Berita Nasional Terpercaya

Menimbang Urgensi Penundaan Pilkada, Akademisi : Patut Mendapat Dukungan

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Bahaya besar pandemi Covid-19 masih mengancam nyawa seluruh rakyat Indonesia, bahkan situasi penularan virus corona kian menunjukan kecenderungan memburuk akhir-akhir ini. Dosen Ilmu Pemerintahan FHISIP Universitas Terbuka, Suyatno, S.IP, M.Si menilai dorongan beberapa pihak agar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak lanjutan yang rencananya digelar pada 9 Desember 2020 mendatang ditunda atau diatur ulang patut mendapat dukungan.

“Angka penyebaran covid di sejumlah daerah bukan semakin berkurang tapi justru memperlihatkan angka yang sangat tinggi. Dalam kondisi ini semua unsur baik masyarakat maupun penyelenggara negara mestinya berkonsentrasi penuh mencegah dan mengatasi pandemi sebagai hal yang paling utama,” katanya, Kamis (24/9/2020).

Suyatno menandaskan, Pilkada adalah proses demokrasi yang penting, namun upaya menyelamatkan nyawa rakyat dari ganasnya virus corona jauh lebih penting. “Kita patut mendengar seruan dari seluruh lapisan masyarakat termasuk NU dan Muhammadiyah yang menyerukan agar pelaksanaan pilkada lebih baik ditunda,” tandasnya.

Meskipun rapat kerja bersama Komisi II DPR RI dengan Kemendagri, KPU, dan Bawaslu RI ingin tetap melaksanakan Pilkada sesuai jadwal dengan dilengkapi aturan taat protokol kesehatan dan mencegah kerumunan, namun hal itu masih sangsi, apakah aturan tersebut bisa diterapkan dengan tegak.

“Protokol kesehatan yang ditegakan belum bisa dijadikan garansi akan pilkada yang aman corona. Fakta menunjukan maraknya pelanggaran protokol kesehatan pada saat pendaftaran calon kepala daerah di tanggal 4-6 September lalu, belum lagi nanti pada waktu kampanye. Ditambah lagi telah muncul klaster penularan covid-19 di kalangan penyelenggara pemilu, baik di daerah maupun pusat, 96 diantaranya jajaran KPU terkonfirmasi positif,” bebernya.

Menunda pilkada menurut Suyatno bukanlah hal yang tabu dalam kondisi seperti sekarang ini. “Kata menunda hanyalah menggeser bukan berarti meniadakan. Menunda bisa memilih kesempatan yang lebih tepat,” sambungnya.

Tujuan baik, mulia pergantian pemimpin daerah lewat hajatan pilkada dikatakan Suyatno haruslah ditempuh dalam kondisi dan menjaga agar masyarakat baik pula. “Jika dipaksakan pilkada namun justru jatuh banyak korban akibat virus tentu hal ini akan menjadi catatan sejarah yang tidak baik,” imbuhnya.

Penundaan pilkada tentunya akan diikuti dengan kebijakan-kebijakan transisi, disebutkan Suyatno, disinilah perencanaan pemerintah yang baik akan diuji. Bila perencanaan yang dibuat oleh legislatif bersama eksekutif baik daerah maupun pusat memang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat, tentu tetap akan berjalan tanpa merugikan masyarakat.

“Pejabat sementara idealnya hanya menjaga kualitas dan meneruskan kebijakan yang sudah berjalan tanpa mengambil kebijakan yang baru. Hal ini menghindari terjadinya kegaduhan, penyimpangan atau gagap dalam penerapan kebijakan baru di masa pandemi,” katanya.

Dia juga berharap, kedepannya perlu dipikirkan penggunaan teknologi berbasis online dalam proses demokrasi, termasuk pilkada berbentuk e-voting untuk mengantisipasi kondisi semacam pandemi seperti saat ini. “Tahapan dalam pemilu/pilkada mulai dari pendaftaran pemilih, pendaftaran dan penetapan calon, kampanye, pemungutan suara, penghitungan dan penetapan hasil bisa dilakukan secara daring,” pungkasnya. (cdr)

 

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.