Berita Nasional Terpercaya

I Kadek Dian Sutrisna Artha, Siswa Teladan Jurusan IPA yang Berubah Haluan Jadi Ekonom

BERNAS.ID – Sejak kecil, I Kadek Dian Sutrisna Artha telah terbiasa menerapkan pola hidup yang teratur, mulai dari bangun pagi, sekolah, belajar, dan melakukan kegiatan lainnya.

Kebiasaan itu membuatnya menorehkan prestasi baik akademik maupun nonakademik, hingga terpilih sebagai Siswa Teladan Nasional pada 1995.

Meski mengambil jurusan IPA, Kadek kini justru malah jago dalam bidang ilmu ekonomi. Pria berusia 42 tahun ini sekarang menjadi Chief Economist PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), profesi yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

Dalam hidupnya, Kadek selalu meyakini setiap manusia akan menuai apa yang telah ditanam sehingga ia selalu berupaya untuk melakukan hal balik.

Baca Juga: Yanuar Iman Santosa, Dokter Spesialis THT yang Lincah Kembangkan Aplikasi Digital

Berikut ini kisah perjalanan hidup seorang Kadek dalam mencapai harapan.

Hidup Teratur

Kadek lahir di Kabupaten Tabanan, sekitar 35 km sebelah barat kota Denpasar. Ibunya yang seorang guru membuatnya terbiasa memiliki pola hidup yang teratur.

Misalnya, bangun pagi setiap pukul 04.00 membantu ibu pergi ke pasar membeli bahan untuk jualan. Dengan mengatur waktu secara terstruktur, ia bisa belajar dengan maksimal.

“Hidup teratur saya terapkan dari sejak kecil, sampai kuliah, dan bahkan sekarang,” katanya, kepada Bernas.id.

Meski sedari kecil terbiasa belajar, Kadek mulai merasa kegiatan sekolahnya mulai seimbang ketika melanjutkan pendidikan di SMA 1 Denpasar. Sekolahnya menawarkan berbagai ekstrakurikuler.

Kadek memilih mengikut kegiatan basket karena pada dasarnya ia menyukai olahraga. Siapa sangka jika ia akan terpilih menjadi Siswa Teladan Nasional atau Sistelnas.

Salah Jadwal

Kala itu, Kadek duduk di kelas 2 SMA. Ada pemilihan siswa teladan yang prosesnya dilakukan secara bertahap. Mereka yang terpilih sebagai Siswa Teladan Nasional atau Sistelnas harus menang di tingkat kota, untuk kemudian mewakili kota di level provinsi.

Meski akhirnya terpilih sebagai Sistelnas mewakili Provinsi Bali, namun ia harus melewati 'drama' karena salah jadwal. 

Pagi itu, Kadek mengikuti kelas seperti biasanya. Dia mengira hari tersebut bukanlah hari di mana harus mengikuti tes tertulis siswa teladan. Guru-guru mencarinya dan seketika ia panik karena persiapan yang seadanya.

“Saya dicari guru di kelas bilang hari ini tesnya. Saya gelagapan banget. Untungnya, tes tulis pelajaran, bukan tes keterampilan,” ujarnya. 

“Saya langsung berangkat ke tempat tes dengan persiapan yang ada, karena belum siap betul karena saya berpikir dijadwalkan pada waktu lain,” imbuhnya.

Ia hanya bisa pasrah. Keesokan harinya, Kadek harus melalui tes keterampilan. Sebagai informasi, siswa teladan dipilih berdasarkan kemampuan akademik dan nonakademik.

Baca Juga: Deasy Andriani, Tinggalkan Karier di Ibu Kota dan Dirikan Olifant School di Jogja

Kadek memilih untuk mengeluarkan kemampuannya dalam menari Bali. Mengingat persaingan yang sangat ketat di Kota Denpasar, ia berhasil terpilih mewakili Denpasar untuk maju ke level provinsi.

Singkat cerita, ia mampu unggul sehingga terpilih sebagai Siswa Teladan Nasional mewakili Bali di level nasional.

“Waktu itu saya ingat sekali, Indonesia ulang tahun ke-50 tahun, diundang ke istana lalu bertemu dengan Sistelnas lain,” katanya.

Membaca Buku Ekonomi

Semasa SMA, Kadek memilih jurusan IPA. Meski begitu, nyatanya ia masih bingung harus kuliah jurusan apa dan di mana. Saat itu, internet belum masif seperti sekarang sehingga ia hanya bisa menggali informasi dari buku dan senior.

Rencana awalnya, ia ingin mengambil jurusan Teknik Industri bahkan telah mengambil bimbingan khusus. Kemudian, seorang kakak kelasnya kuliah di Universitas Indonesia jurusan ekonomi. Sempat bingung antara Institut Teknologi Bandung atau UI, akhirnya ia memantapkan hati memilih ilmu ekonomi di UI.

“Pada saat pemilihan jurusan, ternyata bapak saya ilmu ekonomi, tapi nggak pernah bilang. Saya tahunya hanya ekonomi saja,” ucapnya.

“Bapak bilang, basic matematika dan IPA, analisisnya bisa diasah, jadi mendingan ambil ekonomi studi pembangunan,” ujarnya.

Setelah mengisi form pendaftaran melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), Kadek pergi ke toko buku dan membaca buku karya ahli ekonomi Prof. Dr. Anwar Nasution.

“Saya menemukan buku Anwar Nasution mengenai paket kebijakan perbankan. Itu buku ekonomi pertama yang saya baca. Ternyata kayaknya enak nih ekonomi,” kata Kadek.

Baca Juga: Kisah Advokat dan Kurator Jahmada Girsang, Dibully, Bangkit, hingga Raih Kesuksesan

Pada awal-awal kuliah, ia mengakui sempat kesulitan karena telah terbiasa dengan ilmu eksakta yang singkat. Proses adaptasi ia lakukan hingga akhirnya mampu mengungguli teman-temannya yang berasal dari jurusan IPS.

“Karena matematikanya, jadi kita tahu aplikasinya itu ada. Kita bisa pakai tools matematika untuk lihat behaviour dan perusahaan,” tuturnya.

Pada semester 3, Kadek tertarik dengan ilmu ekonomi atau Ekonomi dan Sosial Pembangunan, disingkat ESP. Terkadang, akronim itu suka diledek dengan kepanjangan Ekonomi Susah Pekerjaan.

Suatu ketika, ia ngobrol dengan ekonom Faisal Basri, yang memotivasinya dengan kisah inspirasi seorang anak petani yang mampu menjadi ekonom sebuah bank. Kadek menyelesaikan kuliah pada 2001 dengan gelar Cum Laude dan melanjutkan karier menjadi peneliti.

“Sebelum lulus sambil menunggu nilai, saya masuk LPEM jadi peneliti, bantu-bantu profesor, terus akhirnya diangkat jadi staf,” katanya.

“Saya banyak banget belajar mengenai aplikasi teori, penelitian ekonomi, dan sosial, ” imbuhnya.

Kuliah di Belanda

Hasrat untuk mengasah dayanya terus ia pelihara dengan mengambil kesempatan beasiswa di Vrije Universiteit Amsterdam. Itu pertama kali bagi Kadek pergi ke luar negeri. Ia harus bersaing dengan orang lain dengan orang-orang Eropa.

Saat itulah, dia menyadari ada banyak orang pintar di dunia ini, baik dari China, Belanda, dan negara lainnya.

“Di sana banyak belajar selain ilmu ekonomi, saya belajar mengenai sistem ekonomi negara Eropa, bergaul dengan teman-teman negara lain,” ucapnya.

Ia mendapat pesan dari Bambang Brodjonegoro agar jangan kembali ke Indonesia sebelum melanjutkan dan menyelesaikan S3. Kadek merampungkan program masternya pada 2006 dengan gelar Cum Laude. Sebelum lulus, dia sudah mengajukan proposal dan nilai untuk meneruskan studi, lagi-lagi di Belanda.

Baca Juga: Psikolog dan Akademisi Tia Rahmania, Putri Daerah yang Berhasil Raih Cita di Ibu Kota

Tapi kali ini bukan Amsterdam, melainkan University of Groningen yang tertarik dengan proposal disertasinya. Disertasi itu berjudul “Financial Crisis: Impact on Central Bank Independence, Output, and Inflation”.

Berbekal dengan pengalamannya semasa kuliah yang  melihat secara langsung krisis keuangan 1998 yang menerpa Indonesia.

Kemudian, krisis finansial 2008 kembali melanda Tanah Air, yang kemudian menginspirasinya untuk disertasinya. Menurutnya, krisis itu memang bagian dari siklus ekonomi, sama halnya dengan kehidupan.

“Ekonomi sama dengan kehidupan, naik sampai puncak kemudian terus turun ke titik terendah,” katanya.

“Krisis finansial berbeda dengan krisis lainnya karena disebabkan semakin meningkatnya risiko sektor finansial seiring terintegrasinya ekonomi antarnegara, arus uang bebas keluar masuk,” jelasnya.

“Tanpa ada kontrol yang baik, ini menyebabkan suatu negara sangat rentan dengan risiko,” imbuhnya.

Kombinasi Ilmu

Ilmu ekonomi dipandang sebagian masyarakat sebagai sesuatu yang sulit dipahami, apalagi berkaitan dengan perilaku akibat dari kegiatan ekonomi.

Lalu, bagaimana Kadek yang semula dari jurusan IPA bisa beradaptasi dengan ilmu ekonomi?

Menurutnya, ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu yang mengombinasikan antara eksak dan sosial, sehingga diperlukan kemampuan matematika, analisis, dan aspek sosial.

“Kita harus mempelajari behaviour masyarakat, ini multidisiplin sehingga menjadi tantangan sendiri,” ujarnya.

Kadek menyebutkan, pada awalnya memang ilmu ekonomi masih berkutat dengan matematika. Namun, dengan berbagai riset dan studi, yang paling penting adalah mengamati perilaku masyarakat.

“Dalam membuat kebijakan kita harus tahu respons masyarakat, mempertimbangkan itu, dan mengamati behaviour masyarakat,” ucapnya.

Untuk mengetahui perilaku masyarakat, salah satu caranya dengan melakukan riset secara langsung, baik mengobrol dengan teman, pelaku usaha, dan sebagainya.

“Nggak bisa di meja saja. Harus tahu secara riil, apa yang terjadi. Formulasikan policy bukan dari data-data yang ada lalu modelling matematika, tapi tidak pernah terjun ke lapangan,” kata Kadek.

“Ini kombinasi yang menarik, apalagi Indonesia adalaj negara yang memiliki laboratorium manusia yang paling kaya karena beragam, begitu pula dengan daerahnya,” tuturnya.

Kenali Potensi Diri

Sebagai seorang siswa yang meraih prestasi dengan segala keterbatasan teknologi kala itu, Kadek berpesan kepada generasi muda untuk mampu mengenali potensi diri.

Saat ini, sumber informasi tersedia secara lengkap dan cepat dengan internet sehingga bisa dimanfaatkan untuk memilih passion yang sesuai dengan perkembangan zaman.

“Generasi muda ini harus pikirannya ke depan, artinya apa yang sekarang diminta oleh pasar belum tentu ke depan dibutuhkan, perubahan sangat cepat apalagi teknologi terus berkembang,” katanya.

Baca Juga: Donni Prabowo, Entrepreneur Muda Pegiat Ekosistem Startup Lokal

“Cari potensi diri apa, cari sebanyak-banyaknya informasi berdasarkan potensi kira-kira bidang apa yang sesuai, setelah tahu jalani dengan baik, disiplin, juga bekerja keras,” imbuhnya.

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, Kadek selalu memegang prinsip tabur-tuai. Artinya, apa yang kita tanam maka itu yang kita tuai.

“Saya yakin kalau kita melakukan hal baik, hasilnya akan baik. Konsep itu saja yang saya pegang, sehingga kita tidak stres ketika nggak tercapai, atau ketika tercapai tapi nggak langsung sombong,” tuturnya.

Sebagai ekonom, nama Kadek sering muncul dalam berbagai artikel berita ekonomi. Dengan begitu, buah pemikirannya akan selalu hidup.

Leave A Reply

Your email address will not be published.