Berita Nasional Terpercaya

Mengenal Mohammad Hamli, Founder English Cafe yang Kini Melegenda

0

Bernas.idKetika mendengar kata ‘cafe’ yang ada di benak kita pasti sebuah tempat nongkrong bersama teman dengan kudapan atau minuman kekinian sebagai pendamping. Dekorasi tempat yang menyenangkan juga sajian kudapan atau minuman kekinian yang memanjakan lidah memang membuat cafe seringkali menjadi jujugan kaum muda. Namun, pria asal pulau Madura ini justru mengubah cafe bukan lagi sekadar tempat nongkrong. 

Mohammad Hamli atau yang akrab disapa Hamli ini berhasil mengubah cafe menjadi tempat belajar Bahasa Inggris yang menyenangkan. Dengan nama “English Cafe”, ribuan murid pun sukses dibuatnya fasih berbahasa internasional tersebut. Lalu bagaimana perjalanan Hamli dalam mendirikan English Cafe ini? Berikut kisahnya:

Impian Ciptakan Suasana Belajar yang Nyaman

 

Dalam sebuah wawancara dengan Bernas.id, Hamli bercerita bahwa sebelum mendirikan English Cafe berawal dari pikiran yang terus mengusik dirinya saat bekerja di sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris.

 

“Saat kuliah semester 5, saya mulai bekerja. Tujuan saya cari pekerjaan saat itu biar ada pengalaman. Jadi, saat selesai kuliah saya sudah paham dunia kerja itu seperti apa. Awalnya saya bekerja di resto. Karena saya ingin lebih berkembang, saya akhirnya pindah kerja di lembaga kursus Bahasa Inggris,” ucapnya.

 

Niat Hamli yang ingin mengembangkan diri nampaknya disambut baik oleh alam semesta. Terbukti, selama bekerja Hamli merasakan dorongan yang kuat untuk membuat sistem belajar Bahasa Inggris yang lebih menyenangkan dibandingkan sistem pengajaran di tempat dirinya bekerja.

 

“Selama bekerja di lembaga kursus itu, saya merasa ada pikiran yang terus mengganggu. Saya terus berpikir kenapa sistem pengajaran di lembaga kursus ini sama seperti sistem belajar di dunia sekolah. Menurut saya, sistem belajar di tempat kursus yang mirip dengan sistem belajar di sekolah tentu sangat membosankan dan membuat ilmu yang dipelajari tidak akan bisa masuk di otak,” ungkapnya.

 

Karena pikiran yang terus mengganggu itu, Hamli pun bertekad membuat lembaga kursus dengan sistem pengajaran yang santai dan menyenangkan. Untuk mewujudkan tekadnya, ia memutuskan resign tempatnya bekerja dan mulai beraksi untuk mewujudkan keinginannya.

 

“Saat itu saya punya idealisme agar tempat kursus saya harus santai dan menyenangkan agar yang belajar bersama kita itu nggak bosan dan apa yang dipelajari lebih masuk ke otak,” tambah Hamli.

 

Membuka lembaga kursus sendiri tentu memerlukan modal. Hal inilah yang menjadi tantangan saat Hamli berusaha mewujudkan mimpinya. Hamli yang saat itu masih duduk di semester 7 bangku perkuliahan merasa mustahil mengumpulkan modal untuk membangun lembaga kursus impiannya. Apalagi, gaji yang diterimanya selama bekerja part time juga tidak begitu besar.

 

“Untuk bikin lembaga kursus, kita perlu sewa tempat. Kita juga perlu biaya kebersihan, wifi, listrik, membuat modul dan sebagainya. Kalau di total, kira-kira bisa sampai Rp 50 juta. Nah, saat itu bagi mahasiswa semester 7 sungguh tidak mungkin punya uang puluhan juta, apalagi saya bukan anak orang kaya dan gaji kerja paruh waktu juga tidak besar,” tambahnya.

 

Meski sempat dibuat pusing karena masalah modal, Hamli rupanya tak patah semangat. Ia terus memutar otak agar lembaga kursus mimpinya bisa terwujud. Nasib baik pun berpihak padanya. Hamli mencoba lebih peka dengan keadaan sekitar sehingga ia menemukan cara terbaik agar impiannya tercapai.

 

“Setelah mikir bagaimana cara mengumpulkan otak, saya akhirnya sadar. Kenapa saya nggak buka lembaga kursus yang kantornya di kafe. Saya baru ingat, saya dan teman-teman kuliah kan hobi nongkrong di kafe, kerjain tugas di cafe, kerja kelompok di cafe. Kalau di kafe kan, kita bisa stay lama. Mau dua jam atau tiga jam, nggak ada yang ngusir. Kita cuma modal beli makan atau minum yang harganya terjangkau,” ungkapnya.

 

Dengan membuka lembaga kursus berkonsep cafe, Hamli juga merasa tak perlu membayar listrik, biaya kebersihan, atau WiFi. Konsep ‘English Cafe’ yang diusung Hamli pun menjadi hal yang unik dan membuat lembaga kursus yang didirikannya diterima banyak orang. Sejak didirikan pada tahun 2012, English Cafe gagasan Hamli pun masih diterima dengan baik oleh pelajar d Yogyakarta.

 

“Yang awalnya menjadi keterbatasan, ternyata bisa menjadi keunikan. Saya juga nggak menyangka kalau keterbatasan modal untuk sewa tempat, bisa menjadi kelebihan saat ini,” tambah Hamli.

 

Selain ingin membuat sistem pengajaran Bahasa Inggris yang menyenangkan, Hamli juga bercita-cita ingin memulangkan orang tuanya yang harus bekerja di negeri Malaysia. Usaha Hamli pun tak sia-sia. Berkat keberhasilannya dalam mendirikan English Cafe, Hamli pun berhasil membawa orang tuanya pulang ke tanah air.

 

Baca juga: Kisah Muslih, Dalami Kesehatan Mental hingga Terbang Ke Taiwan

 

Keunikan English Cafe

 

English Cafe yang diusung Hamli tak hanya ada di Yogyakarta. English Cafe kini bisa kita temui di beberapa kota besar Indonesia seperti Malang, Probolinggo, Bandung dan Bali. Tenaga pengajar yang bergabung dalam English Cafe pun telah mencapai ratusan orang. Sementara itu, total alumni English Cafe pun juga telah mencapai lebih dari 31 ribu orang. Bahkan, beberapa alumni dari English Cafe telah berhasil merintis karir hingga ke luar negeri.

 

English Cafe besutan Hamli juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa brand ternama dan memiliki sekitar 32 cabang. Konsep English Cafe ini memang sangat unik, di mana satu orang siswa bisa belajar di cafe dan ditemani oleh seorang chef yang menggunakan apron khusus.

 

Chef adalah sebutan untuk seorang tutor bagi siswa yang belajar di English Cafe. Selama belajar di English Cafe, para siswa dituntut untuk berani berbicara tanpa perlu takut membuat kesalahan. Hal itulah yang menjadi ciri khas dari English Cafe.

 

Bagi Hamli, menjamurnya cafe di kota Yogyakarta merupakan peluang bagus untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Karena itu, ia ingin membuat cafe bukan hanya sekedar tempat kongkow saja, melainkan tempat belajar yang nyaman dan menyenangkan.

 

“Belajar yang efektif itu bukan hanya didukung oleh sistem pengajaran dan guru yang menyenangkan. Tempat belajar pun juga harus nyaman dan tidak membosankan,” ungkap Hamli.

 

Baca juga: Kisah Edwin Kurniawansyah, Jatuh Bangun Rintis Usaha hingga Kembangkan Bisnis Properti

Sisi Lain dari Founder English Cafe

Pendiri English Cafe, Mohammad Hamli, bukan sekadar ahli dalam berbahasa asing saja. Ia juga punya passion besar dalam dunia kepenulisan. Terbukti, tahun 2007 Hamli dinobatkan sebagai Sastrawan Muda Banyuanyar oleh Nadwah Iqro, Pamekasan.

 

“Waktu saya belajar di pesantren, saya tak hanya suka Bahasa Inggris tetapi juga suka menulis Jadi, dulu saat mondok kita memang dituntut untuk bisa menulis, istilahnya berdakwah melalui tulisan,” ucapnya.

 

Kemampuan berbahasa Inggris yang apik dan ditambah dengan pemahaman akan sejarah dan kebudayaan Islam yang jempolan, membuat pria yang kini bertempat tinggal di Yogyakarta ini juga sempat dikirim oleh almamaternya (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) ke Pennsylvania, Amerika Serikat, untuk mengikuti program short course study.

 

Ia juga berkali-kali dikirim sebagai delegasi Indonesia dalam ajang konferensi tingkat internasional, baik yang diselenggarakan di dalam atau di luar negeri. Karena itu, kemampuan Bahasa Inggris Hamli memang tak bisa diragukan lagi.

Leave A Reply

Your email address will not be published.