Berita Nasional Terpercaya

PILKADA DI TENGAH MENINGKATNYA ANCAMAN PANDEMI

0

Pemerintah sudah memutuskan bahwa Pilkada 2020 secara serentak tetap akan dilaksanakan pada 9 Desember nanti, meskipun ancaman pandemi Covid-19 alih-alih menurun justru semakin menunjukkan peningkatan angka konfirmasi positif. Hal ini ditegaskan dengan diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Pilkada tahun ini akan diselenggarakan di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang merupakan gelombang terakhir pilkada sebelum pelaksanaan pilkada serentak 2024 nanti.

Berdasarkan update data covid-19 per 7 september 2020 pagi, jumlah konfirmasi kasus positif menunjukkan grafik peningkatan pada angka 3.444 kasus sehingga akumulasi total konfirmasi positif untuk Indonesia berjumlah 194.109 orang, dengan total jumlah kematian mencapai 8.025 jiwa dan yang sembuh 138.575 orang. Dengan melihat bagaimana situasi di lapangan, saya rasa angka ini bukan merupakan puncak grafik, masih berpotensi semakin tinggi lagi hingga tembus 250.000 konfirmasi positif. 

Kenapa bisa begitu? Karena kebijakan adaptasi menuju new normal masih dipahami dan dijalankan sebagai “back to normal

DPR dan KPU sendiri juga menyepakati bahwa Pilkada Serentak tetap akan dilaksanakan pada 2020 karena Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Indonesia sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut, meski kritik dan penolakan diajukan oleh sejumlah pihak, dan bahkan sudah ada yang menyerukan usulan penundaan pilkada.

Jika melihat ancaman pandemi serta kekurangdisiplinan sebagian dari kita, saya setuju saja pilkada ditunda daripada justru menjadi sumber atau klaster baru penyebaran virus corona. Kesehatan dan Keselamatan manusia jauh lebih penting dan utama. Tahapan dan proses dalam pilkada rentan untuk pengumpulan massa, seperti pendaftaran paslon dan kampanye biasanya sulit untuk mengelola atensi dan kerumunan massa pendukung maupun simpatisan.

JIka tidak ada jaminan dari penyelenggara dan peserta untuk patuh dan disiplin, sebaiknya ditunda saja.

Namun pada sisi yang lain, selain persoalan teknis kebijakan anggaran, menyelenggarakan pilkada tahun ini merupakan amanah undang-undang yang harus dijalankan untuk memenuhi hak memilih dan dipilih warga selama lima tahunan.

Jika pilkada ditunda maka kepemimpinan lokal akan dijabat oleh pejabat pelaksana tugas atau PLT, yang kewenangannya terbatas berbeda dengan kepala daerah definitif. Padahal situasi pandemi dan penanganan dampak ini membutuhkan pimpinan yang extraordinary dan kreatif mengambil kebijakan-kebijakan strategis.

Karena itulah, perlu dipertimbangkan betul dengan seksama mengenai lanjut tidaknya pilkada yang rencana diselenggarakan 9 Desember tahun ini.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian serius oleh penyelenggara, peserta, maupun para pihak yang terlibat dalam pesta demokrasi ini jika tahapan Pilkada akan terus dilanjutkan, yaitu:

Disiplin Protokol Kesehatan 

KPU sendiri telah mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 mengenai perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada Tahun 2020 yang memuat kewajiban penerapan protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada.

Selain sosialisasi yang luas dan jelas, menurut saya perlu juga ditegakkan sanksi yang tegas bagi peserta pilkada yang terbukti melakukan pelanggaran protokol kesehatan, jika perlu dikeluarkan PKPU untuk mendiskualifikasi calon kepala daerah yang tidak mengutamakan keselamatan warga yang akan dipimpinnya.

Semakin Besar Peluang Money Politic

Dengan pembatasan interaksi dan larangan mengumpulkan massa dalam jumlah besar, tentu saja para kandidat dan tim sukses akan menggunakan berbagai cara untuk meraih kemenangan. Peluang permainan uang untuk membeli suara atau money politic bisa lebih besar terjadi mengingat kegiatan utama untuk menarik dukungan pemilih berupa kampanye dan pengumpulan massa ditiadakan.

Mengoptimalkan Belanja Pilkada untuk Memulihkan Ekonomi Kecil

Penyelenggaraan Pilkada serentak secara nasional tentunya akan melibatkan berbagai produk barang dan jasa baik yang dibutuhkan oleh penyelenggara maupun peserta pilkada. Karena itu dibutuhkan koordinasi dan arahan secara nasional agar belanja pemerintah (government expenditure) maupun belanja peserta pilkada (non government expenditure) dapat semaksimal mungkin membawa dampak positif bagi pemulihan ekonomi UMKM kita.

Tim Pemulihan Ekonomi Nasional yang diketuai oleh Menteri BUMN, Erick Tohir juga telah membuka kesempatan bagi UMKM untuk dapat mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa (procurement) pemerintah, sehingga dapat menjadi salah satu upaya dalam pemulihan ekonomi nasional.

 

****
Klik POLLING PILKADA untuk berpartisipasi dalam memberikan dukungan kepada para calon pimpinan di daerahmu.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.