Berita Nasional Terpercaya

KPA Sentil Food Estate Pemerintah Seperti Kembali ke Era Belanda

0

JAKARTA, BERNAS.ID – KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) menyinggung program Food Estate (FE) Pemerintah mirip dengan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) pada masa kolonial Belanda. FE sendiri dirancang oleh Presiden Joko Widodo.

Dalam sejarahnya, Cultuurstelsel pada tahun 1830 Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan setiap desa menyisihkan tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, tebu, teh, dan tarum.

Baca Juga Bappenas Perbarui Masterplan Food Estate Kalimantan Tengah

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Sartika mengatakan jika dianalisa, sistem FE sebenarnya serupa dengan sistem tanam paksa. “Dapat disimpulkan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia telah kembali ke era kolonialisme,” tuturnya dalam acara peluncuran Catatan Tahunan KPA, Kamis (6/1/2022).

Lanjut tambahnya, ada kemiripan pola pelaksanaan dalam Food Estate dengan sistem tanam paksa. Ia menyebut Cultuurstelsel melakukan perampasan tanah melalui Domein Verklaring dan Food Estate dilakukan dengan cara merampas tanah melalui klaim Proyek Strategis Nasional (PSN).

Selain itu, Cultuurstelsel mewajibkan setiap desa menyisihkan 20 persen tanah untuk ditanami komoditas ekspor dan hasilnya diserahkan kepada Belanda. Menurut Dewi, ada sedikit kemiripan dengan food estate. “Pemerintah pusat mewajibkan pemda memastikan kesediaan tanah secara cepat dan luas di setiap wilayah target. Konsekuensinya, tanpa transparansi proses dan resiko, Pemda menyasar tanah warga untuk menanam komoditas yang ditentukan hingga mengubah budaya agraris dan tenurial masyarakat,” urai Dewi.

Baca Juga Pakai Teknologi Modern, Ini Keinginan Jokowi Bangun 'Food Estate' di Kalteng

Pemerintah mencanangkan tanah seluas 3,99 juta hektar di 7 (tujuh) provinsi sebagai alokasi tanah untuk program ini. Alokasi terbanyak bertempat di Provinsi Papua dengan 3,2 juta hektare tanah.

Tak hanya itu, menurut Dewi, kegagalan panen dalam sistem Food Estate maupun Cultuurstelsel mesti ditanggung oleh petani sendiri. Padahal, dalam Food Estate, petani pemilik tanah akan berubah statusnya menjadi buruh tani harian atau kontrak di lokasi Food Estate.

Kesamaan lainnya adalah pemerintah pusat memberikan insentif perpajakan bagi perusahaan pengelola Food Estate. Hal tersebut mirip dengan Cultuurstelsel yang memberikan prosenan tanaman sebagai hadiah oleh penjajah untuk penguasa lokal atau kepala desa.

Dewi melanjutkan bahwa aspek yang juga digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam menerapkan Cultuurstelsel dan pemerintah Indonesia saat ini adalah pengerahan aparat dalam menghadapi konflik dengan petani atau warga.

“Sepanjang tahun 2021, tercatat sebanyak empat letusan konflik agraria di sektor fasilitas militer yang tumpang tindih dengan tanah-tanah rakyat. Aparat TNI terlibat secara langsung melakukan intimidasi, penggusuran dan melakukan kekerasan,” katanya.

Beberapa kasus seperti konflik antara TNI AD dengan warga di Bara-Baraya, Makassar, atau sengketa TNI AL dengan 300 warga Desa Kalasey II, Minahasa, Sulawesi Utara. (jat) 

Leave A Reply

Your email address will not be published.