Potensi Ekonomi Halal RI Mencapai Rp53,66 Triliun
JAKARTA, BERNAS.ID – Ketua Umum Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar memperkirakan potensi ekonomi dari pengembangan industri halal di Indonesia sebesar US$3,8 miliar atau setara dengan Rp55,66 triliun dalam beberapa tahun ke depan.
“Ini perhitungan kita di 2019 kemarin, kalau kita naikin ekspor, kembangkan industri halal, itu bisa mendapat US$3,8 miliar sumbangan untuk PDB,” ungkap Sapta, Jumat (22/10/2021).
Ia mengatakan potensi ini berasal dari berbagai subsektor di industri halal, khususnya yang terbesar berupa industri makanan dan minuman halal sekitar US$2 miliar. Sisanya, berasal dari fesyen muslim, wisata halal, obat halal, dan lainnya.
Selain berpeluang menambah nilai ekonomi Indonesia, industri halal juga berpotensi memberi lapangan kerja bagi masyarakat di dalam negeri. Proyeksinya, bila nilai ekonomi bertambah mencapai US$3,8 miliar, maka ada 127 ribu lapangan kerja baru yang bisa diisi masyarakat.
Walau begitu, Sapta mengatakan pengembangan industri halal di tanah air sejatinya tidak mudah. Sebab, ada beberapa tantangan di lapangan.
Pertama, pengembangan inovasi produk dan jasa halal yang ramah lingkungan dan mengadopsi teknologi terkini di berbagai sektor. Kedua, pemasaran produk halal Indonesia.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin Dorong Peluang Industri Halal di Masa Transisi New Normal
“Meliputi soal marketing online dan offline, co-branding dan co-marketing, exhibition dan expo, kolaborasi dengan mainstream retailer, dan pemanfaatan internasional trader,” katanya.
Ketiga, masalah pembiayaan. Menurutnya, saat ini pembiayaan untuk industri halal tidak bisa dilakukan sendiri oleh pelaku usahanya, namun membutuhkan dukungan dari pemerintah.
“Selain itu juga butuh venture capital investment, investasi pembiayaan syariah, inkubator bisnis industri halal, sampai riset,” imbuhnya.
Keempat, kebijakan, regulasi, dan operasi. Misalnya, ekosistem terintegrasi, stimulan investasi, pajak, dan perizinan, pengaturan produk impor, pemanfaatan IT, pengembangan produk dan jasa, serta sertifikasi halal.
“Khususnya soal impor karena masih banyak bahan baku produk halal kita dari impor,” tandasnya. (den)