Ketika Masyarakat Memantau Gunung Merapi Melalui Frekuensi secara Mandiri

Masyarakat tetap membutuhkan informasi terhadap kondisi Gunung Merapi, dengan mengakses berbagai alat komunikasi. Salah satu alat komunikasi melalui frekuensi radio komunikasi. Penyampaikan informasi dari radio komunikasi dianggap masih aktual dan langsung. Di sisi lain, pengguna radio komunikasi, merasa informasi menjadi lebih cepat terdistribusi. Saat ini, beberapa organisasi radio komunikasi, memanfaatkan frekuensi resmi organisasi, untuk menyampaikan informasi pandangan mata langsung dari lokasi. Prinsip dasarnya, apa yang dilihat itu yang disampaikan. Berbeda dengan metode komunikasi instansi resmi dari pemerintah yang cenderung menggunakan perangkat lebih modern dan kedalaman informasi visual, namun tidak semua orang mampu menerjemahkan kode dan gambaran tangkapan visualnya.
Terpantau pada frekuensi Radio Antar Penduduk Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (RAPI DIY), 142.040 Mhz, Sabtu, 20 Februari 2020, beberapa anggota RAPI, menyampaikan pandangam mata dari beberapa lokasi. ?Kondisi Gunung Merapi belum bisa terpantau dari sini, karena terhalang kabut,? ujar Nuri, dari Gardu Pandang, kawasan Kaliurang, Sleman. Nuri merupakan anggota RAPI yang menjadi relawan murni, menyampaikan informasi perkembangam Gunung Merapi secara kontinyu di frekuensi. Begitu juga relawan lain, seperti Arjo, simpatisan yang memantau dari Jenggklik, Srumbung, Magelang.
?Sementara Gunung Merapi belum dapat terlihat, karena cuaca, ada kebut tebal menghalangi,? ujar Arjo, yang sudah beberapa hari terakhir memberikan informasi secara sukarela, melalui frekuensi.
Kondisi terhalangnya pandangan relawan, saat memantau Gunung Merapi, disampaikan di frekuensi, tampaknya menjadikan relawan lain yang jauh lokasinya ikut menguatkan kondisi. Salah satunya Paiman, relawan pantau dari kawasan bukit di Tebing Breksi, Prambanan
?Tetap tenang, dari seputaran Tebing Breksi juga belum bisa memantau, terhalang kabut.? ujar Paiman, partisipan anggota RAPI yang membantu informasi kondisi terhalangnya pandangan karena kabut.
Gambaran kerjasama pertukaran informasi tersebut melalui frekuensi, juga didengarkan salah satu Komandan Keamanan dari sebuah institusi, di selatan Gunung Merapi, menggunakan alat handy talkie. Sebut saja Pak Be, yang juga memantau perkembangan Gunung Merapi menjadi tugas tambahan, untuk kesiapsiagaan jika terjadi sesuatu. Sebuah HT diletakkan di pos keamanan, dengan kondisi hidup selama 24 jam.
?Untuk antisipasi jika ada kondisi darurat dari Gunung Merapi, perlu informasi audio yang bisa didengarkan sambil mengerjakan tugas lain,? ujar Pak Be, yang meminta untuk tidak menyebutkan nama aslinya di media.
Dukungan sesama anggota RAPI juga disampaikan melalui frekuensi RAPI DIY, sebagai bentuk penyemangat di tengah para relawan menunggu kondisi membaik, saat nantinya kabut tidak menutup pandangan relawan.
?Tentunya apa yang disampaikan terkait perkembangan Gunung Merapi tetap bermanfaat, meski tidak semua pendengar radio komunikasi ikut nimbrung dalam perbincangan dalam pantauan, tapi pendengar pasif juga cukup banyak, terus memantau, karena segala informasi berkenaan Gunung Merapi tetap bermanfaat,? ujar Supriyono yang lebih terkenal di frekuensi dengan nama Pak Pentil, dengan callsign JZ12IAR dari Gunung Kidul, menyambung pembicaraan dengan Tembo, relawan dari RAPI yang memantau dari seputaran Jalan Kaliurang Sleman.
Mendekati tengah malam, terpantau juga informan dari RAPI Magelang, Martinus Trimo Supriyanto, yang di udara lebih terkenal dengan nama Kadir Sukimpul, dengan callsign JZ11KSI, sedang berdiskusi dengan Iswara yang bercallsign JZ12FYS.
?Laporan pandang mata, juga diterima dari simpatisan, personel yang bukan dari organisasi radio komunikasi. Saya meneruskan laporan terkait dengan Gunung Merapi, bekerjasama dengan relawan dari Magelang. Banyak frekuensi radio komunikasi di seputar Gunung Merapi yang didukung oleh banyak relawan. Seperti Argomulyo Kalibening ada Duta Damai Communication, DDC yang turut bergabung sampaikan laporan pandang mata,? ujar Kadir Sukimpul.
Geliat kepedulian terhadap kondisi Gunung Merapi, menjadikan partisipasi di radio komunikasi makin meningkat, setidaknya jumlah pendengar makin bertambah. (IP)