Berita Nasional Terpercaya

Survei McKinsey: Di Era Pandemi, Banyak Perusahaan Pilih Reskilling

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID –  Pandemi Covid-19 menjadi momen berat bagi sebagian perusahaan. Pandemi juga dengan cepat dan dramatis membuat kebutuhan akan keterampilan baru bagi setiap tenaga kerja harus dipenuhi.

Transformasi itu berkaitan dengan meningkatnya digitalisasi yang pesat. Semua pekerjaan dilakukan secara jarak jauh.

Perubahan signifikan ini menuntut perusahaan untuk menetapkan skala prioritas bisnis yang berbeda. Apa saja itu?

Dalam McKinsey Global Survey yang dirilis pada 30 April 2021 menunjukkan reskilling atau pelatihan kemampuan baru dipilih perusahaan untuk mengatasi kesenjangan keterampilan, yang terlihat ketika pandemi.

Sebagai informasi, McKinsey merupakan perusahaan konsultan manajemen global asal Amerika Serikat.

Survei itu juga memperlihatkan sebagian besar responden lebih memilih untuk mengembangkan keterampilan karyawan, ketimbang mempekerjakan tenaga kerja baru.

Banyak perusahaan juga melipatgandakan upaya mereka untuk reskill atau upskill (peningkatan keterampilan) sejak pandemi.

Baca Juga: Cuan di Tengah Pandemi: Sertiva, Startup Sertifikat Digital (Bagian 1)

Ada lima hal yang disurvei oleh McKinsey terkait kebijakan apa yang diambil perusahaan selama pandemi, antara lain: building skill, redeploying, hiring, releasing, dan contracting.

Dalam survei tersebut, sebanyak 69% responden mengaku lebih banyak melakukan pengembangan keterampilan karyawan atau building skill dibandingkan era sebelum pandemi Covid-19.

Pada posisi kedua ditempati redeploying, artinya memindahkan karyawan ke pekerjaan yang berbeda. Sebanyak 46% responden melaporkan adanya peningkatan redeploying untuk menutup gap keterampilan.

Prioritas Reskilling

Survei McKinsey juga mengulas tentang 25 keterampilan khusus yang diprioritaskan perusahaan melalui reskilling.

Hasilnya, lebih dari setengah responden menyebutkan fokus utama pelatihan kemampuan baru mencakup pengembangan kepemimpinan, pemikiran kritis dan pengambilan keputusan, serta keterampilan manajemen proyek.

Walau sebagian perusahaan telah membangun kemampuan dasar digital sebelum pandemi, namun mereka tetap memprioritaskan desain teknologi, engineering, dan melakukan perawatan terhadap aset digital.

Di sektor publik dan sosial, termasuk bidang kesehatan dan farmasi, menyebut reskilling berfokus pada soft skill seperti kemampuan interpersonal dan empati.

“Untuk lebih kuat, sekarang waktunya bagi perusahaan atau organisasi untuk berinvestasi dalam tranformasi keterampilan,” demikian tulis hasil survei global McKinsey.

Selain itu, penelitian tersebut juga menunjuukan pentingnya kemampuan interpersonal.

Membangun Inovasi Digital

Di era pandemi, di mana hampir semua hal dilakukan secara digital, diperlukan juga kemampuan untuk menjaga bisnis yang dibangun tetap berjalan meski nanti pandemi berakhir.

Dibutuhkan lebih dari satu pendekatan untuk melakukan inovasi digital. Mengutip ThoughtWorks, ada beberapa hal untuk menghadapi new normal ketika pandemi telah lenyap, di antaranya:

  • Perhatikan kebutuhan konsumen
    Pastikan inovasi digital memberikan peningkatan layanan bagi pelanggan.
  • Menumbuhkan budaya inovasi
    Supaya inovasi terus belanjut dan perusahaan menjadi yang terdepan, perusahaan perlu menumbuhkan budaya inovasi dan menjadi lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan pelanggan.
  • Fokus ke depan
    Inovasi adalah tentang mendorong perubahan. Jadi tetap fokus untuk mengikuti apa yang terjadi hari ini sehingga peluang tidak akan hilang.

Seperti diketahui, abad 21 akan dikenang sebagai era transformasi digital. Mereka yang gagal menguasai inovasi digital akan usang dan ditinggalkan.

Baca Juga: Cuan di Tengah Pandemi: Cara Startup Sertiva Awali Bisnis dengan Modal Rendah (Bagian 2)

Di Indonesia, pasar ekonomi digital masih berada dalam kisaran US$40 miliar. Nilai ini diprediksi mencapai US$130 miliar dalam lima tahun mendatang.

Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai pasar ekonomi digital terbesar di Asean.

Sementara itu, Bank Indonesia meyakini nilai transaksi e-commerce tahun ini akan mencapai Rp337 triliun atau tumbuh 33,2% dari tahun sebelumnya.

Kementerian Perindustrian mencatatkan ekonomi digital tumbuh 11% di tengah pandemi. Solusi teknologi pada startup diyakini sebagai solusi yang akan menarik minat pasar global.

Leave A Reply

Your email address will not be published.