Berita Nasional Terpercaya

NASIB UMKM DALAM UU CIPTA KERJA

0

EDITORIAL BERNAS – Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR, Senin 5 Oktober 2020 kemarin memang sudah mengundang kontroversi bahkan sejak ide awal digulirkan oleh Presiden Jokowi saat pelatikan sebagai presiden lalu, sampai saat proses penyusunan, konsultasi publik, dan dalam rapat-rapat di parlemen. 

Saya melihat undang-undang yang mengangkut sekian banyak undang-undang dalam sebuah peraturan (Omnibus Law) ini merupakan sesuatu yang besar pengaruh dan dampaknya, bisa positif atau negatif. Ada setidaknya 1.203 pasal dari 79 Undang-Undang yang dihapus, dikoreksi atau diubah yang tentu saja juga membutuhkan penyesuaian di peraturan perundangan di bawahnya. 

Karena itulah, UU Cipta Kerja ini sesuatu yang dahsyat. Sebuah pemikiran besar yang jika ternyata tepat dan dijalankan dengan benar akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang semakin besar. Sebaliknya, jika tujuan besar ini dimanipulasi atau dikorupsi hanya untuk segelintir kepentingan, maka akan menjadi catatan sejarah yang buruk dari pemerintahan dan parlemen saat ini. Saya berharap bukan ini yang sedang terjadi. 

UU ini terdiri 15 bab dan 174 pasal yang tertulis dalam 905 halaman. Bukan perkara mudah untuk melakukan analisis, karena berarti perlu menyandingkan UU tebal ini dengan 79 UU lain dan peraturan terkait. Koperasi sendiri disebut sebanyak 114 kali yang tersebar dalam beberapa klaster, sementara UMKM disebutkan sebagai UMK-M sebanyak 21 kali, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (2 kali), Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (33 kali), dan Usaha Mikro dan Kecil (72 kali). 

Meski terjadi penolakan yang luas di masyarakat atas ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja, saya jarang mendengar kritikan atau penolakan atas UU yang dikaitkan dengan UMKM dan Koperasi. Nampaknya selain proses legislasi, yang paling banyak menjadi sorotan terutama dalam pengaruran ketenagakerjaan, investasi dan perijinan.

Perubahan mendasar yang dibawa oleh UU Cipta Kerja dalam kebijakan UMKM definisi UMKM yang berbunyi bahwa Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha. Redefinisi UMKM dari UU 20/2008 ini diharapkan dapat lebih mempertajam positioning UMKM sebagai tulang punggung perekonomian bangsa dan mendukung pengelolaan data tunggal UMKM yang dinamis.

Menurut saya karena tujuan omnibus law ini adalah untuk kemudahan dan penyederhanaan, kriteria UMKM juga sebaiknya jangan terlalu kompleks, ada 10 kriteria definisi yang dimuat dalam UU Cipta Kerja ini. Kriteria atau skala secara umum lebih sederhana lebih baik, semisal hanya dilihat dari jumlah tenaga kerja dan juga aset usaha yang dimiliki. Sedangkan kriteria lain disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sektoral, misalnya menyangkut omzet, penerapan teknologi ramah lingkungan, atau pemanfaatan kandungan lokal. 

UU ini telah memberikan kriteria dalam definisi usaha mikro kecil dan menengah, namun semestinya perlu juga dijelaskan definisi usaha ultra-mikro yang selama ini sudah banyak digunakan oleh pemerintah sendiri maupun stakeholder yang lain. 

Menteri Koperasi dan UKM, kang Teten Masduki menjelaskan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja ini menjawab bottleneck yang sudah lama terjadi dalam upaya pengembangan UMKM, seperti perijinan UMKM yang selama ini disamakan dengan usaha besar, telah diatur berbeda oleh UU Cipta Kerja dengan mengutamakan perlindungan dan pemberdayaan UMKM. Misalnya untuk kebutuhan AMDAL UMKM akan mendapatkan insentif dari pemerintah pusat maupun daerah.

Keuntungan lain bagi UMKM adalah RUU Cipta Kerja juga mengatur agar investasi yang masuk pada sektor UMKM diarahkan melalui kemitraan, sehingga keberadaan usaha skala besar bersinergi dengan pelaku UMKM dibukanya kesempatan bagi UMKM untuk bekerjasama dengan usaha besar dengan pengaturan dan perlindungan yang menguntungkan bagi UMKM. Melalui RUU Cipta Kerja tersebut, sektor UMKM juga akan mendapat kepastian lokasi usaha di tempat fasilitas publik seperti rest area jalan tol yang selama ini didominasi usaha besar.

Selain itu adapula pasal yang berpotensi multitafsir, contohnya pada pasal 87 menyebutkan biaya Perizinan Berusaha bagi usaha mikro akan dibebaskan biayanya sedangkan untuk usaha kecil akan diringankan besar biayanya. Namun, pasal 92 menyebutkan bahwa usaha mikro dan kecil yang mengajukan Perizinan Berusaha dapat diberikan insentif berupa tidak dikenakan biaya atau diberikan keringanan biaya. Penggunaan kata dapat atau dalam kaidah hukum disebut mogen (kebolehan) yang mengindikasikan tidak ada larangan dan kewajiban di dalamnya. Ini berbeda dengan pasal 87 yang mengindikasikan kondisi pasti pembebasan dan pengurangan biaya perizinan.

Hal lain yang lebih penting lagi dari sebuah reformasi peraturan adalah mindset dan karakter dari manusianya, baik pelaku UMKM maupun pemerintah dan stakeholder lainnya. Menurut saya, selama mental dan mindset bangsa ini tidak siap untuk maju dalam kejujuran dan keadilan, maka inocasi hukum yang dihasilkan dalam zaman ini tidak akan membawa manfaat positif bagi bangsa kita. Mari kita kembali kepada tabularasa bahwa pada dasarnya semua orang itu baik, dan sedang berjuang untuk menjadi orang yang senantiasa baik.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.