Berita Nasional Terpercaya

OSPEK Daring: Akhir Era Perpeloncoan di Indonesia?

0

Masa orientasi pada awal masuk bangku kuliah atau yang lebih umum disebut OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu mahasiswa baru untuk membiasakan diri dengan lingkungan universitas. Meskipun memiliki tujuan yang baik, sudah sejak lama kegiatan ini diasosiasikan dengan budaya senioritas dan perpeloncoan yang negatif. Saat ini, pada tingkat universitas, OSPEK kemungkinan besar sudah berorientasi ke cara-cara pengenalan yang positif dan jauh dari senioritas karena kegiatan yang lebih transparan dan pengawasan yang lebih ketat baik dari pihak universitas maupun pihak-pihak lainnya. Namun dalam tingkat fakultas atau jurusan, masih banyak kegiatan OSPEK tidak resmi yang berorientasi pada senioritas dan cenderung mengandung unsur-unsur perpeloncoan dalam tingkatan yang beragam mulai dari berat hingga ringan. Kegiatan-kegiatan OSPEK yang seperti ini hampir dapat dipastikan adalah kegiatan ilegal yang tidak diizinkan oleh pihak rektorat, dekanat, maupun jurusan dan biasanya diselenggarakan oleh himpunan atau keluarga mahasiswa secara sembunyi-sembunyi.

Tahun ajaran baru kali ini terasa sangat berbeda terutama dari segi pelaksanaan kegiatan OSPEK. Pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease-19) yang melanda dunia saat ini membuat tahun ajaran baru tidak bisa dibuka dengan bertatap muka. Hampir semua atau bahkan 100% dari rangkaian kegiatan orientasi mahasiswa baru di level universitas dilaksanakan secara daring. Hampir dapat dipastikan bahwa hal yang sama juga akan berlaku bagi kegiatan OSPEK di level fakultas maupun jurusan. Hal ini membuat kegiatan OSPEK yang berlandaskan konsep senioritas untuk ikut mengalah. Salah satu syarat berlangsungnya OSPEK dengan tema tersebut adalah senior yang memiliki kontrol atas mahasiswa baru. Lantas kalau online, apa mungkin teguran dan amarah senior-senior itu dibawa oleh jaringan internet menuju rumah kita masing-masing?

Tidak Memungkinkan Tatap Muka

Tidak ada sejarah yang menjelaskan rekam jejak yang pasti dari kegiatan OSPEK di Indonesia. Sumber-sumber yang paling meyakinkan menyatakan bahwa kegiatan ini sudah dilaksanakan di sekolah-sekolah pada zaman kolonial seperti STOVIA dan GHS. Dalam istilah kolonial, kegiatan seperti ini disebut ?groentjes? atau ?ontgroening?. Istilah tersebut kemudian berubah pada zaman penjajahan Jepang menjadi ?puronko?. Karakteristik utama dari kegiatan ini adalah mahasiswa baru yang dibentak dan diberi perintah yang seringkali sangat memberatkan dan tidak masuk akal. Durasi dari kegiatan ini bisa bermacam-macam. Ada yang dilaksanakan dalam hitungan bulan, ada yang dilaksanakan selama satu semester, dan ada juga yang bahkan mencapai lebih dari satu tahun.

Tahun ini, keberlangsungan acara OSPEK berlandaskan perpeloncoan dipertanyakan. Pasalnya, keadaan pandemi dan temuan kasus COVID-19 di Indonesia yang tidak kunjung turun membuat universitas harus melaksanakan kegiatan OSPEK dari rumah. Apabila memang demikian, sulit rasanya apabila kegiatan OSPEK dengan gaya senioritas tetap dipaksakan terlaksana secara daring. Selain risiko yang jauh lebih besar, secara praktis konsep tersebut hampir tidak mungkin diterapkan karena senior yang tidak memiliki kontrol atas mahasiswa baru. Lalu, apakah tahun ajaran 2020/2021 akan menjadi awal menghilangnya kegiatan OSPEK berorientasi perpeloncoan? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada pertanyaan yang rasanya lebih penting untuk dijawab. Memangnya, OSPEK dengan gaya senioritas dan perpeloncoan masih diperlukan?

Mempertanyakan Peran OSPEK Selama Ini

Bagi para pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan OSPEK, alasan utama untuk mempertahankan kegiatan tersebut adalah membina mental, karakter,  dan semangat persahabatan mahasiswa baru. Namun logika dari tercapainya indikator tersebut juga dipertanyakan. Apabila mahasiswa baru diekspektasikan untuk memiliki karakter dan semangat persahabatan melalui bentakan dan perintah, apakah mahasiswa baru tersebut akan dapat mempraktikkan indikator-indikator tersebut dalam bermasyarakat pada masa mendatang? Secara implisit, kegiatan OSPEK mengajarkan mahasiswa baru untuk mengamalkan suatu sikap atau perilaku tertentu ketika mendapatkan stimulus bentakan dan perintah dari senior tanpa logika atau alasan yang jelas dibaliknya. Dengan pola pikir tersebut, hal-hal yang diajarkan melalui OSPEK tidak akan terlalu berguna di masa depan karena subjek yang di-OSPEK tidak memahami konteks dari penerapan sikap dan karakter tersebut. Dalam berdinamika di masyarakat, kita dituntut untuk pandai menempatkan diri berdasarkan konteks-konteks yang ada. OSPEK sama sekali tidak mengajarkan hal tersebut.

Meskipun bisa jadi OSPEK membina mental dan karakter serta mengajarkan nilai-nilai persahabatan, hasil yang didapat sama sekali tidak sebanding dengan tekanan mental dan emosional yang harus dilalui. Sebagian besar mahasiswa baru yang melalui OSPEK dan pernah menjadi objek perpeloncoan merasa tertekan secara mental. Mempertimbangkan berbagai diskursus dan kampanye mengenai kesehatan mental yang akhir-akhir ini lantang disuarakan di Indonesia, sudah jelas mengapa kegiatan ini semakin tidak memiliki peran dan fungsi di era modern seperti sekarang. Belum lagi mempertimbangkan kenyataan bahwa OSPEK sudah menelan korban jiwa dari tahun ke tahun. Tidak ada penelitian yang berhasil membuktikan dampak positif OSPEK bagi pencapaian mahasiswa di universitas maupun dalam karir mereka di masa depan. Lantas, untuk apa dipertahankan?

Bagaimana Masa Depan Kegiatan OSPEK?

Sudah seharusnya kegiatan OSPEK yang bertema senioritas dan perpeloncoan dihapuskan dari institusi-institusi pendidikan di tanah air. Indikator-indikator yang ingin dicapai melalui kegiatan itu sangat mungkin dicapai oleh kegiatan orientasi dalam bentuk lain yang dikemas dengan positif tanpa unsur senioritas apalagi perpeloncoan di dalamnya. Pandemi yang saat ini menyelimuti bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh siapapun. Namun dalam konteks ini, sisi positifnya adalah ia bisa menjadi momentum awal dihapuskannya OSPEK dari keseluruhan sistem pendidikan di Indonesia. Terealisasi atau tidaknya hal tersebut bergantung pada kesadaran semua pihak yang terlibat dan mengetahui adanya kegiatan ini. Dibutuhkan suatu kesepahaman bahwa OSPEK memiliki terlalu banyak kekurangan dan terlalu sedikit kelebihan untuk dipertahankan sehingga harus ditinggalkan. Apakah OSPEK akan sepenuhnya hilang karena satu angkatan yang tidak bisa dijadikan objek perpeloncoan? Mari kita tunggu dan saksikan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.