Berita Nasional Terpercaya

Kisah Pendeta Lusia, Aktif Bantu Umat dari Berbagai Agama Berkat Panggilan Tuhan

0

Bernas.id – Mengabdikan diri kepada Tuhan mungkin tak pernah terpikir dalam benak Lusia Pujiningtyas. Akan tetapi, jalan hidup justru membuatnya mantap memilih mengabdikan diri untuk kebaikan umat. Bahkan, hal tersebut berhasil membuatnya terpilih sebagai guru inspiratif wakil dari Kota Klaten.

Bukan tanpa alasan Lusia, begitu sapaan akrabnya, memilih jalan sebagai pendeta. Jalan sebagai pendeta ia pilih setelah belasan tahun bergumul dengan dirinya sendiri.

Langkahnya sebagai pendeta pun berhasil membawa cahaya untuk berbagai kehidupan masyarakat, terutama Kota Klaten. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat di sektiar tempat tinggalnya, yaitu Klaten, yang berhasil merintis usaha kecil menengah (UKM) di bawah bimbingan Lusia.

Bahkan, Lusia juga sukses mendirikan berbagai gerakan sosial, seperti Indonesia Cerdas dan Indonesia Sejahtera untuk membantu banyak orang dari berbagai agama. Lalu bagaimana kisah Lusia mantap memilih jalan hidup bersama Tuhan? Berikut kisahnya:

Langkah awal menjadi pendeta

“Saya dulu itu nggak minat jadi pendeta karena melihat hidup bapak saya, yang juga jadi pendeta, hidupnya susah,” ucap Lusia saat bertemu dengan tim Bernas.id.

Sebelum menjadi pendeta, Lusia memiliki impian besar untuk menjadi seorang dokter hewan. Karena itu, saat tes masuk perguruan tinggi pun ia berusaha “merayu” Tuhan agar membantunya lulus seleksi masuk jurusan kedokteran hewan di Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Waktu tes perguruan tinggi, saya pilih jurusan kedokteran hewan UGM. Tapi apa daya, ternyata nggak diterima, padahal sudah puasa, sudah doa siang malam. Tapi, Tuhan berkehendak lain,” ungkapnya.

Kepada tim Bernas.id, Lusia bercerita bahwa ia merasakan panggilan Tuhan melalui sebuah mimpi. Dalam mimpi tersebut, ia melihat sebuah gedung besar di mana terdapat orang-orang menyanyikan lagu rohani di dalaman. Setelah peristiwa tersebut, Lusia merasa seolah ada suara yang memintanya untuk berada di dalam gedung tersebut.

Namun, Lusia tak langsung menerima hal tersebut. Ia masih berpikir bahwa apa yang dialaminya hanya sekadar mimpi atau halusinasi belaka. Kemudian, ia memutuskan untuk berkuliah jurusan teologi. 

Gagal diterima di jurusan kedokteran hewan UGM membuatnya mengalihkan impiannya untuk menjadi guru agama.

“Waktu itu memutuskan jadi guru agama saja karena ingat pengalaman saya waktu jadi murid tidak pernah mendapatkan pelajaran agama Kristen, padahal di sekolah saya waktu itu, yah, ada guru agama kristen,” ucapnya.

Tak ingin pengalaman masa lalunya terjadi di generasi mendatang, Lusia pun memutuskan untuk mengambil jurusan Teologi di Sekolah Tinggi Theologia Athas Salatiga.

Setelah lima tahun lamanya menuntut ilmu teologi, Lusia pun mulai praktek di suatu gereja. Di momen itulah, Lusia merasa tidak terbebani lagi menjadi seorang pendeta.

“Waktu itu saya tiba-tiba berpikir, kok, jadi pekerja seperti ini, yah. Karena itu, saya memutuskan untuk memperdalam lagi ilmu teologi dengan mengambil studi S1 Teologi di STTII Yogyakarta dan S2 di UKRIM Yogyakarta,” ungkapnya.

Lalu pada 1999, Lusia mendapat kesempatan untuk menjadi dosen di STTII Yogyakarta. Akan tetapi, pencapaian yang diperoleh Lusiana justru membuat dia dihantui rasa bersalah. Lusia merasa dia terlalu sibuk di kampus dan mengabaikan banyak jemaat.

“Saya sudah bergolak lama sejak tahun 2016. Saya nggak kenal tetangga, gereja saya eksistensinya kok rendah. Lalu saya berdoa meminta petunjuk Tuhan dan bertanya kepada Tuhan, sebenarnya Dia punya tujuan apa dengan hidup saya,” ungkapnya.

Kondisi sang ibu yang saat itu sedang jatuh sakit juga membuat Lusia berpikir untuk mengabdikan dirinya dalam dunia pelayanan.

“Yah, waktu itu ibu saya sudah tidak bisa apa-apa. Saya cuma mikir, kalau ibu saya dipanggil Tuhan, siapa yang angkat peti matinya kalau saya nggak akrab dengan orang-orang sekitar,,” tambahnya.

Setelah pergumulan yang panjang, Lusia pun membulatkan tekad untuk melayani Tuhan secara holistik.

Baca juga: Kisah Mahendra Jaya, Pendeta Hindu yang Aktif Bantu Orang Lakukan Self Healing

Melayani Umat dari Berbagai Agama

Ketika membulatkan tekad untuk mengabdikan diri dalam dunia pelayanan, Lusia pun menemukan ada banyak hal yang harus dibenahinya. Di lingkungan tempat tinggal di daerah Kemalang, Klaten, khususnya, ia melihat minat belajar masyarakat sekitar masih kecil.

“Yah, mereka lebih suka mencari pasir yang hasil uangnya lebih besar atau cenderung mencari pekerjaan di luar kota. Selain itu,banyak jemaat yang tidak bisa menyekolahkan anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi karena keterbatasan biaya,” ucapnya.

“Pemuda desa dan gereja selepas lulus SMA lebih suka mencari nafkah diluar kota karena di desa tidak memberikan harapan,” tambah Lusia.

Dari situ, Lusia pun nekat menggunakan uang yang pribadinya untuk menyekolahkan jemaat. Ia yakin bahwa pendidikan memegang peranan penting bagi masa depan seseorang.

Selain itu, Lusia juga mendirikan sebuah gerakan bernama Indonesia Cerdas. Melalui gerakan Indonesia Cerdas yang dimilikinya, Lusia ingin menolong pembiayaan pendidikan anak-anak yang tak mampu hingga jenjang perkuliahan.

Ia juga membuat sanggar belajar di wilayah Bawukan Kemalang dan Kemudho Prambanan Klaten untuk mewadahi anak-anak yang ingin belajar.

“Yah, di sanggar belajar itu, anak-anak yang belum bisa membaca kita ajari bareng-bareng. Lalu yang kesulitan mengerjakan tugas sekolah kita bantu,” ungkapnya.

Melalui gerakan Indonesia cerdas, Lusia juga memberikan pelatihan keterampilan hidup untuk anak-anak, seperti membuat snack atau kerja bakti membersihkan tempat ibadah.

Menyejahterakan Masyarakat Lewat Indonesia Sejahtera

Selain berfokus pada dunia pendidikan, Lusia juga mencoba membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya dengan menginisiasi gerakan Indonesia Sejahtera. Lewat gerakan tersebut, Lusia menyewa dan membuat lahan agar bisa dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan masyarakat. 

“Yah, lahan tersebut ada yang dimanfaatkan sebagai lahan ikan, kebun, dan sejenisnya yang bisa dijadikan sumber pendapatan,” ungkapnya.

Selain itu, Lusia juga melatih masyarakat sekitarnya untuk membuat makanan gar bisa dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan tambahan.

“Lewat gerakan Indonesia Sejahtera, kamu juga mengumpulkan masyarakat yang sudah memiliki usaha lebih agar ikut memasarkan produk,” tambahnya.

Baca juga: Kisah Edward Henry yang Rela Jadi “Tempat Sampah” Para Remaja Melalui Hipnosis

Langkah Membantu Sesama

Selain mendapatkan bantuan dari para donatur, Lusia juga tak segan untuk mengeluarkan uang pribadinya demi membantu sesama.

“Yah, memang ada bantuan dari donatur. tapi, bantuan itu tak mesti ada. jadi, terkadang saya juga harus pakai uang pribadi. Saya percaya dengan ilmu langit alias kekayaan Tuhan,” ujarnya.

“Jika kita hitung dengan logika manusia atau perhitungan matematis pasti terasa rugi dan nggak dapat apa-apa. Tapi nyatanya, setiap saya butuh sesuatu, Tuhan selalu mencukupinya untuk saya,” tambahnya.

Selain mengumpulkan uang dari donatur, Lusia juga berusaha menggandeng pemerintah kecamatan Prambanan Klaten, Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten, Kantor Dinas Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Klaten, serta  Kantor DPMPTSP Kabupaten Klaten.

Semua langkah tersebut dilakukannya untuk mewujudkan misinya sosialnya. Usaha yang dilakukan Lusia pun tak sia-sia. Terbukti selama tahun 2006 hingga 2021 sudah ada sekitar 50 orang meraih titel sarjana berkat Gerakan Indonesia Cerdas yang didirikannya.

Melalui Gerakan Indonesia Sejahtera, sudah ada 100 UMKM binaan meliputi 2 kecamatan dan 6 kelurahan dan 4 UMKM masuk toko ritel modern  seperti Alfamart dan Indomaret.

Leave A Reply

Your email address will not be published.