Berita Nasional Terpercaya

FGD Pluralisme Tingkatkan Rasa Toleransi pada Generasi Muda

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Yogyakarta menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pluralisme dengan tema 'Serasi dalam Keberagaman, Harmoni dalam Ke-Bhineka-an', pada hari Kamis (10/6/2021) bertempat di Hotel Royal Darmo Malioboro Yogyakarta.

Hadir sebagai pembicara pada acara tersebut, Kepala Bakesbangpol Kota Yogyakarta, Budi Santosa; Komandan Kodim (Dandim) 0734/Yogyakarta, Letkol Inf Erwin Ekagita Yuana; Budayawan, Achmad Charris Zubair; dan Pamong Wasbang, Ki Sutikno; serta Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Yogyakarta, Wahyu Susanto.

Kepala Bakesbangpol Kota Yogyakarta Budi Santosa dalam sambutannya mengatakan, Indonesia adalah negara majemuk yang dihuni oleh bermacam suku, etnis dan budaya. “Begitu pula dengan Kota Yogyakarta yang disebut sebagai miniatur Indonesia yang masyarakatnya beragam. Maka beragam pula masyarakat yang berada di Kota Yogyakarta,” ujarnya.

Ditambahkan Budi, FGD Pluralisme Kota Yogyakarta ini bertujuan untuk meningkatkan rasa toleransi pada generasi muda agar tidak mudah terpecah belah dan tetap melestarikan budaya. “Guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang rukun damai, demokratis, berkeadilan, sejahtera, maju dan memiliki moral dan etika dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.

“Maka dari itu FGD Pluralisme Kota Yogyakarta perlu diadakan agar masyarakat khususnya generasi muda kita dapat bertukar pikiran dan berdiskusi tentang keragaman budaya luhur bangsa. Sehingga dapat menuju terciptanya toleransi serta persatuan dan kesatuan bangsa di wilayah Kota Yogyakarta,” imbuhnya.

Bangsa yang Dibangun dengan Pengorbanan Tidak Dapat Dihancurkan oleh Siapapun

Dalam paparannya, Dandim 0734/Kota Yogyakarta menyebutkan Indonesia adalah komunitas karakter dan pengamalan. Imperialisme dan penindasannya menjadi pembelajaran berharga dan bernilai bagi Indonesia. 

Dia juga menjelaskan, merupakan sebuah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, para Founding Father telah mewariskan 4 Konsensus Bangsa yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Indonesia merupakan Negara kesepakatan, dari berbagai agama, suku, ras dan golongan yang dikemas dalam bingkai NKRI,” jelas Dandim.

Langkah tangkal pengaruh provokasi ajakan perpecahan menurutnya adalah dengan menanamkan jiwa Nasionalisme dan kecintaan terhadap NKRI, perkaya wawasan dan saling menghargai, bentengi keyakinan diri dengan selalu waspada, bangun jejaring dengan komunitas, bergabung dengan media komunitas.

Dia juga berpesan, bahwa bangsa yang dibangun dengan pengorbanan harta, benda dan nyawa tidak dapat dihancurkan oleh siapapun juga. “Yang terpenting adalah bagaimana bersatu dalam perbedaan berbudaya mengawal NKRI. Belajarlah seperti pelangi yang justru indah karena perbedaan, jadilah seperti taman yang mampu menunjukkan kebersamaan ditengah keberagaman,” tutup Dandim.

Perbedaan itu Adalah Pemberian dari Tuhan

Selanjutnya, Budayawan Achmad Charris Zubair pada kesempatan itu menyampaikan, bahwa perbedaan itu adalah pemberian dari Tuhan, kita tidak bisa menolak untuk itu, karena di dalam hidup ini kita mengenal dengan yang namanya takdir.

“Setiap permasalahan yang ada di daerah-daerah itu berbeda-beda, permasalahan di Papua juga pastinya akan berbeda dengan yang ada di Sumatera Barat. Sudut pandang yang berbeda sehingga menimbulkan perspektif yang berbeda. Dan kita tidak mungkin akan menyamakan orang lain agar sama dengan kita,” katanya.

Dia juga menjelaskan kemajemukan bangsa dan masyarakat Indonesia yang meliputi Geografis, terdiri atas 13.667 Pulau; Etnik, terdapat 358 Suku Bangsa dan 200 Sub Suku Bangsa; Agama, terdiri dari 6 Agama yang diakui.

“Indonesia itu dianugerahi dengan kemajemukan yang berbeda, ini adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Kita bersyukur karena telah diwariskan oleh Founding Father kita yaitu Pancasila,” katanya.

Pemuda Harus Memiliki Kemampuan Ngerti, Ngrasa, Nglakoni

Kemudian, Pamong Wasbang, Ki Sutikno, mengatakan, pemuda saat ini harus memiliki kemampuan Ngerti, Ngrasa dan Nglakoni. “Cerdas itu melakukan apa yang dikatakan. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa segala ajaran dan cita-cita yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan dalam pelaksanannya,” katanya.

Bahkan, tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan dan menyadari, serta tidak ada artinya kalau tidak melaksanakannya dan memperjuangkannya. “Ilmu tanpa amal perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang,” ucap Ki Sutikno.

“Manusia produk gagal, berpikir negatif, menuntut perbedaan, egois, berpandangan materi, selalu melihat fisik. Manusia sukses berpikir positif, menuntut kebersamaan, berkeyakinan tinggi, peka, dan pikirannya tajam. Manusia berjiwa mulia berpikir selalu positif, menuntut kesatuan, nurani suci, free Will, keinsyafan tinggi,” imbuhnya.

FPK Hadir untuk Kebutuhan NKRI yang Rentan terhadap Konflik

Terakhir, Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Yogyakarta menjelaskan posisi geografis Indonesia yang sangat menguntungkan dan sumber kekayaan alam yang potensial, selain sebagai rahmat juga berpotensi mengundang sejumlah kerawanan dan ancaman. “Kondisi ini memposisikan Indonesia menjadi ladang perebutan pengaruh Negara-Negara besar dengan segala cara, salah satunya dengan memanfaatkan segala aspek berbangsa dan bernegara yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan. Hal ini sudah menjadi ancaman nyata bagi NKRI,” jelasnya.

Agar NKRI tetap utuh, menurut dia, Bangsa Indonesia harus memiliki daya tahan dan daya tingkat untuk menghadapi segala persoalan, ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan imunitas Bangsa ini, diwujudkan melalui pemahanan dan penerapa nilai-nilai luhur Bangsa oleh seluruh warga Negara Indonesia.

“Penduduk Indonesia terdiri berbagai macam Suku, Etnis, Agama, bahasa yang berbeda dengan latar belakang dan golongan dengan tengah mengalami ujian berat akibat arus Globalisasi yang mulai menggerus nilai-nilai kebangsaan dan berganti dengan pola hidup yang individualistik dan mengagungkan kebebasan. Kehadiran FPK sangat dibutuhkan untuk kebutuhan NKRI yang sangat rentan terhadap konflik. Perlu pembauran antar Suku agar Fanatisme kesukuan tidak memicu konflik. Sekecil apapun persoalan sosial harus segera terselesaikan agar tidak menjadi besar,” tambahnya.

Pembauran kebangsaan adalah proses pelaksanaan kegiatan integrasi anggota masyarakat dari berbagai Ras, Suku, Etnis, melalui interaksi sosial dalam bidang bahasa, adat istiadat, seni budaya, pendidkan, dan perekonomian untuk mewujudkan kebangsaan Indonesia tanpa harus menghilangkan identitas Ras, Suku, dan Etnis yang ada dalam kerangka NKRI.

“Tugas FPK, menjaring aspirasi masyarakat dibidang pembauran kebangsaan, menyelenggarakan forum dialog dengan pimpinan organisasi pembauran kebangsaan, pemuka adat, suku dan masyarakat, menyelenggarakan sosialisasi kebijakan yang berkaitan dengan pembauran kebangsaan, merumuskan rekomendasi kepada penanggung jawab FPK di wilayahnya. Maksud dan tujuan FPK, terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun, aman dan damai, mencegah masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dengan kekerasan yang bersifat keagamaan, sehingga tercipta kerjasama yang positif antar Ras, Suku, budaya dan adat istiadat yang dilindasi oleh toleransi, saling pengertian, menghormati, dan saling menghargai,” bebernya.

“Serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan antara Ras, Suku dan Etnis dikalangan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Adat. Memasyarakatkan program pembauran kebangsaan agar dapat dipahami dan dihayati oleh masyarakat secara luas. Semangat persatuan serta Nasionalisme terus dijaga dan ditingkatkan dengan keragaman itu tidak bukan menjadi perpecahan, tetapi dengan keragaman itu kita jadikan kekuatan untuk memajukan,” pungkas Wahyu. (cdr)

Leave A Reply

Your email address will not be published.