Berita Nasional Terpercaya

Tumbasin: Startup yang Punya Misi Naikkan Ekosistem Pasar Tradisional (Bagian 2)

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Pasar tradisional adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung, dan di situ terjadi proses tawar menawar. 

Seiring perkembangan zaman, pasar tradisional harus bersaing dengan supermarket dan toko modern lainnya. Tapi sekelompok anak muda yakin pasar tradisional bisa lebih maju dengan sentuhan teknologi.

Diawali dengan permasalahan yang dihadapi sebagian ibu rumah tangga, yang tidak sempat berbelanja ke pasar karena harus mengurus anak di rumah.

Kemudian, muncul ide untuk membantu para ibu tetap bisa memperoleh kebutuhan pokok tanpa harus pergi ke pasar. Mereka menawarkan jasa titip belanja yang dimulai dari sekadar pesan WhatsApp menjadi aplikasi yang telah eksis di 12 kota di Indonesia.

Nama aplikasi itu adalah Tumbasin.id, milik PT Tumbas Sinergi Indonesia, yang dirintis oleh anak muda lulusan perguruan tinggi dalam negeri.

Selain menawarkan jasa pembelian kebutuhan pokok di pasar tradisional, Tumbasin punya misi sebagai pionir menaikkan ekosistem pasar tradisional.

“Jadi mulai dari pedagangnya teredukasi standar produknya, kemudian jadi bagus, dan kembali dapat kepercayaan masyarakat,” kata Muhammad Fu'ad Hasbi selaku Co-Founder Tumbasin kepada Bernas.id.

Baca Juga: Tumbasin: Merintis Aplikasi Belanja di Pasar Tradisional Berawal dari Pesan WhatsApp (Bagian 1)

Sementara dari sisi konsumen, para pembeli itu menjadi lebih mudah dan nyaman karena telah tersedia aplikasi untuk bantu membelikan kebutuhan pokok di pasar.

Supaya dikenal oleh masyarakat, Tumbasin melakukan pendekatan kepada pedagang pasar tradisional, termasuk menggandeng pengelola pasar di setiap kota.

Sebagai informasi, aplikasi yang dirintis sejak 2017 ini telah melayani sejumlah kota, antara lain Semarang, Jakarta, Bekasi, Karawang, Yogyakarta, Magelang, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, Solo, Lampung, dan Makassar. 

“Ada sisi teknologi yang bisa dipakai oleh mereka. Jadi kita sama-sama berkembang. Kami punya prinsip, nggak boleh ada yang ditinggalkan,” ucap Fu'ad.

“Kan banyak nih teman-teman yang melayani (pembelian bahan pokok) dari petani, terus langsung ke konsumen. Padahal nggak boleh seperti itu, jadinya melewatkan pasar,” tuturnya.

Ekosistem Pasar Tradisional

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ada 15.657 pasar tradisional yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah ini memang jauh lebih besar ketimbang pusat perbelanjaan yang tercatat sebanyak 650, dan toko swalayan sebanyak 1.279.

Pasar tradisional selama ini identik dengan tempat yang kumuh, becek, bau, sumpek, dan semrawut. Menurut pengusaha Herman Malano dalam bukunya “Selamatkan Pasar Tradisional”, pasar tradisional selalu diwarnai dengan kemacetan dan aksi pencopetan.

Baca Juga: Mengenal Pasar Tradisional di Indonesia dan Perlunya Revitalisasi

Tentu ini membuat sebagian kalangan enggan berbelanja di pasar tradisional.Masyarakat dengan gaya hidup modern lebih memilih untuk berbelanja di tempat yang bersih, nyaman, dan strategis.

Di sisi lain, mereka tidak perlu repot untuk melakukan tawar menawar karena harganya sudah ditentukan oleh supermarket atau toko modern lainnya.

Pasar tradisional juga menyumbang pendapatan asli daerah, walau sejumlah pasar di daerah tidak berhasil mencapai target karena wabah Covid-19.

Selama pandemi, sebagian masyarakat lebih memilih untuk berbelanja bahan makanan melalui online atau daring.

Dalam survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebanyak 57,66% responden mengaku lebih jarang pergi ke pasar karena pandemi. Sebanyak 4,84% malah tidak lagi berbelanja ke pasar.

Pasar tradisional menjadi representasi dari ekonomi rakyat, serta menjadi tumpuan harapan bagi petani, peternak, pengrajin, dan produsen lainnya.

“Para pedagang yang minim ilmu pengetahuan kerap tidak mampu melayani pembeli dan pelanggan secara optimal,” tulis Herman dalam bukunya.

Inilah yang ingin diubah oleh generasi muda tentang pasar tradisional, di mana pedagang menjadi melek pengetahuan tentang pelayanan dan kualitas produk dengan standarisasi.

Fu'ad menyatakan, Tumbasin punya cita-cita agar semua produk di pasar memiliki standar terbaik, termasuk pengelolaan pasarnya.

“Ke depannya, semua produk sudah mengikuti standarisasi Tumbasin,” katanya.

Semarang Vs Jakarta

Tumbasin mengawali eksistensinya di dunia startup digital pada 2017 di Semarang, Jawa Tengah. Bermula dari pesan WhatsApp, kini sudah lebih dari 70.000 pengunduh aplikasi ini.

Secara total, ada sekitar 15.000 pengguna aktif. Meski sudah tesebar di berbagai kota di Tanah Air, namun user paling banyak masih berada di Semarang.

“Ini masih jadi PR-nya kami, bagaimana caranya bisa kota-kota lain menyusul, minimal ada 5 kota biar seperti Semarang,” kata Fu'ad. 

Baca Juga: Rapel: Ketika Sampah Disulap Jadi Bernilai Melalui Aplikasi Digital

Sebelumnya, tim Tumbasin pernah melakukan survei di Jakarta, namun kebanyakan dari responden mengaku lebih suka untuk belanja di supermarket. Meski begitu, mereka tetap ekspansi ke Ibu Kota meski jumlah penggunanya yang tidak banyak.

“Kalau Jakarta jelas, asumsi awal kan kami tahu Jakarta seperti apa. Tapi kami masih berani untuk buka di Jakarta. Mau coba lihat, ada yang mau pakai (aplikasi Tumbasin) apa nggak. Ada sih, tapi kecil,” tuturnya.

“Kebanyakan di Jakarta, yang pakai Tumbasin adalah mereka yang tinggal di apartemen,” imbuhnya.

Sejauh ini, produk yang menjadi favorit dan laku keras melalui Tumbasin adalah wortel, tomat, cabai, tempe, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.

Soal harga, Fu'ad mengakui mungkin akan lebih murah jika konsumen beli langsung di pasar. Tapi, tentu ada yang berbeda jika mereka membelinya via aplikasi ini.

“Tapi kami hadirkan pilihan saja. Misalkan, mereka mau ke pasar ya silakan. Tapi kalau mau pakai Tumbasin, mereka nggak kehabisan waktu untuk berbelanja,” ucapnya.

Memakai Tumbasin

Tumbasin.id mengantarkan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari dari pasar ke depan pintu rumah Anda. Belanja hari ini, kami antar besok hari.

Demikian yang tertulis pada aplikasi Tumbasin, untuk memperkenalkan diri kepada colon pengguna aktif.

Setelah mengunduh aplikasi ini, Anda akan diarahkan untuk memilih lokasi pasar terdekat dengan rumah Anda. Kemudian pada halaman depan, nampak barisan produk bahan makanan dengan harga yang sudah fix.

Ketika Bernas.id memilih Pasar Giwangan Yogyakarta, tertera harga ayam senilai Rp16.250/250 gram, brokoli Rp7.800/250 gram, cabari rawit merah Rp6.750/100 gram, dan bawang merah sedang Rp10.400/250 gram.

Masih ada ratusan produk lain dari pasar yang pembeliannya dilayani melalui aplikasi ini. Batas pemesanan sampai pukul 00.00 WIB, dan pengiriman akan dilakukan pada paginya sekitar pukul 07.00-10.00 pagi.

Khusus Semarang, Yogyakarta, dan Makassar, batas order pukul 08.00. Pemesanan sebelum pukul 08.00 bisa diantar pada hari yang sama, maksimal hingga pukul 12.00 WIB.

Baca Juga: MomWork: Aplikasi Digital untuk Berdayakan Perempuan dari Dapur Rumah

Bagaimana jika barang yang dipesan keliru? Tumbasin mempersilakan pengguna untuk menolak barang tersebut kepada kurir atau melapor pada customer care.

Tarif ongkos kirimnya Rp10.000, dengan metode pembayaran cash on delivery (COD) atau melalui QRis. Selain itu, aplikasi ini juga melayani pembayaran non-tunai melalui LinkAja, Gopay, OVO, dan transfer antarbank.

Fu'ad mengatakan, Tumbasin menggandeng sekitar 30-40 pedagang pasar yang mewakili berbagai produk yang ditawarkan di aplikasi, seperti seafood, rempah-rempah, sembako, buah, jajanan, lauk pauk, dan sebagainya.

“Tapi berikutnya supaya mereka bisa bersaing secara sempurna, semua pedagang akan kami ikut sertakan,” ucapnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.