Ghosting, Populer di Kalangan Anak Muda Masa Kini. Ini Artinya

SLEMAN, BERNAS.ID – Ghosting menjadi kata yang sering dibicarakan anak muda akhir-akhir ini. Ghosting sering diidentikan dengan sebuah hubungan yang tanpa finalitas alias tidak ada kata ?putus?. Namun, apa sebenarnya ghosting itu?
Psikolog, Idei Khurnia Swasti, mengatakan ghosting merupakan perilaku menghindar. Ghosting biasanya terjadi dalam sebuah relasi romantis seperti pacaran atau gebetan. “Perilaku ghosting ini ditandai dengan sikap pelaku yang mulai menarik diri dari komunikasi,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Lanjut tambahnya, perilaku ghosting banyak terjadi pada masa pendekatan, pacaran, hingga menjelang perkawinan. Namun, ghosting dalam perkawinan jarang dibahas. Sebab, komitmen perkawinan telah ada ikatan secara hukum dan personal.
Tanda-tanda dari ghosting, Idei menyebut selain tidak membalas pesan, chat, atau telepon, orang yang melakukan ghosting memiliki banyak alasan untuk menghindar jika diajak membicarakan hal serius.
Alasan Melakukan Ghosting?
Idei menyampaikan perlu dilakukan lebih banyak penelitian perlu dilakukan secara khusus pada fenomena ghosting. Ia melihat berbagai jenis kepribadian keterikatan dan pilihan strategi perpisahan dari penelitian sebelumnya.
“Tipe orang dengan kepribadian yang menghindar (avoidant personality) bisa melakukan ghosting. Mereka adalah orang yang ragu untuk membentuk hubungan atau sepenuhnya menghindari keterikatan dengan orang lain,” urainya.
Selain itu, lanjut Idei, ghosting seringkali dipicu karena pengalaman penolakan orang tua. Dampaknya, seseorang akan enggan untuk sangat dekat dengan orang lain karena masalah kepercayaan dan ketergantungan. Alhasil, mereka sering memakai metode tidak langsung untuk mengakhiri hubungan dengan ghosting ini.
“Menghilang akan menjadi cara yang lebih mudah daripada menghadapinya langsung'. Jika secara langsung akan membutuhkan upaya ekstra dalam memberikan penjelasan karena memunculkan serangkaian konflik,” ujarnya.
Alasan seseorang memilih ghosting juga terjadi karena tidak tahu cara mengkomunikasikan konflik dan mencari resolusi konflik. Orang itu malas membahas atau ?malas ribut karena beranggapan masalah akan selesai seiring waktu.
“Ghosting seringkali dipicu oleh perasaan tidak nyaman dalam relasi juga seringkali memicu ghosting. Lalu, tidak bisa berkomunikasi secara terbuka ketika ada ketidakcocokan,” imbuhnya.
Latarbelakang seseorang melakukan ghosting tidak bisa digeneralisasikan sehingga jangan mudah untuk memberi label ghosting karena kita tidak benar-benar tahu mengetahui riwayat kehidupan si pelaku tersebut.
Dampak Ghosting ke Korban
Idei menyebut korban akan merasa bingung, sakit hati, dan paranoid dikhianati ataupun menyalahkan diri sendiri. Dampak lanjutannya, korban menjadi malas makan dan beraktivitas, tidak bisa berkonsentrasi, dan penurunan performa kerja.
Jika menjadi korban ghosting, Idei menyarankan untuk jangan merendahkan diri dan berhenti untuk mengejar orang tersebut. Soal jodoh, ia mengatakan akan ada orang yang tepat untuk seseorang yang sedang mencari pasangan. (jat)