Mengenal Cryptocurrency Bubble, Kehancuran Nilai Cryptocurrency

Bernas.id – Inovasi keuangan dalam satu dekade terakhir melahirkan cryptocurrency. Dimulai dari kemunculan Bitcoin yang berlanjut dengan ribuan jenis cryptocurrency lainnya, cryptocurrency semakin menarik dilirik. Masyarakat awam, media massa, dan pakar atau peneliti keuangan pun turut andil memperhatikan perkembangan cryptocurrency.
Mayoritas cryptocurrency terpantau sangat fluktuatif harganya dan cenderung tidak stabil. Kenaikan dan penurunan harganya drastis, terutama dalam beberapa tahun kebelakang. Kondisi ini menimbulkan spekulasi kemungkinan terjadinya cryptocurrency bubble.
Daftar Isi :
- Pengertian Cryptocurrency Bubble
- Gelagat Crypto Bubble
- Sinyal Crypto Bubble Tahun 2021
- Pemicu Cryptocurrency Bubble
Baca juga: Apa Itu Crypto Coin? Begini Fungsi dan Jenisnya
Pengertian Cryptocurrency Bubble
Bubble berarti gelembung atau menggelembung, tampak besar dan mudah pecah, menyiratkan bahwa sesuatu yang dinilai secara berlebihan memiliki risiko yang tidak bisa ditebak. Istilah Bubble dalam ekonomi merujuk pada harga aset di atas nilai intrinsiknya. Terbentuknya bubble dipicu oleh euforia perilaku pasar. Suatu aset diperdagangkan dengan harga jauh di atas nilai fundamentalnya. Namun, secara tiba-tiba harga aset akan menurun drastis.
Berbagai media gencar menyebut bahwa pakar atau analis keuangan meramalkan cryptocurrency tertentu akan mengalami bubble dan crash. Eksistensi cryptocurrency, seperti Bitcoin dan Ethereum bagaikan pedang bermata dua. Cryptocurrency menarik dikoleksi, tapi kenaikan harganya yang terlampau tinggi berpeluang mengalami bubble lalu pecah sehingga merugi pada masa depan.
Cryptocurrency Bubble adalah kondisi cryptocurrency mencapai harga tinggi yang jauh melampaui batas wajarnya. Para analis menjelaskan bahwa cryptocurrency bagian dari siklus ekonomi pasar. Harga aset kripto pada umumnya jauh di atas harga sebenarnya (real value). Beberapa cryptocurrency bahkan dinilai oleh para analis tidak memiliki real value dan tidak berharga.
Menilik kondisi pasar cryptocurrency, tampak beberapa aset kripto mengalami lonjakan harga yang drastis. Kemudian, dalam waktu tertentu secara mendadak harganya menurun tajam. Pemain cryptocurrency berpengalaman mungkin dapat mengantisipasinya, tapi para pemula sering mengalami kerugian akibat hal tersebut. Bubble umumnya terjadi pada shit coin, yaitu koin dengan fundamental buruk mengalami kenaikan harga yang pesat. Namun tak menutup kemungkinan terjadi pula pada cryptocurrency besar.
Baca juga: Mengenal Cryptokitties, Game Penghasil Uang
Gelagat Crypto Bubble
Harga Bitcoin selama Januari sampai Februari 2018 mengalami penurunan 65%. Sebanyak 80% nilai MVIS Cryptocompare Digital Asset 10 Index telah hilang pada September 2018 yang berdampak pada penurunan pasar cryptocurrency dalam persentase yang lebih besar dibanding ledakan bubble pada 2002 lalu.
Kapitalisasi pasar Bitcoin mengalami penurunan hingga $100 miliar pada November 2018 dan harga koinnya turun hingga $5.500. Sebulan kemudian harga Bitcoin menyentuh titik terendah senilai $3.100.
Terhitung sejak 8 Maret sampai 12 Maret 2020 kembali mengalami penurunan sebesar 30%. Semula berharga $8.901 lalu dihargai senilai $6.206. Namun pada Oktober 2020, harganya melonjak ke angka $13.200. Lonjakan harga Bitcoin kembali terjadi pada November 2020. Bahkan harganya melampaui level tertinggi sepanjang masa, yaitu di atas $19.000.
Lonjakan harga Bitcoin berlanjut pada 3 Januari 2021 dengan harga $34.792,47. Namun keesokan harinya, harga Bitcoin turun 17%. Tak butuh waktu lama, pada 8 Januari 2021 Bitcoin diperdagangkan untuk pertama kalinya dengan harga di atas $40.000 dan pada 16 Februari menyentuh harga $50.000. Namun lagi-lagi, harga Bitcoin jatuh ke angka $36.900 pada 19 Mei 2021.
Baca juga: Cryptocurrency Halal atau Haram? Begini Penjelasan Lengkapnya
Sinyal Crypto Bubble Tahun 2021
Beberapa cryptocurrency, seperti Bitcoin, Cardano, dan Ethereum serta beberapa cryptocurrency lain sempat hampir mengalami bubble. Hal ini memicu kekhawatiran investor cryptocurrency karena nilai aset kripto terus menurun.
Apabila dirupiahkan harga Bitcoin pada akhir Mei 2021 sempat terjun hingga sampai di angka Rp499 juta. Angka tersebut jauh di bawah harga tertinggi Bitcoin pada 14 April 2021 yang dihargai sekitar Rp926 juta.
Umumnya, penurunan drastis pada Bitcoin diikuti oleh penurunan harga dari cryptocurrency lainnya. Nilai Ethereum pada akhir Mei 2021 menurun hingga 38,48 persen dalam 24 jam. Selain itu, nilai Cardano turun hingga 35,83%, Binance Coin mengalami penurunan hingga 52,77%, XRP turun hingga 44,68%, harga Polkadot menurun hingga 55,21%, serta Internet Computer mengalami penurunan hingga 32,34%.
Baca juga: Mengenal Cryptowatch, Situs Pengamat Cryptocurrency
Pemicu Cryptocurrency Bubble
Pendapat Elon Musk
Selaku CEO Tesla, Elon Musk tentu dapat mempengaruhi dunia melalui perkataan maupun perilakunya. Fenomena cryptocurrency bubble salah satunya disebabkan oleh cuitan Elon Musk di akun Twitternya.
Melalui akun Twitternya, Elon Musk menuliskan dukungannya terhadap Bitcoin dan sempat membeli Bitcoin sebanyak 1,5 miliar pada Februari lalu. Menurutnya, Bitcoin merupakan salah satu cryptocurrency yang menjanjikan. Di samping itu, Elon Musk juga mengumumkan bahwa Bitcoin dapat digunakan untuk membeli produk Tesla.
Tidak berselang lama, 49 hari kemudian Elon Musk kembali menulis di akun Twitternya bahwa Tesla tidak lagi menerima pembayaran dengan Bitcoin. Elon Musk menilai Bitcoin dapat merugikan lingkungan. Seketika nilai Bitcoin menjadi anjlok dan ratusan miliar dolar di pasar kripto hilang akibat cuitan Elon Musk di Twitter.
Cryptocurrency tidak disetujui oleh berbagai negara
Terjadinya cryptocurrency bubble juga dapat dipicu oleh keberadaan cryptocurrency belum diterima oleh berbagai negara di dunia. Negara khawatir cryptocurrency akan merusak mata uang negara yang dilindungi oleh Bank Sentral.
Salah satu negara yang lantang menolak cryptocurrency adalah Cina. Cina melarang berbagai bank dan layanan pembayaran online untuk memfasilitasi transaksi yang terafiliasi dengan cryptocurrency. Hal ini berhasil mengacaukan kondisi pasar cryptocurrency karena penambang Bitcoin kebanyakan terjadi di Cina.
Selain Cina, larangan pemberlakukan pembayaran menggunakan cryptocurrency juga diterapkan oleh Turki. Pelarangan secara efektif terhadap penggunaan mata uang digital juga diterapkan oleh negara-negara lainnya, seperti Ekuador, Nigeria, Aljazair, dan Bolivia. Larangan penggunaan cryptocurrency di berbagai negara telah menurunkan harga Bitcoin dan cryptocurrency lain menuju titik terendah.
Pemain cryptocurrency perlu mewaspadai terjadinya cryptocurrency bubble sewaktu-waktu. Harga cryptocurrency yang melonjak tajam dapat runtuh secara tiba-tiba. Namun, pada cryptocurrency dengan fundamental yang kuat dan tepat, kondisi bubble mungkin hanya salah satu tahap sebelum cryptocurrency sebagai teknologi keuangan baru diterima secara global.
Baca juga: Belum Tahu Crypto Wallet? Ini Penjelasan dan Jenisnya