Berita Nasional Terpercaya

Kisah Rungu: Cerita Suka dan Duka Kuliah di Perancis (Bagian3)

BERNAS.ID – Bagaimana sih rasanya kuliah di Perancis? Mungkin pertanyaan tersebut telah menghantui benak jutaan pelajar di Indonesia.

Yah, itu hal yang wajar terjadi karena Perancis menjadi tujuan utama para pelajar yang ingin melanjutkan studinya.

Selain negaranya yang indah, sistem pendidikan di negara tersebut memang jempolan. Namun, berhasil menjejakan kaki di salah satu negara Eropa tersebut tak selalu dihiasi cerita indah.

Banyak orang berpikir kuliah di Eropa bisa bebas jalan-jalan kemanapun dan menikmati pemandangan indah sembari berfoto-foto untuk mengisi feed instagram.

Faktanya, studi di Eropa juga membutuhkan perjuangan yang sangat keras. Selain proses adaptasi yang terbilang sulit, ketangguhan fisik dan mental kita benar-benar diuji ketika melanjutkan studi ke negara empat musim tersebut.

Duka selama di Eropa

Salah satu pelajar Indonesia yang berhasil meraih beasiswa untuk studi magister di Perancis menceritakan pengalaman suka dukanya kepada Bernas.id.

Rungu Puput Herlambang, yang berhasil meraih beasiswa France Excellence untuk berkuliah di Universitas La Rochelle, Perancis, mengaku hidupnya penuh kejutan selama tinggal di negara impian banyak orang itu.

Rungu, begitu sapaan akrabnya, mengatakan bahwa tinggal di Eropa memang tak selalu indah seperti yang ada di bayangan orang.

Tinggal jauh dari sahabat dan keluarga serta budaya yang berbeda membuatnya harus benar-benar mengumpulkan kekuatan fisik dan mental.

Rungu mengatakan kendala yang paling banyak ditemui mahasiswa, khususnya yang berasal dari Asia Tenggara, adalah pergantian musim di Eropa yang kerap memicu depresi musiman.

Baca juga: Kisah Rungu: Risiko Depresi Musiman saat Kuliah di Negara 4 Musim (Bagian 2)

Saat musim dingin, matahari di Eropa biasanya baru terbit sekitar pukul 09.00 pagi dan terbenam sekitar pukul 5 atau 6 sore. Akibatnya, banyak mahasiswa merasa waktu berputar sangat cepat.

Mereka juga seringkali merasa seolah-olah kehilangan banyak waktu dan belum melakukan apapun. Tak ayal, hal tersebut membuat mereka terjebak dalam penyesalan dan perasaan tidak berguna

“Untungnya saya tidak pernah mengalami depresi musiman. Justru yang saya alami depresi bulanan’,” ungkapnya.

Depresi bulanan yang dimaksud oleh Rungu adalah kendala biaya. Selama tingal di Perancis, Rungu menggantungkan biaya hidup dari tunjangan beasiswa yang didapatnya.

Tingginya biaya hidup di negara tersebut seringkali membuatnya harus memutar otak untuk mendapatkan uang tambahan.

“Kebetulan La Rochelle itu kota wisata. Jadi, mahasiswa yang ada disini bisa kerja paruh waktu. Pekerjaan paruh waktu untuk mahasiswa biasanya kerja di restoran atau cafe, seperti menata meja atau mencuci piring,” ucap dia.

Menurut Rungu, upah bekerja paruh waktu di cafe atau bar yang ada di La Rochelle tergolong lumayan, yakni sekitar 8 euro Rp 138 ribu per jam.

“Mahasiswa Indonesia yang ada disini itu ya banyak yang kerja paruh waktu di bar atau restoran. Kerjaannya kebanyakan menata kursi-kursi di teras kafe atau menata meja dan payung saat pagi. Gajinya lumayan bisa 8 euro per jam,” ungkapnya.

Cerita suka dari Perancis

Meski kehidupannya di Perancis tak luput dari cerita duka, Rungu mengaku bahagia bisa mencicipi kesempatan menjejakan kaki di tanah Eropa itu.

Rungu juga mengakui bahwa Perancis merupakan negara terbaik untuk melanjutkan studi.

“Menurut saya, Perancis masih jadi negara terbaik untuk melanjutkan studi karena banyak sekali program bantuan dan dukungan dari pemerintah setempat untuk pelajar atau orang-orang yang masuk kategori penduduk muda,”  tambahnya.

Untuk orang-orang berstatus mahasiswa atau berusia 26 tahun, pemerintah Perancis memberikan banyak potongan harga atau diskon.

Bahkan, saat berada di restoran juga banyak menu makanan dengan harga khusus mahasiswa.

Mahasiswa di Perancis juga bisa masuk museum gratis hingga mengajukan potongan harga untuk menyewa tempat tinggal.

“Diskon sewa tempat tinggal yang diberikan bisa sampai 40%, loh. Itu kan sangat membantu sekali untuk mahasiswa seperti kita yang budget pas-pasan dan jauh dari rumah,” ucap pria 26 tahun tersebut.

Selain itu, banyak sekali organisasi sosial di Perancis yang memberi makanan gratis untuk mahasiswa saat pandemi Covid-19 melanda.

“Selama pandemi ini banyak banget organisasi sosial, restoran, hingga food truck yang memberi makanan gratis untuk kami,” ungkapnya.

“Kebetulan, saya juga ikut program volunteer bernama ‘restoran hati’. Dalam program tersebut, saya dan sukarelawan lain membagikan bahan makanan gratis tiap seminggu sekali kepada mahasiswa yang membutuhkan,” ucapnya.

Dalam program Restoran hati tersebut, siapa pun bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan bahan makanan setiap minggu.

Bahan makanan yang diberikan pun juga memenuhi standar kebutuhan gizi, seperti pasta, susu, telur, ikan, daging, beras, sayur, dan buah.

“Kalau ada donatur yang memberikan bahan lain seperti sabun dan sejenisnya, kami juga berikan itu,” tambahnya.

Baca juga: Kisah Rungu: Berawal dari Passion hingga Tiket ke Perancis (Bagian 1)

Pesan untuk pelajar Indonesia

Untuk pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Perancis, Rungu menyarankan agar tetap percaya diri karena nantinya kita akan bertemu dan bergaul dengan orang-orang dari berbagai negara.

“Kita kan nanti bertemu dan bergaul dengan orang-orang dari berbagai negara. Tanpa rasa percaya diri, kita kan tergerus secara mental dan fisik,” ucap dia.

Menurut Rungu, rasa percaya diri adalah hal utama yang diperlukan ketika melanjutkan hidup di negara orang. Sebab, dengan percaya pada kemampuan diri kita akan tahu bagaimana bersikap dan bisa menentukan orang-orang seperti apa yang akan bergaul dengan kita.

Hal kedua yang diperlukan ketika melanjutkan studi ke negara lain adalah membuka pikiran seluas-luasnya.

“Ketika kita datang negara yang benar-benar baru dan berbeda, snagat mustahil kita bisa hidup tanpa membuka pikiran,” ucapnya.

Meski value yang diajarkan di Indonesia adalah hal yang baik, kata Rungu, kita tetap harus bisa mengikuti adat dan budaya yang ada di Perancis.

“Di Indonesia sendiri kan diajari istilah dimana ‘bumi dipijak disitu langit dijunjung ‘, jadi bagaimanapun juga, kita tetap harus mengikuti adat dan budaya yang berlaku di Perancis,” tambahnya.

Mengikuti adat dan kebiasaan baru pasti akan menimbulkan stres dan tekanan pada mental. Namun, Rungu tetap menyarankan agar mereka yang akan melanjutkan studi di Perancis untuk selalu membiasakan diri.

“Stres itu pasti ada saat kita berhadapan dengan hal baru. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan persiapan dan membiasakan diri dengan hal itu. Lambat laun stres itu pasti berkurang bahkan hilang,” ungkapnya.

Ia juga menyarankan agar para pelajar tetap enjoy selama masa studi. Sebab, momen melanjutkan studi ke negara asing bisa menjadi wadah untuk mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya.

“Kita kan cuma beberapa saat saja di prancis nggak selamanya. Jadi nggak usah takut, enjoy aja. Nikmati apa yang ada dan manfaatkan untuk cari pengalaman yang banyak. Ditahan dulu kangennya sama Indonesia,” ucap dia.

Saat ini Rungu tengah sibuk menyelesaikan Tesis atau memoire sebagai syarat untuk menuntaskan studinya di Universitas La Rochelle.

Ia juga sedang disibukan oleh aktivitasnya sebagai asisten komunikasi magang di salah satu sekolah bisnis yang ada di kota La Rochelle. Rungu juga sering membagikan aktivitasnya selama di Perancis melalui akun instagramnya @rungphilo.

Baca juga: 11 Jurusan Di Universitas Mahakarya Asia (UNMAHA) dan Peluang Karirnya

Leave A Reply

Your email address will not be published.