Berita Nasional Terpercaya

Website Pemerintah Umbar NIK, Pakar UGM: Itu Bukan Kebijakan “Open Data”

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Belum redanya kasus kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia yang dijual di internet, kini masalah penyebaran data pribadi kembali terjadi.

Pemerintah Kabupaten Magelang menuai kritik dari warganet karena situs resminya memuat data pribadi warga, termasuk nomor Kartu Keluarga dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Unggahan dari akun @txtdrMagelang di Twitter, nampak foto data pribadi masyarakat yang menunjukkan sebuah file dalam bentuk Excel, yang telah diunduh. Akun tersebut juga menyoroti laman Pemkab Magelang yang menjelaskan definisi open data.

“Menurut Open Knowledge Foundation, open data adalah data yang dapat digunakan secara bebas serta digunakan dan didistribusikan ulang oleh siapa saja,”  tulis website Pemkab Magelang.

Baca Juga: Ramai soal Situs Pemkab Magelang Muat Data Pribadi Warga, Bagaimana Keamanan Digital Kita?

Menanggapi unggahan pada Minggu (6/6/2021) itu, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Magelang menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan data yang terunggah.

Melalui kicauan di Twitter, Diskominfo Magelang mengaku telah menindaklanjuti permasalahan tersebut. Pantauan Bernas.id, data pribadi yang diumbar di situs Pemkab Magelang memang telah diturunkan.

“Website open data merupakan sinergi dari bebagai pihak, kami akan terus berkoordinasi untuk segera mengusut dan menyelesaikan masalah ini,” kicau @kominfomagelang.

Pakar Kebijakan Publik dan Dosen Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM Wahyudi Kumorotomo menyayangkan terjadinya fenomena yang tidak diinginkan kembali terjadi, yaitu data pribadi diunggah dan disebar oleh sebagian pihak, bahkan oleh pemerintah.

“Yang ini celakanya malah Pemkab Magelang atau diskominfonya yang membocorkan. Ini mestinya jadi evaluasi kita bersama,” katanya kepada Bernas.id, Senin (7/8/2021).

Dia menyebutkan, dalam UU No.23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mengatur tentang data pribadi yang tidak boleh diumumkan. 

NIK merupakan pintu masuk bagi banyaknya cyber crime dalam berbagai bentuk modus kejahatan sehingga perlu jaminan keamanan agar tidak merugikan.

“Jadi kita harapkan, pemerintah hati-hati betul karena itu (keamanan data) dijamin. Kalau pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, atau mungkin salah satu kementerian/lembaga mengumbar data ke publik, itu sebenarnya pemerintah sendiri yang melanggar UU,” ucap Wahyudi.

Dia juga menyebutkan perlunya segera ratifikasi RUU Perlindungan Data Pribadi, yang hingga kini belum juga masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

Memahami Open Data

Terkait kebijakan open data atau keterbukaan di pemerintahan, Wahyudi menilai itu berkaitan dengan koordinasi antarlembaga pemerintah dengan menerapkan one data policy.

Kebijakan satu data itu menjadi solusi atas perbedaan data yang dirilis oleh kementerian/lembaga, misalkan jumlah data penduduk yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) bisa berbeda dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

“Jadi, open data itu maksudnya di lembaga pemerintah tidak perlu saling mengklaim data yang paling akurat, kemudian kalau salah satu lembaga minta ke lembaga lain malah bayar,” tuturnya.

Kebijakan Satu Peta atau one map policy memang telah dicanangkan oleh pemerintah, namun ego sektoral masih kerap terjadi sehingga perlu keterbukaan data di antara kementerian/lembaga.

“Jadi open data itu bukan kemudian data pribadi itu disebarluaskan secara bebas, yang kemudian bisa memicu kemungkinan cyber crime. Jadi bukan begitu idenya,” katanya.

Menurut Wahyudi, konsep open data, one map policy, dan kebijakan lain terkait data belum jelas konsepnya oleh pemerintah. Hal itu membuat perumusan kebijakan masih menggunakan data yang berbeda-beda.

“Kebijakan yang kita pakai masih berbeda, yang dikumpulkan masing-masing kementerian/lembaga. Ego sektoral masih ada. Ini yang menjadi titik lemah manajemen pemerintahan kita,” imbuhnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.