BERNAS.ID -Bisnis properti memang termasuk industri padat modal. Bagi Edwin Kurniawansyah, modal yang besar itu tidak melulu harus dari merogoh kantong sendiri.
Ada cara yang ia lakukan sehingga bisa membangun bisnis properti di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Pria yang berkuliah di Yogyakarta ini merupakan owner dari Ambassador Land, sebuah perusahaan pengembang properti.
Jalan kesuksesannya tentu tidak diperoleh dengan mulus. Selama menjadi mahasiswa, dia sudah membuka banyak usaha, yang kemudian berujung harus gulung tikar.
Baca Juga: Herry Budijanto Dragono, Sukses di Honda hingga Tularkan Ilmu Magic Marketing
Tapi tekadnya untuk terus maju membuatnya bangkit hingga menjadi seperti sekarang. Selain sibuk di industri properti, Edwin juga kerap berbagi cara untuk mematahkan mental block, yang kerap dialami sebagian orang.
Bagaimana lika-liku kisah hidup Edwin? Berikut selengkapnya.
Buka-Tutup Usaha
Edwin lahir dan besar di Singkawang. Kedua orangtuanya adalah pegawai negeri sipil, atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Tidak ada keluarganya yang menekuni bisnis.
Setelah SMA, Edwin memutuskan untuk kuliah di Universitas Sanata Dharma ,Yogyakarta. Dari situ, dia mulai mengenal bisnis dengan membuka warung makan pada 2002.
“Jadi saya buka warung makan, saya juga yang belanja, saya juga yang nyiapinnya, saya juga kokinya karena kebetulan saya juga suka masak,” ujarnya kepada Bernas.id.
Bisnis warung makannya harus dibarengi dengan aktivitasnya di bangku kuliah. Ia juga menyukai musik sehingga sering main band bersama teman-temannya dan manggung di beberapa cafe yang ada di Jogja .
Seiring berjalannya waktu, bisnis kuliner yang dirintis Edwin sepi pembeli dan akhirnya bisnis yang pertama ia geluti tersebut harus tutup karena sudah tidak bisa membiayai operasionalnya.
Edwin tidak menyerah. Ia mencoba bisnis lagi, tapi kali ini bisnis di bidang fashion. Di awal menggeluti, ia memulai dengan berdagang baju, belanja pakaian di Bandung kemudian dikirim ke Singkawang untuk dijual.
Tidak lama setelah itu ia memberanikan diri untuk membuat brand kaos dan membuka distro bersama 3 orang teman di daerah Mrican, Sleman. Jalan terjal kembali ia temui.
Akhirnya, dia mencoba peruntungan dengan berjualan bunga saat wisuda. Profitnya cukup lumayan. Selain itu, Edwin juga pernah berjualan beras organik.
“Ketika kuliah, memang sudah intens beberapa kali buka usaha. Namun belum juga membuahkan hasil yang maksimal” ungkapnya.
Baca Juga: Kisah Galatia Candra, Bangun Karier di Dunia Sales hingga Rilis “Hacking Your Mind”
Edwin mengaku memiliki IPK yang tidak terlalu bagus ketika kuliah. Dia juga lemah di mata kuliah yang ada hitung-hitungan. Namun, ia sangat menyukai mata kuliah yang mengharuskannya untuk presentasi di depan.
Pada 2007, dia mengenal multilevel marketing. Dia pun bergabung dalam sebuah tim yang membuatnya memperoleh ilmu-ilmu baru dalam penjualan.
Setelah lulus, dia memutuskan untuk kembali ke Singkawang dan menjalankan bisnis terbarunya itu, bahkan memiliki tim sendiri dan sampai pada satu peringkat yang cukup lumayan bagi saya dan tim” ucapnya.
Nasib pun berkata lain, pada 2012 grup bisnisnya mengalami stagnansi dan berdampak terhadap turunnya penghasilan yang ia dapatkan bersama tim. Dengan begitu, ia harus memikirkan bagaimana caranya untuk bertahan hidup di saat baru saja menikah dan memiliki seorang anak.
Pada 2013, Tuhan memberikan jalan kepadanya, dia diminta berangkat ke Cibubur oleh mentor bisnisnya. Di sana, ia justru muncul obrolan tentang bisnis properti yang juga sedang dijalankan oleh mentornya.
Selang beberapa hari setelah pertemuan tersebut, Edwin kembali ke Singkawang dan mempraktikkan apa yang dibicarakan bersama mentor bisnisnya di Cibubur. Inilah titik balik bagi dirinya.
“Saya kemudian bersama teman mencari lahan, kemudian negosiasi ke pemilik lahan untuk diberi kesempatan mengelola lahannya. Hal yang luar biasa adalah saya memulai bisnis properti yang bahkan untuk memberikan tanda jadi kepada pemilik lahan di dapat dari hasil tanda jadi pembelian tanah kavling oleh konsumen. Cukup nekat namun itulah yang terjadi” tuturnya.
Lahirnya Ambassador Land
Kegigihannya untuk terus berusaha menjadi entrepreneur membuat dirinya belum pernah fotokopi ijazah untuk melamar pekerjaan. Ya, dia hanya ingin menjadi wirausaha. Sampai akhirnya, nasib membawa Edwin menekuni industri properti yang sama sekali masih belum pernah ia jajaki.
“Saya hanya berani bertindak, mencoba bidang usaha yang bahkan tidak saya ketahui sama sekali. Sama seperti ketika saya membuka bisnis kuliner, di bidang fashion, dan lain-lain,” ucapnya.
Baca Juga: Kisah Margareta Astaman, Asa Jadi Penulis hingga Bawa Buah Lokal ke Pasar Global
Properti termasuk bisnis padat modal, yang membuat orang harus merogoh kocek dalam untuk merealisasikannya. Namun modal uang yang diperlukan tidak selalu berarti harus selalu dikeluarkan dari kocek kita sebagai pelaku usahanya.
Edwin mendirikan Ambassador Land bersama seorang temannya, dan hingga kini ada kurang lebih 200-an orang yang bekerja bersama baik staf internal kantor maupun eksternal yang terlibat langsung dalam setiap proses pengembangan properti yang dilakukan oleh Ambassador Land.
“Memimpin sebuah perusahaan membuat saya harus meningkatkan kapasitas diri, belajar memimpin tim dengan karakter yang berbeda-beda, yang merupakan pengalaman baru yang harus saya hadapi sebagai bagian dari konsekuensinya. Namun di awal, saya kelola sendiri agar saya tahu bagaimana alur dalam mengembangkan bisnis properti,” jelasnya.
Hingga kini, sudah ada 11 project yang digarap Ambassador Land ditambah dengan 5 project konsorsiumnya. Jumlah unit yang dibangun hingga kini sudah sekitar 800-an unit.
Saat ini, ia bersama tim sedang memproses pengembangan lahan konsorsium seluas 40 ha di Singkawang untuk membangun kawasan perumahan dengan konsep one stop living.
Edwin selalu mengatakan tanpa disadari ketika anda membeli properti maka Anda telah membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran. Ada banyak sekali orang yang terlibat dalam pembangunan properti dari sektor hulu hingga hilir yang tidak terlihat langsung namun dirasakan oleh pembeli properti.
Damai di Kota Singkawang
Selain berbisnis, Edwin juga aktif di beberapa organisasi. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Singkawang.
Dia juga bergabung dan menjadi pengurus di Asosiasi Realestat Indonesia (REI) Komisariat SingBeBas, dan Asosiasi Manajemen Indonesia (AMA) sebagai sekretaris wilayah Pontianak. Baru-baru ini, ia terpilih menjadi Ketua Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) Kota Singkawang.
Singkawang merupakan salah satu kota besar yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Kota ini juga memiliki potensi wisata alam yang luar biasa indah. Secara geografis, kota ini terletak sekitar 145 km sebelah utara dari Kota Pontianak.
Baca Juga: Kisah Nurul Taufiqu Rochman, Gaungkan Nanoteknologi untuk Kemajuan Indonesia
Singkawang merupakan salah satu kota besar yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Kota ini juga memiliki potensi wisata alam yang luar biasa indah. Secara geografis, kota ini terletak sekitar 145 km sebelah utara dari Kota Pontianak.
Wilayah yang juga disebut San Khew Jong ini terletak di kaki gunung, dekat dengan muara dan laut. Kota ini bahkan menduduki peringkat kedua setelah Salatiga sebagai kota paling toleran di Indonesia pada 2020.
Menurut Edwin, keberagaman di Singkawang sangatlah indah. Tentunya kedamaian di kota tersebut turut mempengaruhi iklim bisnis.
“Dampaknya terhadap dunia bisnis yaitu orang merasa aman untuk berinvestasi, atau tinggal di Singkawang,” ucapnya.
Menghancurkan Mental Block
Tak hanya berbisnis dan aktif di organisasi, ternyata Edwin juga gemar membagikan ilmu tentang cara menghancurkan mental block. Dia berpendapat mental block membuat seseorang tidak berani dalam melangkah. Menurutnya, hal itu terjadi karena lingkungan dan pengalaman seseorang.
“Misalnya ketika kecil sering di-bully, dibilang nggak bisa atau nggak mungkin sukses dan lain-lain, akhirnya terekam di alam bawah sadar, dan ketika melakukan sesuatu dan belum berhasil, lantas menyimpulkan bahwa yang dikatakan orang lain terhadap dirinya adalah benar bahwa ia tidak bisa sukses, dan lain sebagainya” jelasnya.
Selain itu, mental block juga tercipta bisa karena pengalaman, seperti misalkan kita kalah dalam suatu pertandingan sedangkan kita berhadapan dengan lawan yang sudah profesional, padahal kita belum pernah berlatih sama sekali.
Kekalahan tersebut akhirnya membuat kesimpulan bahwa benar kita tidak bisa menang. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah kita belum pernah berlatih namun sudah bertanding melawan orang yang lebih profesional dari kita.
Sementara, jika mental block terus dibiarkan maka akan membatasi pikiran untuk bertindak sehingga timbul rasa takut, malu, dan gengsi, bahkan malas juga merupakan bagian dari mental block.
“Akhirnya ketika punya ide besar dan kita masih punya mental block, akhirnya itu tidak bisa terealisasi dikarenakan ketakutan yang sebenarnya belum terjadi.” katanya.
Cara melawan ketakutan adalah dengan terus melangkah, karena setiap hal yang kita lakukan atau tidak kita lakukan pasti ada konsekuensinya, baik berbuah kesuksesan maupun kegagalan itu hanyalah akibat dari keberanian kita untuk bertindak.
Jangan Batasi Pikiran
Prinsip hidup Edwin adalah jujur, komitmen, dan bertanggung jawab. Menurutnya, kejujuran akan membuat orang lain percaya kepada kita.
Menurutnya, jika tidak ada orang yang percaya pada diri kita, maka kita tidak akan bisa menjalankan apapun. Dalam hidup ini, kita tidak sendirian, melainkan ada orang lain yang membersamai kita.
Baca Juga: Endah Saraswati, Seniman Multitalenta yang Sukses Populerkan Campursari
Pesan Edwin kepada generasi muda, agar jangan takut melangkah dan mencoba hal yang baru. Ketika gagal bangkit lagi, karena kegagalan adalah proses menuju kesuksesan.
Dia meyakini hal utama dalam memulai bisnis bukanlah uang, melainkan ide. Namun ide saja tidak cukup, jika tidak direalisasikan. Itu kenapa ada peribahasa yang mengatakan visi tanpa eksekusi adalah halusinasi.
Terakhir ia berpesan, “Beranilah bermimpi besar dan wujudkanlah”.