BERNAS.ID – Dahulunya, Bambang Trimansyah (Bambang Trim) dikenal sebagai pribadi yang agak tertutup. Uniknya, dia menyukai hal-hal baru dan menantang, sehingga boleh dikatakan dia juga seorang risk taker. Saat Bambang remaja suka bergaul dengan komunitas-komunitas tertentu, seperti komunitas BMX (sepeda) dan breakdance. Ia juga pernah mengenyam pendidikan tinggi di bidang penerbitan. Keahlian utamanya di bidang editing. Maksudnya, menyunting tulisan dan sekaligus membuat tulisan. Kiprah, karya, pencapaian, dan prestasinya di bidang literasi dan komunikasi membuat dirinya pantas dijuluki Begawan (Mahaguru) Literasi Indonesia.
Pendidikan formal ditempuh Bambang Trim sejak tahun 1979 hingga 1997. Tahun 1979 hingga 1985, ia menempuh SD di F. Tendean, Tebing Tinggi, Deli, Sumatera Utara. Tahun 1985 hingga 1988, ia menempuh SMPN 1 di Tebing Tinggi, Deli. Tahun 1988 hingga 1991, ia mengenyam bangku sekolah SMAN 5 di Medan. Tahun 1991 hingga 1994, ia menjalani Program Studi D3 Editing di Universitas Padjajaran. Tahun 1995 hingga 1997, ia berkuliah S1 Ekstension Sastra Indonesia di Universitas Padjajaran.
Karir Bambang Trim benar-benar dimulai dari bawah. Dimulai dari editor di Penerbit Rosdakarya (1995-1997), Managing Editor di Penerbit Salam (1999-2000), Manager di Penerbit Grafindo (2000-2002), Division Head di Penerbit Grafindo (2002-2004), Direktur di MQ Publishing (2003-2004), Direktur Utama di PT MQS Publishing (2004-2008), Pemimpin Redaksi Tabloid MQ dan Emqikids (2004-2006), Vice President di PT Salamadani Pustaka Semesta (2007-2008), Direktur di PT Salamadani Pustaka Semesta (2008-2010), GM for General Book di PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri (2010-2012), CEO Dixigraf Publishing Service (2008-sekarang). Saat ini beliau menjabat sebagai Direktur LSP PEP dan Institut Penulis Indonesia, sekaligus sedang menempuh studi S2 di Prodi Komunikasi Korporat, Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Paramadina, Indonesia.
Menggapai Mimpi
Menjadi editor dan penulis buku profesional tak pernah terbayangkan sedikitpun di benak Bambang Trim sejak kecil. Ia mengakui bahwa cita-citanya sejak kecil tentu berbeda dengan saat mulai beranjak dewasa. Menjadi Polisi adalah cita-citanya saat muda. Ia senang melihat Polisi yang gagah dan berharap jadi seperti mereka. Seiring berjalannya waktu, Bambang ingin mengikuti jejak ayahnya menjadi ahli teknik. Sehingga ia memilih jurusan fisika saat SMA. Namun, jalan hidup berubah drastis tatkala ia tidak diterima di ITB dan malah diterima di Fakultas Sastra D3 Unpad. Beruntung, keluarganya demokratis. Orangtua tidak memaksakan keinginan mereka, semua anak-anaknya diberi kebebasan memilih. Diantara enam bersaudara, ada yang menjadi ibu rumah tangga, akuntan, musisi, editor, dan juga guru TK.
Bambang mengakui saat mengambil Program Studi D3 Editing itu hanya coba-coba. Tambahnya pula, ia memang menyukai tulisan dan bacaan sejak SD. Jadi, sama sekali tidak terpikir akan berprofesi sebagai editor. Pilihan ini sebagai cadangan kalau-kalau tidak diterima di ITB maupun Unpad (S1).
Candradimuka Kehidupan
Kehidupan masa kanak-kanak penulis kelahiran Tebing Tinggi Deli, 29 Juni 1972, ini termasuk bahagia. Ia memiliki kebebasan bermain dan mengekspresikan diri di sekolah maupun di lingkungan tempatnya menetap. Ia tinggal di lingkungan kompleks sebuah pabrik es (perusahaan daerah) karena ayahnya bekerja sebagai manajer di sana. Ia mengenal kehidupan alam karena ayahnya memiliki ladang seluas lima hektar yang ditanami aneka tumbuhan. Bambang kecil mengalami masa mandi di sungai, membuat mainan tradisional dari bahan-bahan tumbuhan, serta berbagai permainan tradisional bersama teman-teman.
Saat remaja, Bambang terkena imbas kehidupan moderen. Misalnya, mulai beraktivitas di komunitas sepeda BMX. Ia bahkan sempat mampu merakit sepeda sendiri dan mengikuti beberapa perlombaan balap BMX, meskipun akhirnya kalah. Ia dan teman-teman sebenarnya lebih terampil dalam freestyle BMX daripada balap. Bambang juga belajar breakdance. Saat itu, dirinya lebih banyak bergaul dengan anak-anak jalanan daripada teman-teman sekolah.
Masa remaja dilalui Bambang di kota kecil, Tebing Tinggi Deli, sekitar 80 km dari Kota Medan. Masa SMA di Medan ini merupakan masa-masa sulit dalam kehidupan Bambang, karena ayahnya telah pensiun dan kebutuhan hidup amat banyak. Bambang saat itu bahkan merasa agak pesimis untuk melanjutkan kuliah. Namun, kakak keduanya yang sudah bekerja di Bandung (PT INTI) mengajak Bambang melanjutkan kuliah di Bandung. Akhirnya, Bambang pun tinggal di Bandung sejak tahun 1991.
Jiwa Wirausaha
Meskipun hidup berkecukupan di masa kecil, Bambang sudah mulai berjualan sejak kelas 5 SD. Ia membantu teman berjualan es batangan yang dipotong kecil-kecil pada saat Bulan Ramadhan tiba. Banyak orang di Tebing Tinggi khususnya berbuka puasa dengan minuman dingin. Bayangkan saja, ayah Bambang sebagai manajer pabrik es, namun anaknya malah ikut berjualan es bersama anak karyawan ayahnya. Ketika ayahnya mengetahui hal itu, beliau tidak melarangnya.
Saat masuk komunitas BMX, Bambang juga merakit komponen sepeda bersama teman, lalu dijual. Ia juga sempat menjual sepeda utuh hasil rakitan. Jadi, jiwa entrepreneur sudah tertanam dalam dirinya sejak kecil. Ketika memasuki masa sulit jaman SMA, Bambang membuka warung di depan rumah di Medan. Ia menepis rasa malu diantara teman-teman. Kebetulan saat kelas satu, ia bersekolah pada siang hari. Jadi pagi-pagi ia sudah ke pasar membeli bahan belajaan untuk dijual di warung. Ada rokok, permen, mie instan, dan sebagainya. Masa-masa ini sangat menempa jati dirinya. Dalam bahasa populer, ia mengasah adversity quotient kecerdasan yang muncul karena pernah merasakan kepahitan hidup.
Sampai terbawa saat mulai kuliah, Bambang senantiasa berusaha mencari uang sendiri. Saat di tingkat III, ia sudah mahir mengoprek komputer. Ia mencoba membantu membuat booklet kegiatan, mengetik laporan teman, dan mengeditnya. Dari situlah, ia memperoleh penghasilan yang lumayan.
Berjuta Pengalaman
Bambang memiliki pengalaman banyak sekali, mulai dari yang mengenakkan hingga tidak mengenakkan. Meskipun sekarang dikenal sebagai editor dan penulis yang punya latar belakang kebahasaan, tetapi saat kelas 1 SMA, Bambang pernah diberi angka lima untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia oleh gurunya. Pasalnya, ia selalu membuat karya yang aneh menurut beliau, tidak mengikuti pakem. Itulah sejarah dalam hidupnya, kali pertama mendapat nilai merah. Padahal, sejak SD hingga SMP, ia selalu mendapatkan rangking di kelasnya. Perpindahan dari Tebing Tinggi ke Medan, ditambah kondisi keluarga yang kurang baik, membuat prestasi belajar Bambang di SMA ikut berantakan.
Di kampus, Bambang secara pribadi berubah drastis. Dari pribadi yang tertutup dan jarang aktif di kegiatan, menjadi pribadi yang superaktif. Ia menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Editing, anggota Badan Pertimbangan Mahasiswa di D3 Sastra Unpad, dan puncaknya menjadi Ketua Unit Persatuan Catur Mahasiswa Unpad sekaligus anggota Presidium Senat Unpad. Di sinilah ia banyak bergaul dengan berbagai kalangan sekaligus menempa keberaniannya sebagai bekal kelak di dunia kerja.
Mahakarya Pertama
Bambang mulai menulis buku sendiri pada 1994, tatkala lulus dari jurusan D3 Editing Unpad. Ia kali pertama menulis buku pelajaran bahasa Indonesia untuk SMP. Waktu dalam kondisi lajang ini, ia sudah mengantongi honor jutaan rupiah. Ia mulai merasakan nikmatnya “kehidupan baru” sebagai penulis. Tahun 1995, Bambang bekerja di Penerbit Rosdakarya dengan cara lulus tes. Ya, lulus tes karena waktu itu ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak meminta bantuan orang lain atau dosen agar mendapatkan kerja. Sebab banyak teman yang masuk kerja duluan melalui jalur (bantuan) dosennya. Ia menahan diri sehingga sempat menganggur satu tahun. Sebenarnya ia tidak benar-benar menganggur karena tetap mendapat order menulis buku.
Sengsara Membawa Bahagia
Sembari bekerja, Bambang melanjutkan studi di S1 Ekstensi Sastra Indonesia Unpad. Di sinilah ia mendapatkan pengalaman pahit, sekaligus mendewasakannya. Ia mengajukan penelitian dan judul skripsi tentang sastra anak sesuatu yang jarang diajukan mahasiswa di sana. Pada saat bimbingan skripsi lancar saja, saat sidang justru dibantai dengan nilai C. Ia nyaris lulus cumlaude jika saja nilai skripsinya A atau B.
Bambang hingga kini tidak mengerti alasan mengapa skripsi itu diberi nilai C sesuatu yang juga jarang terjadi. Asumsi utama yang tidak secara eksplisit dikemukakan dosen pembimbingnya adalah kelas regular S1 Sastra Unpad tidak ada yang meraih cumlaude pada saat kelulusan tersebut. Oleh karena itu, tentu tidak diperkenankan seorang mahasiswa yang hanya berkuliah di ekstensi (program di luar UMPTN) ini mendapatkan predikat cumlaude. Meski rasanya tidak adil, ia menerima kenyataan ini dengan rasa geram.
Tibalah kemudian ada program penerbitan buku dari hasil penelitian yang diprakarsai Yayasan Adikarya IKAPI dan Ford Foundation. Dua lembaga tersebut menilai naskah layak bidang humaniora untuk kemudian diberi bantuan penerbitannya. Bambang bergegas mengubah skripsinya yang diberi nilai C menjadi naskah buku untuk diajukan. Hasilnya, naskah itu dinyatakan layak dan lolos Program Pustaka I Adikarya IKAPI-Ford Foundation. Naskah tersebut diberikan kata pengantar oleh Pakar Sastra Anak dari UGM, Dr. Sugihastuti, dan diberi pujian. Ketika naskah tersebut dicetak menjadi buku, buku itu kemudian dibagikannya ke semua dosen di jurusan Sastra Indonesia, Unpad. Itulah naskah yang dulu berupa skripsi dengan nilai C.
Sensasi Tersendiri
Bambang menekuni kehidupan sebagai ghostwriter ataupun co-writer sejak tahun 2000, saat dirinya telah memahami lebih jauh seluk-beluk penulisan buku. Kali pertama, ia menjadi ghostwriter untuk seorang purnawirawan TNI yang sempat menjadi Direktur RS Cipto Mangunkusumo. Ia menulis dari sisi pengalaman beliau ketika memimpin RSCM yang begitu dramatik, karena harus berhadapan dengan sistem yang birokratis dan korup. Beliau mengubah RSCM menjadi rumah sakit yang memiliki citra positif. Saat buku dalam proses cetak, beliau melakukan operasi by pass jantung. Operasi gagal, dan beliau meninggal saat buku itu sudah terbit. Bagi Bambang, peristiwa tersebut sangat berkesan karena buku dibagikan saat para sahabat dan kerabat beliau melakukan takziah.
Bambang juga sempat menjadi ghostwriter dan co-writer untuk Aa Gym ketika bergabung dengan MQS Publishing. Tentu menjadi kebanggaan tersendiri menuliskan buah pikiran dari Da'i yang sedang naik daun dan kharismatik saat itu. Puncaknya saat ia menulis buku “Aa Gym Apa Adanya: Sebuah Qolbugrafi”. Buku ini terjual lebih dari 130.000 eksemplar masa itu dan mendapat pujian di sana sini.
Bianglala Marcapada
Bambang Trim memiliki banyak pengalaman di penerbitan. Tahun 1995-1997, ia menjadi editor di Penerbit Rosdakarya. Tahun 1999-2000, ia menjadi managing editor di Penerbit Salam. Tahun 2000-2002, karirnya naik menjadi manager di Penerbit Grafindo. Tahun 2002-2004, ia dipercaya menjadi division head di Penerbit Grafindo. Bambang memulai karier dari bawah sekali sebagai copy editor di tahun 1995. Saat itu, gaji pertamanya di bawah 300 ribu rupiah per bulan. Namun, karir ini dijalaninya dengan tekun. Ia mulai mencuri kesempatan untuk belajar melayout (desktop publishing) dari para senior di sana. Ia tidak menolak pekerjaan mengedit apa pun.
Awalnya, Bambang diminta mengedit buku agama, lalu diminta juga mengedit buku perguruan tinggi, buku anak, dan juga buku pelajaran. Alhasil, ia memang menjadi editor serba bisa dengan pengalaman mengedit berbagai jenis naskah. Atasannya menyukainya karena fleksibilitas ini. Kemampuan menulisnya juga sangat membantu saat melakukan penulisan ulang (rewriting) pada naskah yang kurang layak. Ia juga sering membantu membuat resensi dan teks iklan untuk buku. Bayangkan, masa itu ia pernah melakukan rewriting untuk sebuah naskah kamus geografi. Beruntung ia mampu menyelesaikan sendirian, padahal ia sama sekali tidak memiliki latar belakang ilmu geografi.
Dua tahun bekerja di Rosdakarya, Bambang mengundurkan diri. Ia pindah ke penerbit lain yang baru berdiri yaitu Salam Prima Media. Keluarnya Bambang mengejutkan banyak pihak di internal Rosdakarya karena kejadian seperti ini jarang sekali berlaku. Comfort zone membuat seorang karyawan itu tabu keluar. Ia yang masih bau kencur ini dan saat itu sedang bersinar malah mengajukan keluar.
Salah satu alasannya, sistem senioritas yang ada dalam carrier pad. Jadi, saat seniornya tidak keluar, ia tentu tetap akan di bawah mereka, baik secara kedudukan maupun penghasilan. Jadi, Bambang memutuskan pindah penerbit. Ia mendapat bayaran lebih tinggi saat itu. Karirnya di penerbit Salam ini meningkat setelah direktur mengetahui kompetensinya. Dari editor, posisinya naik menjadi managing editor (kabag), lalu menjadi asisten manajer penerbitan, dan kemudian menjadi manajer. Saat itu, Penerbit Grafindo merupakan penerbit buku pelajaran paling agresif dalam soal kemajuan. Puncak karirnya saat menjadi Division Head (setingkat GM) di Penerbit Grafindo. Uniknya, ia sudah keluar masuk perusahaan ini sebanyak tiga kali. Terakhir tahun 2010, dengan posisi sebagai Direktur Penerbit Grafindo.
Simalakama Profesi
Bambang Trim pernah menduduki jabatan prestisius. Tahun 2003-2004, ia dipercaya sebagai Direktur MQ Publishing. Tahun 2004-2008, ia diberi amanah sebagai Direktur Utama PT MQS Publishing. Tahun 2004-2006, ia diberi tugas sebagai Pemimpin Redaksi Tabloid MQ dan Emqikids.
Bambang Trim bersentuhan dengan komunitas MQ pada tahun 2003. Ia berjumpa dengan Aa Gym dan mengobrol dengan beliau selama dua jam. Sesuatu yang luar biasa kala itu mengingat kesibukan Aa Gym. Masih tebersit dalam ingatannya, bagaimana Aa Gym mengatakan bahwa beliau tidak pernah percaya pada seseorang dalam hitungan jam. Namun saat berbicara dengan Bambang Trim, beliau mengatakan bisa percaya dan langsung memintanya bergabung dengan MQ.
Bambang memutuskan bergabung serta langsung mendapat posisi sebagai Direktur di MQ Publishing. Dengan hanya bermodal karyawan beberapa orang dan beberapa unit komputer, ia membawa MQ Publishing melaju sebagai penerbit Islam baru yang muncul dengan karya-karya kreatif. Karya pertama kami adalah Welcome to Daarut Tauhiid sebuah buku panduan wisata rohani ke MQ. Karya kedua adalah Aa Gym Apa Adanya: Qolbugrafi yang disponsori PT Adira (Honda). Dana sponsor itulah yang diputar untuk memajukan MQ Publishing.
MQ Publishing kemudian atas dasar efisiensi dimerger dengan perusahaan Mutiara Qolbun Saliim (MQS) yang kala itu bergerak di bidang distribusi multiproduk, utamanya buku dan kaset/CD. Masalahnya, MQS mewariskan utang miliaran rupiah dan piutang macet yang juga sampai angka satu miliar. Di sinilah kepemimpinan Bambang Trim diuji untuk membereskan banyak masalah internal maupun eksternal. Praktis memang, ia bekerja mencuci piring dan coba menyehatkan kembali perusahaan MQS.
Posisi Aa Gym yang masih eksis di kancah dakwah memang sedikit banyak membantu MQS memperoleh kembali kepercayaan para stakeholder. Pada saat mulai menunjukkan hasil, Bambang Trim juga dipercaya untuk menjadi Pemimpin Redaksi di Tabloid MQ dan mulai merombak kebijakan keredaksian agar sejalan dengan tuntutan zaman dan spirit MQ. Tabloid MQ pun setali tiga uang dengan MQS yang mengalami persoalan finansial sangat akut. Jadi, Bambang Trim memang ditempa dengan kesulitan saat memimpin MQS dan Tabloid MQ meskipun kekuatan brand MQ sangat membantu untuk memulihkan keadaan tersebut.
Saat memimpin MQS, Bambang Trim dalam kondisi luka-luka masih mampu membereskan persoalan piutang pihak kedua yang memiliki percetakan. Mesin cetaknya ia sita, lalu ia mendirikan MQ Printing. Kemudian, ia membuat sebuah distributor di Jakarta mengakui piutang dengan MQ dan membayar kompensasi dengan sewa tempat selama beberapa tahun. Di sinilah ia mendirikan perusahaan distributor baru bernama Niaga Qolbun Saliim (NQS). Ia juga mendirikan cikal bakal toko buku di depan lahan kantor MQS yang tadinya tidak produktif (dijadikan tempat parkir) menjadi MQ Book Store.
Pada tahun 2007, saat di MQS pula, Bambang Trim mendirikan divisi jasa penerbitan bernama Publishing Quick Service (PQS). Inilah cikal bakal perusahaan publishing service dan book packager yang kelak diakuisisi secara pribadi menjadi Detik@, lalu diubah namanya menjadi Dixigraf Publishing Service.
Matahari Impian
Pada tahun 2007-2008, Bambang Trim dipercaya menjabat sebagai Vice President PT Salamadani Pustaka Semesta. Tahun 2008-2010, ia dipercaya menjabat sebagai Direktur PT Salamadani Pustaka Semesta. Lika-liku perjuangannya menarik disimak.
Bambang Trim masuk ke Salamadani selepas mengundurkan diri sebagai Direktur Utama MQS Publishing. Salamadani adalah perusahaan yang sama sekali baru. Bambang ikut membidani pendiriannya. Sebagai starting company, tantangan utama adalah membentuk tim atau SDM yang bisa diajak bekerjasama. Banyak hal yang menjadi trial and error, terutama dalam membentuk tim baru publishing. Salamadani pada awal masih merugi dan belum menemukan bentuk penerbitan yang mantap. Saat itu dimulai pada akhir tahun 2008.
Pada tahun 2009, Bambang Trim ditunjuk memimpin penuh Salamadani menjadi direktur. Saat inilah ia mendirikan Salam Book House yang terdiri atas book store dan ruangan meeting (pelatihan). Waktu itu, ia mulai menggembar-gemborkan era komunitas dengan membentuk komunitas yang diwadahi Salam Book House.
Bambang Trim kemudian membentuk komunitas Islam bernama Majelis Iqra Darussalam (Misqad). Sungguh tempat Salam Book House pada masa itu ideal sekali karena di sampingnya berdiri masjid megah Darussalam. Ia menjadikan Salam Book House sebagai tempat wisata edukasi. Banyak kunjungan yang terjadi masa itu. Wisata melihat proses penerbitan dan pencetakan buku, lalu diakhiri dengan belanja di toko buku. Beberapa event juga sempat diselenggarakan di sana. Bahkan, mahasiswa program master (S2) dari University Malaya, Malaysia yang mengambil jurusan pengkajian media (penerbitan) sempat melakukan kunjungan ke Salam Book House dan terkagum-kagum dengan kemajuan perbukuan yang ditampilkan.
Kiprah Bambang Trim di Salamadani sebentar sekali. Namun, secara monumental saat peresmian Salam Book House, ia sempat menerbitkan Salam Quran dengan format square pertama dan bermotif batik. Sontak kehadiran Salam Quran menarik perhatian kaum Muslim di Indonesia. Salam Quran bahkan dipesan secara khusus oleh Group Bakrie dan PT Takaful Indonesia sebagai souvenir.
Selain itu, Bambang Trim juga sempat membidani kelahiran buku-buku best seller hasil karya Ustadz Yusuf Mansur dan buku fenomenal bertajuk Api Sejarah karya Prof. Dr. Ahmad Mansur Suryanegara yang mencetak best seller. Bambang mengundurkan diri sebagai Direktur Salamadani plus Direktur Grafindo pada pertengahan 2010.
Bintang Harapan
Bambang Trim pernah menjabat sebagai GM untuk General Book di PT Tiga Serangkai (TS) Pustaka Mandiri pada tahun 2010. Ia juga pernah menjabat sebagai CEO Dixigraf Publishing Service pada tahun 2008.
Lepas dari Salamadani dan Grafindo, Bambang Trim menerima tantangan sebagai GM Penerbitan Buku Umum di PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri di Solo. Sebenarnya, jabatannya turun setelah puncak karier sebagai direktur di tiga penerbit besar. Namun, sekali lagi jiwanya sebagai orang yang menyukai tantangan kembali bergejolak.
Ia merasa mampu membuat perubahan di Penerbit TS yang sudah berusia lebih dari separuh abad itu. Ia mulai merombak organisasi editorial dan juga kemudian diminta memimpin pasukan marketing hingga ke cabang-cabang. Pekerjaannya berfokus di penerbitan buku umum. Dia mengaku belum berbuat banyak, kecuali sempat meluncurkan program penerbitan serial The Story Explorer dan First Novel yang merupakan cikal bakal program literasi dengan pembaca sasaran anak-anak. Di akhir tahun 2011, ia memutuskan meninggalkan TS. Jadi, hanya satu setengah tahun Bambang berkiprah di TS.
Bambang memutuskan kembali ke Bandung mengembangkan perusahaan sendiri yang sudah berdiri sejak tahun 2008, yaitu Dixigraf Publishing Service dan Trim Komunikata. Perusahaan terakhir didirikannya pada tahun 2009 dengan badan CV dan bergerak dalam bidang training serta konsultasi penulisan-penerbitan. Dixigraf memang tidak berkembang signifikan meskipun juga menangani pekerjaan klien dari penerbit kelas kakap. Pasalnya, karena pengaruh dirinya masihlah kuat sebagai penulis, editor, dan pemilik ide-ide pengembangan di Dixi.
Bambang belajar banyak bahwa berbisnis sendiri haruslah fokus dan tidak bisa disambi-sambi. Artinya, ia tidak bisa melakoni diri sebagai profesional di perusahaan milik orang lain sambil menjalankan perusahaan milik sendiri, apalagi bidang perusahaan itu saling beririsan. Akhirnya, ia memutuskan kembali membangun Dixigraf yang sebenarnya sudah eksis sejak tahun 2008.
Jiwa Pendidik
Selain dikenal sebagai Pendekar Literasi, Bambang Trim juga memiliki jiwa pendidik. Ia pernah menjadi dosen Luar Biasa D3 Editing Unpad tahun 1999 hingga 2009. Tahun 2009, ia juga pernah menjadi Dosen Politeknik Negeri Jakarta, Jurusan Penerbitan. Di tahun 2010, ia juga pernah menjadi dosen Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta.
Jiwanya yang tidak terbendung adalah jiwa seorang pendidik. Bambang Trim memang memilih kembali ke almamater untuk mengajar awalnya sebagai asisten dosen pada 2000. Lalu, ia diminta mengajar penuh dan memegang mata kuliah inti di jurusan D3 Editing Unpad. Ia juga sempat mengajar di SMA Plus Muththahari Bandung, untuk mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas dua dengan konsentrasi penulisan. Waktu itu ia menggantikan Mas Hernowo (Mizan) yang tidak bisa mengajar lagi. Sejak itulah dunia pengajaran menjadi bagian dari hidupnya.
Banyak pengalaman menarik membina mahasiswa.
Namun, ia menyadari bahwa hanya 10% mahasiswanya yang benar-benar serius dan tertarik dengan jurusan yang dipilihnya. Kebanyakan dari mereka memilih jurusan editing itu tanpa visi dan hanya karena kebetulan belaka. Sampai kemudian isi kuliah dari dirinya pun kebanyakan kuliah motivasi daripada materi tentang penerbitan.
Hal ini setali tiga uang dengan yang terjadi di Politeknik Negeri Jakarta Jurusan Penerbitan dan Politeknik Negeri Media Kreatif Jurusan Penerbitan. Bambang Trim boleh jadi satu-satunya praktisi penerbitan yang mengajar bidang penerbitan di tiga PTN berbeda. Kondisi satu dan lainnya berbeda dari sisi fasilitas dan konsentrasi. Tentu fasilitas yang paling lengkap adalah di Politeknik Negeri Media Kreatif. Namun, kondisi mahasiswanya sama, masih gamang memilih jurusan penerbitan dan tidak tahu mereka bisa berbuat apa kelak dalam industri penerbitan. Dari sinilah, Bambang Trim berjuang mengampanyekan semangat writerpreneurship dan juga profesi-profesi yang dapat dikembangkan di industri kreatif penerbitan.
Bambang Trim juga berpengalaman sebagai trainer dan konsultan di bidang penulisan serta penerbitan. Diakuinya, dia pernah menjadi trainer seiring dengan pengalamannya saat mengajar di D3 Editing Unpad. Tepatnya, saat ia mendirikan lembaga bernama Pusat Informasi dan Kajian Perbukuan (PIKBUK). Di sini kemudian orang mulai mengenal nama Bambang Trim. Ia menyelenggarakan pelatihan penerbitan buku bekerja sama dengan IKAPI Jabar. Jelaslah bahwa Bambang Trim telah menyelenggarakan pelatihan langka di bidang perbukuan sejak tahun 2000.
Semasa berkarya di Grafindo maupun MQS, Bambang Trim aktif memberikan training tentang kepenulisan, editorial, maupun penerbitan. Puncaknya di MQS, ia mampu mengundang penulis dan editor berbagai penerbit untuk belajar di MQ. Pada tahun 2005, ia sempat meluncurkan program training bertajuk H16H yaitu membuat buku hanya 16 halaman dalam training efektif 16 jam. Peserta pelatihan mencapai 20 orang dan dirinya kaget karena yang ikut adalah para trainer dengan jam terbang tinggi di Indonesia. Namun, mereka memberikan apresiasi tinggi terhadap pelatihan itu dan beberapa diantaranya kini telah menulis buku di beberapa penerbit mayor.
Berkarya Demi Indonesia Jaya
Bambang Trim memiliki berbagai pengalaman berorganisasi dan profesional. Semua itu dijalaninya demi kemajuan dan kejayaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Informasi dan Kajian Perbukuan tahun 1999-2001, Wakil Ketua Ikapi Jabar tahun 2003-2006, Pendiri Komunitas Lintas Buku (KOLBU) Learning Center tahun 2004, Ketua Forum Editor Indonesia tahun 2006-2008, Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan (PP IKAPI) tahun 2011-2014, Pembina Yayasan Jembatan Pekerti yang didirikan Dewi Utama Fayzah tahun 2010.
Bambang Trim telah aktif di organisasi sejak kuliah. Dimulai saat ia menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Editing Unpad. Ia pernah dipercaya juga sebagai Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Persatuan Catur Mahasiswa (Percama) Unpad hingga membawanya menjadi anggota Presidium Senat Unpad. Di situlah kemampuan berorganisasinya terasah.
Selepas kuliah, Bambang Trim tergerak membentuk organisasi di bidang yang digelutinya. Waktu itu, ia memandang minimnya data dan riset tentang perbukuan di Indonesia. Karena itu, dari Bandung sebagai salah satu kota barometer perbukuan di Indonesia, ia mendirikan Pusat Informasi dan Kajian Perbukuan (PIKBUK) bersama teman-teman sekampus. Kehadiran PIKBUK disambut baik, terutama oleh tokoh perbukuan kala itu, seperti Mas Putut Widjanarko yang kala itu memimpin Mizan dan juga penulis senior seperti Dr. Deddy Mulyana. Bersama tim, ia sempat menyelenggarakan seminar dan juga pelatihan serta menerbitkan buletin Membaca.
Organisasi PIKBUK tidak bertahan lama karena menyangkut dana operasional dan juga kesibukan Bambang sebagai karyawan di sebuah penerbitan. Aktivitasnya di penerbitan serta pemikirannya tentang kemajuan perbukuan Indonesia membawanya memasuki organisasi penerbit satu-satunya di Indonesia, yaitu Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Waktu itu, ia mulai ikut pemilihan Ketua IKAPI dari kalangan muda. Beruntung dirinya terpilih sebagai Wakil Ketua IKAPI Jawa Barat karena kalah suara dari senior. Ia hanya bertahan selama satu periode (empat tahun) di IKAPI Jawa Barat. Pada pemilihan periode selanjutnya, Bambang kalah lagi. Ia memilih untuk keluar dari kepengurusan IKAPI karena masalah idealisme. Padahal, sebelumnya dalam kongres IKAPI Pusat, ia sempat dicalonkan menjadi Ketua Bidang.
Kiprahnya di Penerbit MQS berlanjut dengan mendirikan organisasi dalam bentuk komunitas. Jauh sebelum ada demam sosial media, Bambang sudah sangat sadar dengan pentingnya membangun komunitas. Ia mendirikan Komunitas Lintas Buku (KOLBU) yang kelak menjadi imprint Penerbit MQS khusus menerbitkan buku-buku dengan topik baca-tulismeniru MLC yang dimotori oleh Mas Hernowo di Mizan. KOLBU sempat menyelenggarakan beberapa kali pelatihan di bidang penulisan-penerbitan dan diikuti ratusan peserta dari berbagai penerbit maupun kalangan profesional.
Bagi Bambang Trim, momentum yang paling berkesan adalah ketika ia memelopori berdirinya Forum Editor Indonesia (FEI) di bulan November 2006. Peristiwa bersejarah dalam hidupnya itu dihadiri sekitar seratus orang peserta dalam acara pendeklarasiannya di Bandung. Dengan posisinya saat itu sebagai Direktur Utama MQS, memang mudah sekali bagi Bambang Trim untuk menghimpun para editor dan mengadakan perhelatan kegiatan secara nasional. FEI pernah sempat vakum dan rencananya akan dihidupkan kembali pada 2012. Sebagai penggagas FEI, ia sempat diundang menyajikan makalah tentang perkembangan editor di Indonesia oleh Persatuan Editor Malaysia pada bulan Mei 2011 di Selangor, Malaysia.
Bambang Trim memilih aktif di organisasi Pusat IKAPI setelah adanya pergantian kepengurusan pada 2011. Dirinya dipercaya menduduki posisi sebagai Ketua Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi. Jabatan ini memang sesuai dengan jiwanya yang memang terkait erat dengan dunia pelatihan dan pengelolaan informasi.
Bambang Trim juga berkiprah di dunia pendidikan. Ia ikut membidani lahirnya Yayasan Jembatan Pekerti bersama beberapa tokoh dari Kemendikbud, seperti Ibu Dewi Utama Fayzah dan Bapak Zulfikri Anas (Puskurbuk). Yayasan yang dipimpin Bapak Ikhsan Fauzie ini bergerak dalam bidang pengembangan pendidikan, terutama pendidikan pra sekolah dan dasar. Bersama tim, Bambang Trim sering mengadakan berbagai seminar-lokakarya-pelatihan pemberdayaan untuk guru-guru di berbagai daerah. Ia terlibat dalam menyiapkan konsep dan menerbitkan buku-buku atau bahan cetakan yang relevan dengan tujuan organisasi. Timnya juga pernah menjajaki kerja sama CSR dengan PT Pos Indonesia di bidang pelatihan melek literasi.
Top Ten Issues
Ada beberapa topik penting yang menjadi hot issues di dunia perbukuan dan editologi. Bambang menyebutkan hal itu sebagai “top ten issues” yang sering dijumpai di dalam praktek/kehidupan sehari-hari terkait bidang Writerpreneurship, Editologi, dan publishing science.
Pertama, rendahnya kemampuan literasi bangsa kita. Terutama terkait literasi baca-tulis, sehingga menimbulkan dampak rendahnya minat membaca dan minat menulis. Kedua, awamnya pengetahuan masyarakat kita tentang dunia penulisan-penerbitan. Ketiga, industri kreatif penerbitan belum dipandang sebagai industri penting atau strategis sebagai upaya untuk pencerdasan bangsa. Keempat, pelajaran mengarang atau menulis gagal diajarkan di banyak sekolah karena metode yang salah. Kelima, banyaknya aksi plagiat yang dilakukan orang-orang yang disebut intelektual maupun akademisi di Indonesia.
Keenam, minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat Indonesia tentang kerja penyuntingan dan profesi penyunting. Ketujuh, sedikitnya profesionalisme di bidang perbukuan. Selain itu, jenjang yang rendah untuk pendidikan penerbitan di Indonesia. Hingga kini, di Indonesia baru jenjang D3 di tiga PTN. Kedelapan, lahirnya banyak penulis baru, tetapi miskin dari segi ide dan kreativitas penyajian. Kesembilan, kebijakan pemerintah terhadap penulis dan buku belum berpihak seratus persen. Misalnya, masih dikenakannya pajak bagi penulis buku dan impor buku. Kesepuluh, penghargaan kepada penulis sebagian besar oleh masyarakat, penerbit, maupun pemerintah masih rendah.
Solusi Jitu
Ada beberapa strategi solutif untuk mengatasi “top ten issues” tersebut. Undang-undang Perbukuan Nasional perlu segera disahkan oleh DPR RI dan disosialisasikan ke semua kalangan. Undang-undang tersebut memuat regulasi tentang industri kreatif penerbitan Indonesia, agar lebih profesional serta memberikan kemudahan bagi para pemangku kepentingan untuk bertumbuh dan berkembang. Sebagai industri strategis, wajarlah bila pemerintah mendirikan Badan Pengembangan Perbukuan Nasional seperti yang tersurat dalam amanat RUU Perbukuan Nasional.
Wacana melek literasi harus dijadikan program dan masuk dalam kurikulum pendidikan untuk menyelamatkan generasi Indonesia dengan pengetahuan dan penguasaan information literacy.
Penulis Ideal
Bambang Trim memiliki kriteria tersendiri terkait penulis ideal. Menurutnya, penulis ideal itu tentunya penulis kreatif yang mampu mengalirkan ide-ide pencerahan dan perubahan ke dalam tulisan sehingga para pembaca tergerak melakukan perubahan diri ke arah lebih baik. Dari sini kreativitas dan produktivitas sangat dipentingkan.
Begitupun kita memerlukan editor yang bukan hanya teliti dan telaten dalam soal kebahasaan, melainkan juga kreatif mendorong atau menyelia hasil karya penulis menjadi lebih baik dan lebih menarik. Keduanya, baik penulis maupun editor haruslah memiliki pengetahuan dan wawasan yang mumpuni untuk menghasilkan suatu buku mendalam namun komprehensif dari suatu bidang.
Di masa mendatang, akan lahir futuristic writer and editors. Penulis dan editor masa depan adalah penulis dan editor yang sadar komunitas dan sadar jejaring (networking). Mereka haruslah mampu memahami keinginan dan kebutuhan calon pembaca yang terus bertumbuh serta berkembang dari tiap generasi.
Strategi Sukses
Fokus dan selalu berusaha menjadi yang terbaik. Itulah formula Bambang Trim di dalam berproses meraih kesuksesan. Ia selalu fokus pada apa yang bisa dilakukannya. Saat fokus, ia berusaha menjadi yang terbaik. Sewaktu belajar editing, ia fokus mencari sebanyak mungkin informasi tentang perbukuan internasional dan juga perbukuan nasional. Ia tidak segan belajar dari para tokoh perbukuan, seperti dosennya, Bapak Dadi Pakar (alm), Ibu Sofia Mansoor, dan Bang Mula Harahap (alm).
Bambang Trim banyak menghabiskan waktu di perpustakaan untuk mencari literatur tentang penulisan-penerbitan. Ia pun belajar dari penulis-penulis masa lalu yang hebat, baik secara praktik maupun teori. Sebutlah mulai dari The Liang Gie, Eka Budianta, Umar Kayam, Motinggo Busye, Kuntowijoyo, Ismail Marahimin, Arswendo Atmowiloto, Emha Ainun Nadjib, Hilman Hariwijaya, dan Golagong.
Bambang Trim juga mementingkan proses dan praktik dengan menikmati proses menjadi seorang penulis dan editor dari karir paling bawah. Pada saat menjadi copy editor di Rosdakarya, ia tidak pernah menolak pekerjaan mengedit buku apa pun, sehingga dirinya terlibat dalam pengeditan buku agama kali pertama, lalu buku pelajaran, buku perguruan tinggi, hingga kemudian buku anak. Alhasil, kemampuan editing sekaligus menulisnya terasah dengan baik untuk berbagai jenis buku.
Proses Kreatif
Bambang Trim dikenal sebagai editor dan penulis yang multitalenta dan multitasking. Artinya, beliau memiliki keahlian di banyak hal. Misalnya menguasai publishing science, editologi, sastra anak, dan general writing (termasuk business writing, PR writing, dan academic writing).
Bambang mengakui bila dirinya menikmati proses untuk melakukan apa pun yang menurutnya mampu dilakukan. Ketika berkarya di Penerbit Salamadani, ia ditantang untuk menghasilkan buku anak. Otomatis dirinya pun memulai karier menulis buku anak. Lalu, ketertarikan terhadap dunia buku anak ini mendorongnya mengajukan judul skripsi tentang sastra anak. Ia meneliti puluhan novel anak yang ada di masa itu. Di sinilah ia mulai menggali begitu banyak teori tentang sastra anak, dan mendapatkan kemampuan menulis serta mengedit buku anak. Kemampuan ini terbukti saat mengikuti Lomba Penulisan Cerita Keagamaan yang diadakan Departemen Agama RI pada tahun 2000. Karyanya yang berjudul Pesta Sayuran meraih juara pertama untuk kategori SD.
Bambang Trim juga belajar dari pengalaman hidup. Berbagai pengalamannya di manajemen penerbitan dari tingkat bawah sampai tingkat atas membawanya mempelajari berbagai aspek-aspek di dalam sebuah bisnis. Ia pun mengasah kemampuan dalam business writing. Keilmuan tentang PR writing maupun journalistic writing didapatkannya sejak kuliah. Saat itu ia mengikuti pelatihan pers mahasiswa dan menjadi pengelola penerbitan mahasiswa. Periode tahun 1994-2000, ia banyak menulis di berbagai media massa, seperti Republika, Mitra Desa, Hikmah, Suara Publik, Galamedia, Pikiran Rakyat, bahkan Kompas. Tidak banyak yang tahu bahwa dirinya pernah menjadi Pemimpin Redaksi majalah Suara Quran yang terbit di Jogja (Pesantren Taruna Al-Quran) dan juga menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid MQ dan Emqi Kids. Di sini kemampuan jurnalistiknya terasah. Ia juga pernah mengisi kolom spiritual terkait olahraga atas nama Aa Gym di Tabloid Bola rutin dalam beberapa edisi.
Bambang Trim menikmati proses. Keahlian utamanya memang hanya menulis dan menyunting, tetapi bidangnya melebar ke mana-mana. Selain literasi, ia ternyata menyukai musik sejak remaja. Kesukaan ini membuatnya menciptakan beberapa syair lagu, termasuk lagu pesanan untuk jingle iklan maupun mars perusahaan.
Prestasi Prestisius
Bambang Trim memiliki berjuta prestasi yang dahsyat dan luar biasa. Beberapa yang sempat tercatat antara lain, Lulus proyek Peningkatan Buku dan Minat Baca (PBMB) untuk buku pelajaran bahasa Indonesia SLTP yang didanai oleh World Bank dan diterbitkan oleh Penerbit Mitra Aksara Panaitan; Juara pertama lomba penulisan artikel perbukuan dalam rangka 50 Tahun IKAPI 2000 berjudul Malas Membaca dipublikasikan oleh Galamedia Bandung; Lulus Program Pustaka I untuk buku berjudul Cerita Anak Indonesia Kontemporer: Dunia yang Terpinggirkan kerja sama dengan Ford Foundation dan Yayasan Adikarya IKAPI tahun 2001; Juara pertama lomba penulisan buku cerita keagamaan tingkat SD, Departemen Agama tahun 2002 berjudul Pesta Sayuran. Dua artikel masuk nominasi dalam penerbitan bersama buku Menjadi Penerbit dan Pemasaran Buku di Indonesia tahun 2000 dan 2002 yang diterbitkan oleh IKAPI DKI. Pada tahun 2004, ia kembali dinyatakan lulus dalam penilaian standardisasi Buku Pelajaran Bahasa Indonesia SD oleh Pusat Perbukuan berjudul Saya Ingin Mahir Berbahasa Indonesia I-VI tahun 2004.
Prestasi itu buah dari ketekunan dan kecintaan terhadap dunia yang digeluti sejak kuliah, yaitu penulisan-penerbitan. Prestasi itu didorong untuk membuktikan apakah yang selama ini dia pelajari dapat diterima oleh publik. Proses kreatif itu tercipta karena dirinya senang melakukan sesuatu yang menggembirakan. Seorang tokoh penulisan mengatakan bahwa menulis itu perlu dengan rasa senang agar dapat menghasilkan tulisan yang baik.
Saat menjadi penulis atau editor pemula perlu memerhatikan beberapa hal. Pertama, pelatihan terus-menerus mengasah gaya kepenulisan. Kedua, menggunakan pancaindra sebagai potensi dari Yang Mahakuasa secara optimal.
Di dunia ini banyak sekali ide dapat ditemukan setiap hari. Namun, bagi orang yang hanya biasa-biasa saja memandangnya akan merasa hari ini ya sama dengan hari kemarin. Karena itu, seorang penulis atau editor ketika menikmati hari tidak sama seperti orang awam menikmatinya.
Ketiga, pikiran selalu bekerja untuk dapat bertemu dengan ide-ide penulisan-penerbitan. Selain itu, rasa ingin tahu yang kuat perlu dibangun agar tergerak mencari informasi dan memecahkan suatu masalah.
The Men-Women Behind the Gun
Di balik kisah kesuksesan seseorang pastilah banyak sekali aktor atau aktris pendukungnya. Orang penting yang utama tentu saja kedua orangtua, yakni mama dan papa (almarhum). Mama adalah orang yang berjasa mengajarkan tentang kasih sayang dan juga kesenangan membaca. Papa adalah orang yang berjasa mengajarkan tentang arti profesionalitas dan rasa senang mengerjakan sesuatu.
Orang penting lainnya tentu kakak-kakaknya yang banyak mengajarkan berbagai hal melalui bidangnya masing-masing. Orang yang berjasa mengajarkannya untuk berfokus dan menjadi yang terbaik adalah kakak lelaki, Rudy Lizwaril (sekarang bekerja di PT INTI). Beliaulah yang membiayai kuliahnya di Bandung dan memberinya support untuk menekuni bidang editing setelah ia gagal masuk ITB.
Orang penting lain tentu saja istri, Irma Susilowati, dan anak, Valya, yang selalu mendampinginya menggeluti dunia penulisan-penerbitan. Istrinya banyak mendukung keputusan-keputusan dan idenya untuk mengembangkan diri. Merekalah orang-orang penting yang berada di balik kesuksesan Bambang Trim.
Selain itu, banyak juga para guru yang berkesan dalam hidup dan kehidupan Bambang Trim. Salah satunya guru SD, yakni Bapak Sugeng Wijaya, seorang Cina yang sangat nasionalis. Beliau guru matematika killer waktu itu, namun kedisplinannya membuat murid-muridnya belajar banyak. Ingatannya luar biasa. Terbukti saat bertemu baru-baru ini, beliau masih mengingat semua muridnya.
Guru lain yang juga berkesan saat SD adalah Pak Daniel yang disebut Pak Pendeta. Beliau guru bahasa Inggris dan sangat ditakuti. Salah satu yang membuat Bambang Trim harus berterima kasih hingga sekarang adalah tekanannya agar mampu menulis indah (elok) dan tidak boleh melupakan tanda baca. Gara-gara beliau sampai sekarang Bambang Trim tidak pernah tidak menulis, bahkan untuk mengetikkan SMS tanpa tanda baca.
Guru lainnya yang juga sebagai dosen dan guru editing yang sangat berkesan adalah Bapak Dadi Pakar (alm) yang banyak mengajarkan tentang wawasan perbukuan nasional dan internasional. Di samping beliau, ada juga Ibu Sofia Mansoor yang membuat Bambang Trim langsung menetapkan mimpi untuk suatu saat dapat pergi ke Frankfurt Book Fair. Nyatanya hingga saat ini, ia sudah berkunjung ke sana sebanyak empat kali dengan biaya dari perusahaan.
Hobi Pembawa Hoki
Dikenal sebagai seorang editor, penulis, trainer, dan leader, Bambang Trim ternyata memiliki hobi. Hobinya di bidang musik. Bahkan, di waktu luang, ia suka mencoba lagi belajar gitar elektrik. Ia juga senang menyanyi dan dahulu sempat jadi vokalis band kampus.
Bambang melakukan hobinya di sela-sela kesibukan kerja. Dahulu ia hobi melakukan olahraga ekstrem, seperti beladiri. Ia pernah belajar pencak silat dan kempo. Ia juga pernah ikut klub BMX di kota kelahirannya, sampai memperoleh keterampilan teknik bongkar pasang sepeda. Hobi lainnya sebenarnya senang menari. Sejak SD, ia sempat menjadi anggota klub menari. Pada akhir SD menjelang SMP, ia tergila-gila dengan breakdance.
Sekarang hobi yang bisa dijalani adalah menonton film-film Hollywood. Selain itu,
travelling di sela-sela mengisi pelatihan di berbagai daerah merupakan hobinya yang lain sebagai penyeimbang.
Manajemen Waktu
Bambang Trim memiliki strategi jitu dalam manajemen waktu. Ia bagi waktunya untuk Allah, keluarga, masyarakat, profesi, dan hobi. Baginya, harmonisasi memang penting karena kalau terjadi ketidakseimbangan maka akan terjadi banyak kekacauan. Ia mengakui kalau dirinya mengalir saja dalam hidup. Tidak melulu menghabiskan waktu dalam dunia kerja. Kadang ia harus off atau pause untuk berkumpul bersama keluarga.
Kalau ibadah, sudah menjadi bagian dari keseharian. Kadang ia juga diminta mengisi ceramah kajian keagamaan, ya dia menyanggupi dan melaksanakan dengan semangat dakwah. Intinya, pekerjaan kita sesungguhnya juga bernilai ibadah bila dilandasi dengan keikhlasan semata karena Allah.
Menemukan Ilahi melalui Literasi
Bambang Trim mengakui mudah sekali menemukan Ilahi melalui literasi. Maksudnya, ia menemukan bukti keagungan dan kebesaran Tuhan melalui editologi, perbukuan, menulis, dan publishing science.
Setiap kita bertemu teks, terutama teks religi pasti membawa kita kepada Allah.
Disadarinya pula, bahwa kemampuan menulis dan menyunting yang dimilikinya sekarang sebagai karunia Allah. Selain itu, ada amanah dari Allah SWT yang dibebankan kepadanya untuk dapat menghasilkan teks-teks yang membawa kebaikan bagi manusia. Alquran diturunkan dengan perintah iqra dan Allah SWT mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam (tulisan). Artinya, dirinya sedang berproses mengembangkan baca-tulis sebagai representasi pengembangan ilmu dan tugas manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
Roda Kehidupan
Roda kehidupan Bambang Trim berputar. Terkadang berada di atas, terkadang berada di bawah. Dalam kajian Javanologi, hal itu disebut sebagai Cakra Manggilingan yang artinya roda kehidupan itu berputar. Bagi Bambang Trim, jatuh bangun itu biasa. Terutama himpitan ekonomi untuk dapat melanjutkan kuliah dan berusaha survive. Ia selalu bersyukur karena mendapatkan kecerdasan yang disebut Paul G. Stolt sebagai adversity quotient. Intinya, kita cerdas menyikapi sesuatu karena pernah merasakan kegetiran hidup. Merintis karier dari bawah tidaklah mudah karena kita berhadapan dengan senioritas dan juga berhadapan dengan ilmu baru yang sama sekali tidak diajarkan di bangku kuliah.
Bambang Trim pun pernah berkeinginan membuka bisnis sendiri dengan modal nekat dan terimbas juga oleh buku-buku pengembangan diri, seperti Cashflow Quadrant, Robert Kiyosaki. Alhasil, ia pun mengalami kerugian puluhan juta rupiah hasil mengumpulkan dari royalti tulisan. Dari sini, dirinya belajar banyak bahwa bisnis tidak dapat dijalankan dengan hanya modal keinginan untuk kaya tanpa pengetahuan cukup. Pelajaran kedua adalah bisnis harus fokus dan tidak dapat mengandalkan teman atau karyawan. Ia belajar banyak dari pengalaman itu. Sekarang, ia menangani langsung bisnisnya bersama sang Istri.
Pengalaman di Luar Negeri
Bambang Trim adalah segelintir editor dan penulis Indonesia yang beruntung. Ia berkesempatan menimba ilmu di luar negeri secara gratis. Sebutlah mulai dari Frankfurt Book Fair 1999, Frankfurt Book Fair 2003, Kuala Lumpur Book Fair 2002-2007, Kairo Book Fair 2008, Frankfurt Book Fair 2008, hingga Manila Book Fair 2009. Ia juga pernah menjadi partisipan di ajang bergengsi internasional, seperti Asian Copyright Handbook Seminar IKAPI-ACCU Unesco tahun 2007, REX-IKAPI Editors Forum, ASEAN Book Publisher Association tahun 2009.
Pengalamannya yang amat berharga adalah saat ia diundang sebagai pembicara pada Seminar Editor oleh Persatuan Editor Malaysia di Selangor pada tahun 2011. Bambang Trim menceritakan bahwa pergi ke luar negeri sudah menjadi impiannya sejak kuliah. Alhasil, ia memang berkesempatan kali pertama ke luar negeri adalah ke Frankfurt Jerman untuk melawat pameran buku internasional terbesar di dunia. Menempati posisi manajemen puncak selanjutnya membuatnya mendapat kesempatan berkali-kali mengunjungi luar negeri. Paling sering adalah ke negeri jiran, Malaysia untuk menghadiri event Kuala Lumpur Book Fair (KLBF). Ia berangkat setiap tahun berturut-turut sejak 2002 hingga 2007 untuk menghadiri KLBF.
Pengalaman baru lagi adalah mengunjungi Kairo Book Fair 2008 sebagai pameran buku terbesar di Timur Tengah. Meskipun kebanyakan buku yang terbit berbahasa Arab, atas bantuan rekan di Mesir, ia pun dapat memborong berbagai terbitan berbahasa Arab untuk diterjemahkan di Indonesia.
Perjalanan lain adalah ke Filipina atas undangan REX dan ASEAN Book Publisher Association, grup penerbit mayor di Filipina. Ia ikut mewakili rombongan IKAPI untuk melihat langsung proses penerbitan dan kiat-kiat editing yang mereka lakukan di sana. Editor di Filipina memang luar biasa karena rata-rata mereka bergelar doktor.
Lawatan yang paling berkesan terjadi di bulan Mei 2011. Saat itu, atas undangan Persatuan Editor Malaysia, ia menjadi tamu kehormatan untuk memberikan materi tentang kemajuan dunia editing di Indonesia. Acara diselenggarakan di daerah wisata Selangor. Ia pun menikmati pameran buku di sana yang kebanyakan memamerkan buku-buku berbahasa Mandarin.
Idola, Buku, Masakan Favorit
Berbicara tokoh idola, penulis sekaligus editor profesional yang bernama asli Bambang Trimansyah ini mengidolakan Nabi Muhammad SAW. Beliaulah tokoh legendaris yang pernah hidup di dunia ini dan melakukan lompatan besar dalam sejarah.
Ia memiliki banyak sekali buku bacaan favorit di waktu luang. Ia bisa membaca novel silat Nagabumi karya Seno Gumira, atau menghabiskan kitab tebal Keajaiban Firasat karya Ibnu Qoyyim. Terkadang ia membaca buku-buku anak karya Road Dahl atau buku-buku manajemen karya Rhenald Kasali. Ia menikmati semuanya, tidak ada terlalu kecenderungan pada jenis buku atau penulis tertentu.
Bambang mengakui kalau dirinya berdarah Minang asli dari Mama sehingga masakan Minang menjadi masakan favoritnya. Karena dibesarkan di Medan, ia paling suka menyantap kwitiaw (mietiaw) ala Medan, juga lontong sayur ala Medan. Kalau masakan mancanegara, ia menyukai masakan Jepang dan juga steak ala Eropa.
Kunci Kejayaan Bangsa
Sebenarnya SDM (sumber daya manusia) dan SDA (sumber daya alam) di Indonesia begitu beragam serta sangat berlimpah, banyak putera-puteri bangsa ini meraih medali emas di Olimpiade Internasional, banyak flora-fauna, hasil tambang serta hasil bumi kita yang khas dan hanya bisa dijumpai di Indonesia.
Ironisnya, Indonesia masih saja menjadi negara berkembang. Bahkan cenderung tertinggal dengan negara-negara lainnya. Menurut Bambang Trim, hal itu dikarenakan Indonesia kekurangan orang yang berjiwa entrepreneur. Di samping masalah bangsa yang berkelindan dalam soal moral serta etiket sehingga korupsi masih saja menjadi isu dan penyakit yang sulit diberantas. Kekayaan itu tidak ada artinya begitu para pemimpin yang bersifat korup, mementingkan kelompoknya, dan juga banyak mengelabuhi rakyat.
Bambang menegaskan, memang harus ada perubahan kepemimpinan yang baik dan membangkitkan potensi kelas menengah Indonesia untuk maju menguatkan daya saingnya. Dirinya memang tidak terlalu mengerti untuk membuat perubahan besar di negeri ini. Istilah yang banyak dipakai, biarlah ia menjadi skrup saja dari mesin raksasa bernama Indonesia. Ia konsisten berjuang lewat literasi.
Self-Sabotage Phenomenon
Fenomena amputasi intelektual hingga kini masih merajalela di Indonesia. Bahasa kerennya self-sabotage phenomenon. Selalu ada saja oknum senior yang cenderung menjegal bahkan menjagal yuniornya sehingga akhirnya sulit untuk bisa maju dan berkembang. Belum lagi maraknya berbagai fenomena, seperti SMS, senang melihat (yang lain) susah, susah melihat (yang lain) senang, kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah, ABS alias Asal Bapak Senang, kalau tidak bisa dibina lebih baik dibinasakan, pendidikan itu cenderung penjinakan dan penjilatan. Kuliah di kedokteran itu mahal dan lulusnya sulit, apalagi kalau tidak kenal orang dalam. Belum lagi adagium orang miskin dilarang sakit.
Ada juga fenomena unik. Misalnya, peraturan pertama: senior selalu benar. Peraturan kedua: bila senior salah, lihat peraturan pertama. Senior cenderung membantai, bukannya membantu yuniornya. Fenomena ini terjadi terus-menerus seolah lingkaran setan (vicious circle).
Bambang Trim menyadari pula bahwa fenomena itu selalu ada di mana-mana dan sulit diberantas. Umumnya, karena banyak yang sudah berada di comfort zone sehingga kehadiran orang baru dianggap sebagai ancaman baginya. Kedua, karena kita gagal dalam pendidikan multikulural yang mengutamakan sifat tenggang rasa, empati, serta memahami jalan berpikir orang lain yang berbeda latar budaya, agama, gender, strata pendidikan, ataupun strata sosial. Akibatnya yang muncul adalah ego pribadi atau ego kelompok. Ketiga, karena minim kompetensi sehingga memunculkan ketakutan tidak terpakai karena kompetensinya lemah. Alhasil, yang digunakan adalah ilmu-ilmu menjilat, menekan ke bawah, meneror, dan sebagainya.
Crab Culture
Budaya kepiting (crab culture) terjadi pula di Indonesia. Analoginya sederhana. Di ember terdapat sekumpulan kepiting. Lalu, ada seekor kepiting yang ingin naik ke atas, keluar dari ember, melihat dunia luar, maka apa yang terjadi? Teman-temannya akan berusaha menarik dia hingga jatuh dan gagal keluar dari ember. Ironisnya, budaya ini bisa terjadi di lintas sektoral dan begitu mewabah di Indonesia.
Bambang Trim berpendapat bahwa fenomena budaya kepiting terjadi karena pendidikan kita telah gagal membentuk manusia Indonesia yang punya kearifan lokal luar biasa. Yang di kedepankan hanyalah konflik kepentingan. Dalam penanaman entrepreneurship misalnya, perlu ditekankan kata-kata memperjuangkan kekayaan bukan mengejar kekayaan. Kata memperjuangkan dapat bermakna filosofis bersama-sama. Selain itu, Bambang Trim juga selalu mengatakan siap bersaing bukan menang dalam persaingan. Persaingan itu sunnatullah, yang penting seseorang itu punya daya untuk siap bersaing tanpa harus mengejar kemenangan dengan menjatuhkan yang lain. Nah, disinilah ketika pendidikan gagal, kita pun menerima buahnya seperti sekarang ini. Karena itu, Kemendikbud pada tahun 2011 tiba-tiba mencanangkan pendidikan berbasis karakter. Berarti memang ada yang kurang beres dengan pendidikan serta karakter kita.
Melalui Literasi, Mencerdaskan Negeri
Bambang Trim memiliki platform jitu untuk memajukan bangsa yang heterogen dan majemuk ini. Dirinya berjuang dari ranah yang dikuasainya saja, yaitu penanaman kemampuan literasi. Literasi itu bisa dijadikan media untuk mengkonstruksi generasi kita. Melalui literasi, Jepang menciptakan tokoh Kapten Tsubasa yang membuat generasi muda Jepang mencintai sepakbola. Di kemudian hari, terbukti Jepang mampu berbicara dalam hal prestasi sepakbola di dunia.
Pada tahun 2012, Bambang Trim telah mencoba mengusung program Gebrak Literasi untuk mengajarkan atau menanamkan kesenangan membaca dan menulis cerita untuk anak-anak Indonesia. Ia menggunakan pendekatan teknologi dengan menciptakan buku interaktif yang dapat diputar di PC maupun tablet seperti i-Pad atau Samsung Galaxy Tab. Selain itu, ia juga telah menyiapkan modul untuk pelatihan langsung kepada anak di sekolah-sekolah maupun lembaga lain. Nah, ini program konkret. Literasi itu juga dapat dijadikan media penanaman 3K: karakter-kewirausahaan-kreativitas yang berkorelasi dengan semangat perubahan bangsa ini, terutama mengembangkan ekonomi kreatif.
Nasihat untuk Generasi Emas
Kepada generasi muda, Bambang Trim berpesan untuk tidak menyerah dengan keadaan dan tidak takut atau pesimis akan masa depan. Persaingan memang makin ketat. Karena itu, manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk meluaskan wawasan dan mengasah keterampilan, terutama keterampilan hidup. Bersama seorang rekan motivator muda, Bambang Trim meluncurkan istilah Generasi MPV (muda-profesional-visioner), itulah generasi yang paling dicari pada tahun-tahun ke depan.
Untuk netizen di Indonesia, penulis ratusan buku ini memiliki nasihat penting; harus menjadi yang terbaik di bidang apa pun. Menginstal NYALI – niat yang lurus (menekuni sesuatu), yakin bergantung pada Tuhan; arahkan hidup pada visi dan misi yang jelas; libatkan diri dengan sukses orang lain; selalu ingat mati dan persiapkan bekal.
Untuk pemerintah, Bambang Trim menginginkan adanya perubahan menuju Good Government. Perubahan yang menghasilkan kepemimpinan yang kuat, jujur, bertanggung jawab, serta memiliki kapabilitas.
(Penulis dr. Dito Anurogo, M.Sc., Dosen FKIK Universitas Muhammadiyah Makassar)
Profil Penulis
dr. Dito Anurogo M.Sc,
Duta Literasi Sulawesi Selatan 2019; Dokter Literasi Digital; Penulis puluhan buku berlisensi BNSP, salah satunya The Art of Medicine (Gramedia); Dosen tetap Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah (FKIK Unismuh) Makassar; Pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) Makassar Sulawesi Selatan; Pengurus APKKM (Asosiasi Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan Muhammadiyah) dan AWMI (Asosiasi Wisata Medis Indonesia). Saat ini sedang studi S3 di IPCTRM College of Medicine, Taipei Medical University (TMU), Taipei, Taiwan.