Berita Nasional Terpercaya

Kisah AKP Gusti Komang Sulastra, Anak Petani Jadi Polisi Hingga Mendalami Hipnosis

0

BERNAS.ID – Hipnotis masih kerap mendapat stigma dari masyarakat. Hipnotis  bahkan menjadi kambing hitam dalam sejumlah kasus kriminal, seperti penipuan dan perampasan.

Tapi bagi sosok polisi AKP Gusti Komang Sulastra, SH.,MH, hipnosis memberikan manfaat positif bagi dirinya. Ia juga menggunakan hipnosis untuk mengembalikan semangat hidup orang lain.

Pernah bertugas sebagai kapolsek, Wadanden Gegana Satbrimob Polda Sulawesi Tenggara ini menceritakan kisahnya menekuni hipnosis di tengah kesibukannya bertugas.

Selain aktif di kepolisian, Gusti juga dipercaya sebagai Ketua DPW PKHI Sultra. Sebagai informasi, PKHI merupakan kepanjangan dari Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia, sebuah organisasi profesi di bidang hipnosis.

Baca Juga: Kisah Avifi Arka Perjuangkan Hipnotis sebagai Profesi Mulia dan Memberi Manfaat Positif

Sebagai putra dari orangtua asal Bali yang transmigrasi ke Sultra, ia telah melewati banyak kisah sebagai putra transmigran. Lalu, bagaimana perjalanan hidupnya menggapai cita hingga jatuh cinta dengan hipnosis?

Cita-cita Anak Petani

Orangtuanya berasal dari Bali. Mereka mengikuti program transmigrasi ke Sulawesi pada 1976. Sang ibu melahirkan Gusti pada 8 November 1976 atau setelah dua pekan tiba di Desa Lapoa, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.

Hampir saja ibunya tidak bisa ikut transmigrasi karena sedang hamil besar. Namun, takdir berkata lain. Gusti pun lahir ke dunia dengan dikelilingi ayah dan kakak-kakaknya.

“Ibu saya hamil besar dan hampir nggak ikut. Ibu saya buat alasan, hamilnya baru 6 bulan, padahal sudah mau lahir,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, Gusti kecil semakin menyadari hidup di daerah transmigran begitu berat. Ia mengenang kembali masa lalu yang sulit. 

Kedua orangtuanya berprofesi sebagai petani dengan 7 anak dan Gusti adalah bungsu di keluarga itu. Tak ada sarana transportasi di desanya yang berjarak sekitar 115 km dari Kota Kendari.

“Saya merasakan orangtua saya beserta seluruh rombongan, mengikuti proses di sana untuk bisa tumbuh dan berkembang. Banyak yang kita alami, suka dukanya, kemudian ada juga masa-masa sulit,” katanya.

Di sana, mereka jarang makan nasi tanpa dicampur dengan bahan lain seperti ubi hutan dan pisang. Pernah suatu hari ketika hasil panen belum maksimal, seluruh keluarganya pergi ke hutan untuk mencari ubi hutan sebagai makanan mereka.

Gusti mengatakan ibunya hanya menyediakan nasi utuh tanpa campuran saat hari raya besar seperti Galungan dan Nyepi. Namun, masa susah itu justru menjadi pengalaman yang tidak pernah terlupa.

“Jadi bisa dibayangkan bagaimana bisa hidup di lokasi transmigrasi dengan keluarga yang banyak,” tuturnya.

“Puji Syukur semuanya terlewati, akhirnya sekarang desanya sudah maju, transportasi sudah lancar,” imbuhnya.

Baca Juga: Kisah Riswan Ekananta, Buktikan Cleaning Service Bisa Berkarier Bahkan Jadi Instruktur Hipnosis

Meski tumbuh di daerah yang serba sulit, Gusti tidak pernah mengubur impiannya. Dia bercita-cita menjadi seorang guru. Menurutnya, guru merupakan profesi yang menarik karena bisa berbagi ilmu kepada sesama dengan berdiri di depan kelas.

Gusti yang masih duduk di kelas 5 SD kala itu makin terobsesi menjadi guru ketika sering dijadikan contoh oleh gurunya di kelas. Guru tersebut kerap memintanya untuk duluan menjawab pertanyaan ketika pelajaran berlangsung.

“Saya melihat guru-guru saya, mereka kok bisa menarik untuk didengarkan. Itu salah satu yang menyebabkan saya terobsesi jadi guru,” ujarnya.

Kepincut Jadi Polisi

Untuk mewujudkan cita-citanya sebagai guru, ia kemudian mendaftarkan diri di Universitas Halu Ole (UHO), di Kendari, dengan mengambil jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Pemilihan jurusan itu tak lepas dari kecintaannya pada dunia olahraga. Saat tumbuh di desa, ia dan teman-temannya kerap bermain sepak bola, sepak takraw, dan voli.

Suatu ketika, Gusti yang masih kuliah itu pulang kampung di Tinanggea. Ia melihat sekelompok polisi sedang melakukan pengaturan baris-berbaris.. Saat itu pula ia memandang polisi sebagai sosok yang gagah.

Kemudian, ia berkata kepada seorang temannya bahwa tahun depan ia akan pulang dengan seragam polisi.

“Dan betul saja, saya mencoba meminta izin kepada orangtua dan saudara, saya mau mendaftar polisi. Akhirnya bisa diterima, masuk dengan beberapa tahapan seleksi,” jelasnya.

Gusti kepincut jadi polisi dan melepaskan kuliahnya setelah mengikuti pendaftaran sebagai calon siswa di Polda Sultra pada 1996. Kemudian pada usia 18 tahun, ia ditempatkan di Satuan Brigade Mobil (Brimob).

Kariernya terus menanjak, mulai dari Perwira seksi oprasi Batalyon Pelopor, Kapolsek Palangga Polre Konsel Polda Sultra, Kapolsek Tinanggea, Kasatresnarkoba Pores Kendari, Kapolsek Baruga Polres Kendari, hingga Wadanden Gegana Satbrimob Polda Sultra.

Ketika masih menjadi kapolsek, Gusti kerap melakukan kunjungan di masjid untuk menyosialisasikan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Ia menyadari, sebagai seorang kapolsek ia memiliki tanggung jawab untuk memelihara kamtibmas.

Dengan begitu, ia tak segan untuk hadir di rumah ibadah dan bertemu dengan masyarakat langsung. Ia kerap hadir di masjid-masjid ketika bulan suci Ramadan  untuk menyampaikan pesan-pesan terkait kamtibmas.

 “Karena masyarakat yang berkumpul itu lebih mudah kita jumpai pada saat beribadah, salah satunya di masjid. Akhirnya pada saat itu saya didaulat untuk menyampaikan pesan kamtibmas,” jelasnya. 

Perkenalan dengan Hipnosis

Hampir sama dengan kebanyakan orang, Gusti kerap menyaksikan hipnotis yang ditayangkan di televisi. Sampai akhirnya pada 2015,  ia penasaran dan tertarik untuk mencoba hipnosis.

“Ketika mendengar dan menonton hipnotis, saya ingin seperti itu, ya seperti Uya Kuya dan Romy Rafael, bikin tidur orang. Saya ingin membongkar alam bawah sadarnya,” ucapnya.

Baca Juga: Kisah Lan Ananda, Tokoh Taekwondo di Bali yang Menekuni Hipnosis dan Hypnosport

Pada 2016, Gusti mengikuti kelas kursus hipnotis yang digelar oleh Indonesian Hypnosis Centre (IHC). Saat itu, ia berpikiran untuk bisa “menidurkan” seseorang, perlu mantra khusus.

Namun, ia sedikit kecewa karena kelas yang diikutinya hampir selesai tapi mantra yang ia bayangkan tidak juga muncul dalam kelas. Pada akhirnya, dia menyadari hipnosis dilakukan bukan karena mantra tapi sains.

“Akhirnya saya mulai menyadari hipnosis itu seperti ini , semuanya logic, no magic,” katanya.

Setelah mempelajari hipnosis lebih dalam, ia berpendapat hipnosis merupakan metode untuk mengelola pikiran sehingga dapat menentukan sikap pada setiap waktu. Misalnya, bagaimana langkah kita ketika menghadapi tekanan atau mendengar informasi tertentu.

Hipnotis kerap menjadi kambing hitam dalam kasus-kasus kriminal. Hal tersebut juga yang dialami Gusti ketika masih menjadi kapolsek. Ia kerap menerima laporan kasus penipuan yang dianggap sebagai hipnotis.

“Kenapa mereka tidak mengatakan penipuan saja. Kalau mengatakan hipnotis itu kan kita harus buktikan bagaimana prosesnya,” jelasnya.

Hingga sekarang sudah tahun ke-6, Gusti belajar hipnosis. Ia merasakan betul perubahan dalam dirinya. Ia makin merasakan setiap waktu bisa dimaksimalkan. Bahkan ketika beristirahat, ia tak hanya menidurkan tubuhnya tapi juga mentalnya.

Menurutnya, penyebab sebagian orang tidur cukup tapi bangun dalam keadaan masih capek, berarti orang itu hanya menidurkan tubuhnya. Padahal, untuk memiliki semangat menghadapi hari-hari perlu juga untuk mengistirahatkan mentalnya.

“Bagaimana kita mengafirmasi diri ketika kita lelah, kita mengistirahatkan sejenak tetapi hasil nya maksimal,” katanya.

“Jadi kita menghipnosis diri dengan afirmasi, dengan kata-kata bijak, sehingga kita merasakan sebuah hasil yang kita inginkan. Karena begini, banyak orang itu ketika istirahat hanya mengistirahatkan fisiknya tapi lupa mengistirahatkan mentalnya,” jelas Gusti.

Menghapus Stigma Hipnotis

Gusti dipilih sebagai Ketua DPW PKHI Sultra. Ia mendapat kepercayaan untuk memimpin sekitar 130-an anggota di wilayahnya. Ia ingat ketika belajar kelas pertama hipnosis di Sultra, hanya ada 17 orang yang ikut.

Namun, seiring waktu berjalan minat orang untuk belajar hipnosis semakin meningkat. Dia mengatakan para alumni IHC juga juga menyebut masyarakat yang ingin mendapat manfaat baik dari hipnosis juga semakin banyak.

Terkait bidang yang didalami di hipnosis, Gusti lebih condong pada hipnomotivasi. Karena kesehariannya dalam bertugas, ia sering menghibur teman-temannya dengan hipnosis.

Tak jarang, ia juga menggunakan hipnosis untuk berbagi kepada mereka yang meminta motivasi dan semangat dalam menjalani kehidupan.

“Pokoknya setelah belajar hipnosis ini, saya betul-betul merasakan manfaatnya untuk pribadi khususnya, dan saya juga siap dan selalu berbagi dengan teman-teman dan siapa saja yang meminta motivasi, semangat, misalnya bagaimana dengan persoalan seperti itu saya harus ngapain,” ujarnya.

Semangat memang menjadi prinsip seorang Gusti. Ia bahkan selalu bilang kepada keluarganya bahwa segalanya boleh hilang, kecuali semangat. Dengan semangat, semua yang hilang dapat didatangkan kembali.

Baca Juga: Kisah Fauzan Asmara Bantu Sesama Temukan Kebahagiaan Melalui Hipnoterapi

“Saya selalu memotivasi diri saya dan istri saya, semuanya boleh hilang, apa saja itu boleh hilang. Tapi satu yg tidak boleh hilang yaitu semangat,” katanya.

“Ketika kita masih punya semangat, semua yang hilang itu masih bisa kita datangkan kembali,” imbuhnya.

Kini, Gusti masih melanjutkan studi S3 Manajemen di UHO. Meski sibuk dengan tugas dan studinya, ia tak pernah berhenti untuk memperkenalkan hipnosis kepada masyarakat di Sultra. Dengan begitu, stigma yang disematkan masyarakat untuk hipnosis dapat luntur. 

“Harapan ke depan, kami bisa berkolaborasi dengan stakeholder yang ada di pemerintah, baik dinas kesehatan dan kemendikbud, untuk  lebih memperkenalkan hipnosis kepada masyarakat di Sultra,” tuturnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.