Cuan di Tengah Pandemi: Sertiva, Startup Sertifikat Digital (Bagian 1)
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Sertifikat menjadi bukti penunjang keterampilan atau kompetensi seseorang dalam dunia kerja, sekaligus bukti atas kepemilikan benda atau barang tertentu oleh individu dan lembaga.
Selama ini, sertifikat yang kita kenal bentuknya hanya selembar kertas, yang tak jarang sulit untuk mengetahui validitasnya.
Lalu, pernahkah Anda membayangkan jika kebutuhan akan sertifikat bisa dipenuhi secara digital dan mengetahui keabsahannya bisa dilakukan dengan mudah?
Peluang inilah yang dibaca perusahaan rintisan asal Yogyakarta bernama Sertiva. Startup ini juga melihat maraknya pemalsuan sertifikat dan ijazah, atau sertifikat aspal alias asli tapi palsu.
Sementara itu, banyak tenaga kerja yang mengandalkan sertifikat sebagai bukti pencapaiannya. Tak jarang, sertifikat juga jadi sebuah penghargaan atas prestasi seseorang dalam hidupnya.
Co-Founder Sertiva Saga Iqranegara mengatakan bisnis sertifikasi digital ini telah berjalan sejak 2018. Momen pandemi menjadi titik balik pada usaha rintisannya, di mana semua hal berubah menjadi serba digital.
“Kenapa kami membangun Sertiva, karena melihat ada masalah yang cukup pelik di dunia ketenagakerjaan, yang sebetulnya bisa disolusikan dgn sertifikat biasa. Hanya saja sertifikat biasa punya berbagai macam kelemahan,” katanya kepada Bernas.id, Rabu (19/5).
“Kita baru dapat momentum justru saat pandemi. Karena semua akhirnya berubah jadi online sehingga sertifikat pun berubah dalam bentuk digital,” ujarnya.
Saga menyebut, penggunaan sertifikat digital secara global sudah eksis mulai sekitar tiga hingga lima tahun terakhir. Dia meyakini sertifikat digital suatu saat akan diterima oleh publik secara luas.
Incar 1 Juta Sertifikat Digital
Perekonomian dunia terseok-seok kala pandemi membatasi aktivitas manusia untuk berinteraksi secara langsung. Namun, sebagian justru memperoleh peluang untuk mengembangkan usahanya.
Seperti halnya Sertiva, pada tahun-tahun pertama, baru sekitar 5.000 sertifikat yang diterbitkan. Kala itu, Sertiva masih berupa prototype. Ketika pandemi, sudah lebih dari 100.000 sertifikat digital yang diterbitkan oleh user melalui platform Sertiva.
“Kalau tips survive di pandemi, namanya bisnis yang pasti harus bisa berhemat. Meskipun pandemi, sebetulnya beberapa industri tidak langsung terdampak. Tapi, itu kembali ke bentuk masing-masing bisnisnya,” tutur Saga.
Saat ini, Sertiva menargetkan lembaga pendidikan, mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, dengan fokus utama pada pendidikan vokasi. Seperti diketahui, sekolah vokasi diarahkan untuk mencetak lulusan yang siap bekerja.
Kemenristekdikti mencatat pendidikan vokasi di Indonesia tercatat hanya 16% dari seluruh lembaga pendidikan, sementara 56% perguruan tinggi di China merupakan pendidikan vokasi.
Pada intinya, sekolah vokasi diarahkan untuk mencetak lulusan yang siap bekerja sesuai kebutuhan dunia kerja saat ini. Oleh sebab itulah sekitar 70 persen dari isi program pembelajaran merupakan praktik di industri.
Saga menargetkan, Sertiva bisa menerbitkan 1 juta sertifikat dalam satu tahun ke depan.
“Cita-cita besarnya, dalam waktu satu tahun ke depan bisa sampai 1 juta sertifikat yang diterbitkan melalui Sertiva,” ujarnya.
Layanan Sertiva
Sertiva memiliki berbagai jenis sertifikat yang diterbitkan, sesuai dengan kebutuhan user, antara lain:
- Sertifikat Partisipasi, digunakan untuk keperluan tanda hadir atau telah mengikuti sebuah acara seperti seminar dan workshop
- Sertifikat Kelulusan dan Kompetensi, sebagai tanda kelulusan seseorang yang telah menjalani jenjang pendidikan atau sertifikasi terkait kompetensi.
- Sertifikasi dan Lisensi Profesi, bukti seseorang terdaftar dan berhak menjalani sebuah profesi yang diterbitkan asosiasi.
Dalam laman situsnya, Sertiva juga menyediakan layanan verifikasi yang dapat diakses melalui https://sertiva.id/verification.
Sertiva menggunakan teknologi pendukung sehingga sertifikat digital dapat terjaga keaslian dan keabsahan datanya. Dengan menggunakan teknologi tanda tangan digital, sertifikat tidak dapat dipalsukan dan sah secara hukum.
Selain itu, teknologi pendukung lainnya berupa dokumen lampiran atau bukti, biasanya berupa transkrip nilai yang disertakan pada jenis sertifikat kelulusan.