Halo Pengusaha, Mulailah Digitalisasi Bisnis agar Tidak Ditinggal Pelanggan
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Pandemi membuat kita menyadari banyak hal yang bisa dilakukan meski tidak bertemu secara langsung, termasuk soal bisnis. Meski sebagian harus gulung tikar, sebagian lagi justru menemukan peluang cuan. Caranya, melalui digitalisasi.
Digitalisasi adalah ketika kita menggunakan teknologi digital untuk mengubah model bisnis guna meningkatkan pendapatan dan nilai. Perusahaan yang melakukan digitalisasi pada lini bisnisnya berarti lebih kompetitif di pasar. Digitalisasi membuat bisnis lebih baik dan lebih cepat dibandingkan pesaing yang masih menggunakan cara-cara manual.
Menurut Indra Kurnia, Presiden Direktur PT Riset Ekonomi Sosial Industri Indonesia, setelah perusahaan meninjau kembali visi misi dan core values di masa pandemi ini, langkah selanjutnya adalah melakukan digitalisasi.
Baca Juga: Pandemi, Saatnya Perusahaan Tinjau Ulang Visi Misi dan Core Values
Teknologi akan memudahkan perusahaan dalam inventarisasi, penilaian kinerja, menghitung pricing, dan sebagainya.
“Kalau sudah digitalisasi itu sudah enak, misalnya ada jual barang, maka sudah bisa langsung cetak invoice. Dengan barang dijual satu, berarti stok berkurang satu, itu langsung ter-update dalam inventarisasi. Semuanya secara real time,” katanya kepada Bernas.id, Senin (24/5/2021).
Indra menuturkan perusahaan tidak boleh mengabaikan digitalisasi. Jika itu tidak dilakukan, maka perusahaan tidak mampu bersaing.
“Tentu nggak mampu bersaing, karena kalau nggak perusahaan nggak efektif, misal produksi, ada orang mau pesan, jadi berapa harganya, kalau tanpa digitalisasi akan kesulitan menghitung harga atau pricing,” ujarnya.
“Orang yang mau pesan kan nggak mau lama, kalau nggak ya beli di kompetitor. Zaman sekarang orang nggak akan tergantung pada satu supplier,” katanya.
Selain itu, digitalisasi akan mengurangi human error yang selama ini kerap terjadi apabila perusahaan masih memakai form manual dalam setiap transaksi.
“Misal pakai excel, lupa update (data) sehingga pricing-nya bakal keliru. Perusahaan jadi tidak bisa bersaing,” ucap Indra.
Transformasi Ekonomi Digital
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Senin (24/5/2021), menyebut situasi pandemi menjadi momentum untuk mempercepat transformasi digital.
Perusahaan rintisan atau startup yang bergerak di bidang teknologi diharapkan berperan dalam menyukseskan transformasi tersebut.
“Target Indonesia di 2045, salah satunya adalah lolos dari middle income trap. dengan rata-rata PDB harus di atas US$10.000 bisa dibilang lolos middle income trap,” ujarnya.
Sebagai informasi, middle income trap merupakan kegagalan suatu negara untuk naik kelas dari pendapatan menengah-bawah ke menengah-atas.
Menurutnya, perlu dorongan pertumbuhan ekonomi secara spasial agar Indonesia bisa meloloskan diri dari jebakan pendapatan kelas menengah. Caranya, melalui inklusi finansial dan sistem pembayaran digital.
“Keberhasilan inklusi keuangan itu perlu komunitas, termasuk perusahaan teknologi (finansial), dan ini perlu didorong (dari sisi komunitas),” ucap Airlangga.
Baca Juga: Cuan di Tengah Pandemi: Sertiva, Startup Sertifikat Digital (Bagian 1)
Indonesia butuh sekitar 9 juta talenta digital dalam 15 tahun ke depan atau sekitar 600.000 orang per tahun. Pemerintah berharap perusahaan yang bergerak di bidang digital dapat membantu upaya pengembangan ekonomi digital di Tanah Air.
Beberapa hal yang bisa dilakukan, antara lain:
- Mendorong peningkatan akses ke teknologi digital
- Mengembangkan keterampilan/literasi digital dan meningkatkan ketersediaan talenta digital
- Memfasilitasi peningkatan kualitas layanan digital
- Memperluas kesempatan bagi para pekerja informal dalam meningkatkan pendapatan mereka
Sebelumnya, Bank Indonesia menyebutkan aktivitas ekonomi keuangan digital naik lebih dari 20% di masa pandemi selama tahun lalu. Pada 2025, nilai transaksi digital diprediksi menembus angka senilai US$124 miliar atau sekitar Rp1.748 triliun
Terkait perusahaan rintisan, data Startup Ranking menunjukkan jumlah startup di Indonesia tercatat sebanyak 2.242 perusahaan. Startup paling banyak berada di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek.