” ujar Hendri saat dikonfirmasi Bernas.id, Senin (29/6/2020). 

Menurut Hendri, mengapa Jokowi kesal. Pasalnya, Jokowi peduli dengan hasil pembangunan yang bisa dilihat serta dirasa. Nah, selama Covid-19 ini, otomatis lima bulan belakangan tidak ada yang bisa ia banggakan.

“Kartu pra kerja dapat peringatan KPK, penerimaan siswa baru juga banyak blunder Mendikbud tidak muncul, pariwisata juga tidak naik, perekonomian yang perlu digenjot. Kesehatan juga banyka yang meninggal juga para petugas medis. Maka muncul kekesalan itu,” paparnya.

Disatu sisi saya memuji Jokowi, karena ia mengakui. Ini leadership Jokowi muncul dan hal itu jarang. Sebagai leader ia mengakui bahwa tidak ada progress yang signifikan untuk pembangunan.

“Kalau ia mengatakan tidak ada visi menteri yang ada visi presiden. Maka secara tidak langsung ia mengakui bahwa memang berjalan yang tidak baik dari penerjemahan visi dirinya oleh mentrinya,” terang Hendri.

Hendri menyebut, Jokowi seperti kerasukan rakyat, mendengarkan rakyat dari kemudian ia berani marah kepada menterinya .

Kenapa dimunculkan sekarang ?

Pertama tindakan politik yang dia lakukan sebelum isu kemarahan ini dimunculkan ke publik. Jadi kalau dari tanggal 18 sampai kemarin 28 Juni, ia melakukan langkah politik mengamankan bila harus melakukan implementasi lanjutan, dari ungkap kekesalannya seperti reshuffle misalnya.

“Jadi harus ada quote and quote persetujuan dari ketua umum parpol koalisi pendukung,” jelasnya.

Sementara itu, pengamat politik Ray Rangkuti menyebut, kemarahan Jokowi bukan sesuatu yang baru, dalam rapat anggota kabinet. Bukan juga sesuatu yang baru presiden mengancam akan melakukan reshuffle. Sejak periode pertama kepemimpinan beliau, dua hal ini juga pernah terjadi: berkata keras dan menyiratkan akan melakukan reshuffle. Tapi, biasanya hanya berlaku sesaat dan setelah itu akan kembali sunyi.

“Kalaupun reshuffle dilakukan, tak selalu seperti yang dimarahkan. Mungkin karena itulah, dalam 10 hari setelah beliau menyatakan pandangan kerasnya, langkah menteri seperti berlaku biasa saja,” ungkap Ray. 

Dan mungkin karena itu pulalah, rekaman pidato tersebut akhirnya diunggah ke media sosial resmi istana, justru setelah 10 hari berlalu. Kalau ada yang baru, unggahan inilah yang baru. Yang menandakan bahwa kemungkinan belum ada perubahan signifikan dalam kinerja kabinet. 

“Tapi memang lambannya kinerja kabinet ini tidak bisa melulu dilihat sebagai kegagalan para menteri. Saya kira ada sebab dari presiden sendiri, yang selalu menekankan agar tidak membuat gaduh. Agar dalam menghadapi Covid-19 ini tak memperlihatkan sikap panik. Bahkan dikesankan sebagai sesuatu yang biasa dan akan dapat kita lalui dengan cara biasa yang dimodifikasi.

 Sejak awal presiden menyatakan bahwa Civid-19 telah masuk ke Indonesia, kesan menghadapinya dengan cara biasalah itu yang umumnya tertanam dibenak banyak orang. 

Sekalipun begitu, adanya peringatan presiden untuk melakukan reshuffle bukanlah sesuatu yang tergesa-gesa. Di periode pertama Jokowi, beliau juga melakukan reshuffle setelah satu tahun masa bakti periode pertamanya. Jadi ada kemungkinan reshuffle ini akan dilakukan setelah satu tahun masa priode kedua beliau. Oktober 2020 depan adalah masa satu tahun priode itu. Jadi, besar kemungkinan reshufflenya akan dilaksanakan sekitar Desember atau awal Januari.

” Saya kira faktor reshufflenya bukan saja karena kelambanan kinerja kabinet merespon wabah Covid-19 tapi memang soal kinerja mereka umumnya sejak hari pertama dilantik sebagai menteri.

Ada tiga pos kementerian yang patut dicermati dalam rencana reshuffle ini, pertama pos kementerian ekonomi. Ada ketidakpuasan cukup dalam pada presiden pada kinerja ekonomi kita selama 3 bulan terakhir. Kemampuan mereka menjawab tantangan resesi dunia. Kedua pos kementerian yang berhubungan dengan langsung dengan penanganan Covid-19. Menkes dan Mensos masuk dalam pos ini. Ketiganpos kementerian yang berhubungan dengan penegakan hukum. Tiga pos inilah kemungkinan akan jadi bidikan untuk direshuffle oleh presiden.

“Tapi baiklah, kita cermati dalam dua atau tiga bulan ke depan. Selalu ada arah angin berbalik,” pungkasnya.(fir)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.