Berita Nasional Terpercaya

Pembicaraan Ringan di Desa Pinggir Kota tentang Corona

0

Oleh: Profesor Sudjarwadi       

Mbak Terdaco, sebelum pandemi biasa berjualan teh poci di dekat universitas swasta di Yogyakarta. Akan tetapi, selama pandemi Covid-19 kegiatan belajar mengajar dilakukan secara virtual. Para mahasiswa tidak ke kampus, belajar dari rumah. Kampus dan sekitarnya menjadi jauh lebih sepi. Imbasnya penghasilan mbak Terdaco menjadi berkurang. Gerobak jualannya pun pindah tempat di pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah tempat tinggalnya. Saat ini mbak Terdaco membantu suaminya yang bekerja sebagai satpam, selain tetap berjualan teh poci, mbak Terdaco juga menjual beraneka produk seperti detergen, kue, secara online yang ditawarkan kepada ibu-ibu di tempat huniannya satu RT. 

Dari ungkapan posting di grup WA  tingkat RT dapat disimpulkan bahwa mbak Terdaco beberapa kali menyampaikan perasaan bahwa sebetulnya amat sulit menjalani masa pandemi. Tetapi tanpa keuletan menjalani kesulitan tersebut biaya untuk kehidupan sehari-hari tidak tercukupi. Sampai saat ini atas lindungan Tuhan, mbak Terdaco tidak sakit terkena virus Covid-19 walaupun ada interaksi yang cukup sering dengan pembeli. Usaha mengikuti protokol kesehatan dilakukan dengan disiplin dan hal tersebut diyakini mendukung nasibnya untuk tidak terkena Covid-19.

Pada hari Selasa, 1 Desember 2020 di suatu desa pinggir kota terjadi pembicaraan tiga orang setelah selesai makan malam. Pembicaraan cukup santai tentang berbagai informasi sekitar covid-19 dan jejak-jejak dampaknya serta sikap orang terhadap kondisi kehidupan sehari-hari.

Sebagai salah satu contoh, belum lama diperoleh informasi dari seorang mahasiswa yang pulang ke kampungnya cukup jauh dari kota, menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor sekitar tujuh jam. Dia menginap dua malam di desanya dan segera kembali ke Yogya. Dari cerita mahasiswa tersebut di kampungnya pada umumnya orang tidak memakai masker seolah tidak memahami apabila ada bahaya Covid-19 yang mengintai. Semacam ada keterangan aneh dari mahasiswa yang baru saja pulang dari menengok keluarganya di kampung. Diceritakan bahwa orang-orang di desanya tidak ada yang terkena sakit Covid-19. Dari fakta yang diceritakan mahasiswa tersebut terasa apabila Covid-19 tidak ditakuti oleh orang-orang yang tidak memahami bahayanya.

Informasi berikut yang dibahas dalam pembicaraan ringan tiga orang  adalah kematian tiba-tiba seseorang yang punya jabatan tinggi di universitas di provinsi bukan DIY. Pejabat tersebut meninggal dunia karena Covid-19 pada akhir bulan November dengan sebuah proses yang secara umum mengejutkan. Pejabat yang meninggal orangnya semula sehat. Suatu saat masuk rumah sakit dan pertama kali didiagnosa kena penyakit demam berdarah. Setelah tiga hari di rumah sakit dikatakan terkena tifus, pada hari keenam dilakukan tes swab dan di waktu pagi hari hasilnya dinyatakan positif. Sore harinya beliau meninggal dan menimbulkan banyak  persepsi, diantaranya bahwa rumah sakit ada kalanya tidak cukup teliti mendeteksi adanya Covid-19 pada pasiennya. Diantara  banyak rumah sakit yang lengkap sumber daya peralatan dan tenaga kesehatan, mungkin ada rumah sakit yang memiliki sejumlah keterbatasan. 

Wafatnya seorang pejabat tersebut menjadi renungan tiga orang yang sedang melakukan pembicaraan ringan. Satu orang kemudian bertanya, ?Kalau yang di-forward oleh Pak RT bisa kita maknai bagaimana ya??, tanya nenek Yatica.

Pembicara yang bernama Odade, ganti bertanya ulang, ?Forward yang mana ya??

Nenek Yatica kemudian bercerita bahwa pak RT meneruskan ungkapan rasa galau yang katanya dari seorang dokter sebagai direktur rumah sakit di suatu kota. Ungkapannya menggambarkan bahwa dokter tersebut sedang sangat prihatin serta merasa tidak punya kuasa untuk membuat peraturan-peraturan yang dapat mendisiplinkan orang agar melakukan kehidupan sehari-hari yang penuh kehati-hatian untuk tidak menantang bahaya Covid-19.

Sejumlah rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung pasien pada tingkat suspect Corona maupun telah terkonfirmasi. Dokter tersebut menyampaikan keyakinannya bahwa pandemi Corona adalah benar-benar bencana. Bencana tersebut bisa setara suatu gempa walaupun tidak ada penampakan keruntuhan bangunan-bangunan rumah. Masa bencana Corona tampak bahwa jalan-jalan juga tidak rusak seperti halnya terkena banjir, tidak ada juga fenomena kepulan asap atau dentuman hebat seperti gunung meletus. Penyebaran virus Corona tidak kasat mata.

Yang sangat nyata adalah korban-korban yang dirawat di rumah sakit setiap bulannya maupun banyaknya hitungan orang yang meninggal dunia. Sepantasnya orang-orang sehat mau merenungkan kenyataan dan berdoa. Para dokter dan tenaga medis jumlahnya terbatas sehingga tidak mampu lagi menolong keseluruhan orang yang terkena dampak virus Corona. Ada sejumlah korban Corona yang tidak bisa ditolong karena adanya keterbatasan jumlah dokter dan pelayan medis. Sangat diharapkan semua orang turut berperan semampunya. Nah, itulah ungkapan rasa yang di-forward oleh pak RT untuk mengajak warganya berhati-hati, waspada, dan siaga. 

?Oh, begitu ya?jadi virus Corona betul-betul berbahaya?, sambung Odade. 

Orang ketiga menimpali, ?Lho kalau begitu, walaupun tidak kasat mata sangat besar bahayanya. Tetapi kenapa ya, ? siang tadi saya membaca lewat internet bersumber pada travel.detik.com pada informasi-news kaitannya dengan libur akhir tahun.? Orang ketiga tersebut bernama Situtena.

Situtena melanjutkan bicara, ?Saya menjadi khawatir atas tulisan bahwa di tengah keadaan seperti sekarang ini pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tidak melarang wisatawan untuk melancong ke Kota Gudeg, selama hotel dan tempat wisata konsisten menerapkan protokol kesehatan. Kekhawatiran saya adalah tentang kesempurnaan kedisiplinan mengikuti protokol kesehatan.? 

Yatica mengungkapkan harapannya. ?Mudah-mudahan saja para pelancong dan petugas tempat wisata dapat terbebas dari penyakit corona seperti halnya mbak Terdaco yang berjualan teh poci.  Juga tidak sakit, bisa tetap sehat seperti orang-orang desa di daerah mahasiswa yang baru saja pulang dari kampungnya.? 

Yatica melanjutkan pernyataannya. ?Kalau menurut saya, sikap disiplin melindungi diri, keluarga, dan masyarakat yang ketat perlu dimiliki oleh semua anggota masyarakat.?

Odade menyambung komentar, ?Usaha siapapun akan punya pengaruh langsung atau tidak langsung bila disiplin penuh terhadap protokol kesehatan. Disiplin penuh seseorang dapat mengurangi penularan bahkan kematian satu atau dua orang atau lebih, tidak pernah diketahui dengan pasti. Namun, yang dapat dipastikan adalah pengurangan korban dapat dilakukan dengan disiplin ketat melakukan protokol kesehatan.?

Banyak yang telah memutuskan untuk selalu tinggal di rumah tidak keluar kemana pun kecuali ada keperluan mendesak. Makin banyak yang berpartisipasi dan berkontribusi dengan tindakan disiplin ketat menjaga protokol kesehatan akan sangat berarti dalam upaya mengurangi korban. Seberapa pun itu sudah bermakna mengurangi penderitaan masyarakat dan bangsa. Situtena sadar, tetap ada tenaga kesehatan yang gugur mengerjakan dedikasi untuk para pasien. Dokter, petugas kesehatan yang berjasa besar,  cukup banyak yang gugur,  kita iringi doa ketika didahulukan dipanggil olehNya untuk mendapat tempat di surga. Aamiin ?..

Leave A Reply

Your email address will not be published.