Berita Nasional Terpercaya

Pandemi, Saatnya Perusahaan Tinjau Ulang Visi Misi dan Core Values

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Pada Februari lalu, Kementerian Ketenagakerjaan merilis hasil survei pada 2020, yang menunjukkan 88% perusahaan terdampak pandemi. Hal tersebut mengakibatkan kerugian pada operasional perusahaan.

Meski begitu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, sebagian perusahaan masih mau mempekerjakan karyawannya. 

Secara rinci, hasil survei perusahaan terdampak pandemi memperlihatkan 17,8% perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sementara sebanyak 25,6% memilih untuk merumahkan pekerjanya, dan 10% perusahaan melakukan keduanya.

Di tingkat global, berdasarkan survei McKinsey yang dirilis pada 30 April 2021 menunjukkan reskilling atau pelatihan kemampuan baru dipilih perusahaan untuk mengatasi kesenjangan keterampilan, yang terlihat ketika pandemi.

Dalam survei tersebut, sebanyak 69% responden mengaku lebih banyak melakukan pengembangan keterampilan karyawan atau building skill dibandingkan era sebelum pandemi Covid-19.

Pada posisi kedua ditempati redeploying, artinya memindahkan karyawan ke pekerjaan yang berbeda. Sebanyak 46% responden melaporkan adanya peningkatan redeploying untuk menutup kesenjangan kemampuan.

Menurut Indra Kurnia, Presiden Direktur PT Riset Ekonomi Sosial Industri Indonesia, perusahaan harus memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia sehingga ketika pandemi berakhir, mereka dapat melanjutkan kinerja dengan adaptasi yang cepat.

Selain itu, pandemi ini juga menjadi momen bagi perusahaan untuk meninjau kembali visi dan misi, serta core values.

“Visi misi harus jelas dan disepakati, semua sudah setuju, sehingga jalannya bisa searah. Kalau visi misi belum sepakat di tengah jalan tidak akan sinergi,” ucapnya kepada Bernas.id pada Selasa (24/5/2021).

Mencapai Visi Misi

Setelah visi misi perusahaan yang telah disepakati, langkah selanjutnya adalah menentukan cara untuk mencapainya. Indra mengatakan ada beberapa alat bantu yang bisa dipakai, salah satunya adalah Objective Key Result atau OKR.

Mengutip WhatMatters, OKR merupakan alat untuk menetapkan tujuan kolaboratif yang diciptakan untuk tim dan individu dengan target ambisius, namun tetap realistis dan hasilnya bisa terukur. 

Ada dua unsur pada OKR, yaitu objective dan key result. Objective berkaitan dengan “the what” atau “apa” atau target utama yang ingin dicapai dan cenderung lebih kualitatif.

Kemudian key result merupakan “the how” atau “bagaimana”. Ini terkait tolok ukur untuk melacak serangkaian aksi untuk menuju tujuan atau hasil yang ingin dicapai.

OKR dibuat oleh Andy Grove yang mulai merintis perusahaan teknologi Intel pada 1968, dan kemudian diajarkan kepada John Doerr, seorang investor dan pemodal ventura Amerika, yang bergabung dengan Intel pada 1974. 

Doerr kemudian memperkenalkan OKR kepada para pendiri Google pada 1999. Dia menyampaikan presentasinya di depan Larry Page dan Sergey Brin. Banyak perusahaan telah mengadopsi metode ini untuk mencapai goals, termasuk Allbirds, Netflix, dan di Indonesia digunakan oleh Gojek.

Selain OKR, ada satu tool lagi untuk mencapai visi misi perusahaan, yaitu 4DX atau The 4 Disciplines of Execution.

Menurut Chris McChesney dan Sean Covey dalam bukunya The 4 Disciplines of Execution, menyebutkan 4DX adalah formula sederhana yang bisa dipakai individu dan organisasi untuk mengeksekusi target atau tujuan utama.

4DX mencakup empat hal, antara lain fokus pada hal yang sangat penting, bekerja pada hal yang menggerakkan tujuan, mencatat setiap pencapaian, dan menjaga akuntabilitas setiap orang.

“Itu (OKR dan 4DX) setelah visi misi, masuknya di strategic planning yang menentukan goals atau sasaran perusahaan,” ujar Indra.

Selain itu, Indra menyatakan perlunya perusahaan untuk melakukan digitalisasi agar bisa bersaing di pasar yang mulai akrab dengan teknologi.

Leave A Reply

Your email address will not be published.