Berita Nasional Terpercaya

Pengembang Perumahan Minta Pasal 8 PMK Nomor 6 Tahun 2022 Dihapus, Ini Kata REI DIY

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dari Pemerintah untuk sektor perumahan akan menjadi sia-sia. Saat ini, banyak daerah sedang menggodok Rancangan Peraturan Daerah (perda) tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pasalnya, retribusi PBG harus dinaungi perda. 

Diketahui, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.010/2022 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 mencantumkan batas waktu pendaftaran melalui aplikasi maksimal pada 31 Maret 2022. Tertuang dalam Pasal 8 ayat 1.

Kebijakan insentif PPN DTP 2022 diberikan sebesar 50% dari insentif PPN DTP tahun lalu. Yakni 50% atas penjualan rumah maksimal seharga Rp 2 miliar, serta 25% atas penjualan rumah dengan harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.

Ketua REI (Real Estat Indonesia) DIY, Ilham Muhammad Nur mengatakan saat ini, Perda PBG baru dibahas banyak daerah di bulan Februari ini seperti di Bantul dan Sleman. “Sepengetahuan kami, biasanya sebuah perda bisa dimasukkan ke lembaran negara sebagai produk hukum di Kabupaten atau tingkat II setelah mendapat persetujuan di provinsi atau tingkat I, naik ke kementerian dalam negeri, lalu turun ke tingkat I lagi, baru turun ke tingkat II,” tuturnya.

“Katakan, baru bisa diaplikasi sebagai perda bulan April. PBG itu keluarnya setelah perda,” imbuhnya.

Baca Juga Tips Memilih Posisi Kavling Rumah di Perumahan Menurut Feng Shui

Ilham mengatakan jalan keluar, PMK Nomor 6/PMK.010/2022 harus diubah dengan batas pendaftaran melalui aplikasi masih 3 bulan ke depan lagi. Melalui DPP REI, para pengembang akan memohon untuk perubahan atas PMK itu. “Desakannya juga tidak hanya dari asosiasi, tapi stokholder atau pemda untuk membantu menyuarakan,” ucapnya.

“Yang akan dilakukan saat ini, mendorong Pemda sebelum keluar perda bisa, tetap melayani masyarakat tanpa menarik tarif,” imbuhnya.

Ia juga menyampaikan adanya kabupaten yang berani mengeluarkan PBG tanpa memungut retribusi. Menurutnya, ketika kabupaten/kota berani melayani PBG tanpa menarik retribusi, itu menjadi terobosan yang luar biasa. “Bantul contohnya, berani mengeluarkan PBG tanpa memungut karena perda tanpa retribusi, lalu ada kabupaten di Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat berani mengeluarkan,” tuturnya.

Ia pun mewakili para pengembang juga meminta ke Pemerintah agar PMK Nomor 6/PMK.010/2022 bisa mengakomodir rumah yang bukan ready stok, rumah siap huni sehingga bisa mengakses insentif 50 persen PPN. “Teman-teman REI DIY membangun rumah atas dasar pesanan. Kalau sudah melakukan DP, harapannya sudah bisa masuk ke yang disubsidi atau diberi stimulus,” ucapnya.

Baca Juga Perbedaan KPR Perumahan Syariah dan Konvensional: Akad, Masa Tenor, dan Bunga

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida mengatakan sampai hari ini, Kamis (10/2/2022) belum ada daerah yang mempunyai perda PBG. Ia menyebutkan saat ini Kementerian Dalam Negeri sedang melakukan pendampingan untuk membuat perda sampai 11 Maret 2022 untuk 100 Kota/Kabupaten prioritas sesuai usulan REI. “Artinya perda untuk PBG belum ada,” ucapnya.

Ia pun meminta kepada Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan agar batasan di dalam PMK Nomor 6/PMK.010/2022 tentang batas pendaftaran aplikasi akhir Maret bisa diubah sampai bulan September. “Berikutnya, berlaku seperti SE Mendagri Oktober 2021, yaitu IMB diubah menjadi PBG melalui SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung) sambil menunggu perda,” tuturnya.

Untuk IMB yang diubah menjadi PBG melalui SIMBG, ia menyampaikan disetujui BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). “Sudah dijawab lisan oleh BPKM, setuju, tapi Surat Edaran belum keluar,” katanya.

“Usulan perubahan batas akhir pendaftaran baru saya sampaikan ke beberapa institusi untuk digodok, apakah bisa PMK dikoreksi karena ini peraturan menteri, bukan undang-undang, tidak perlu lewat DPR,” imbuhnya.

Ia pun mengungkapkan kekecewaannya bahwa keputusan presiden, menteri, dan dirjen, semuanya sudah mantap dan bagus, tapi tiba-tiba ada batasan pendaftaran di bulan Maret. “Ini kan aneh. Bahasa Jawanya, watuk iso ditambani, watak angel ditambani. Di bawah dijegal, keuntungan seneng melihat orang susah, susah melihat orang seneng,” katanya.

“Kalau ini tidak ada terobosan ya mubazir. Pemikiran stimulus dan lain-lain bukan hanya satu hari. Penggodogan dengan data, dimulai dari November keluar Februari. Dibuat mubazir karena satu ayat pasal 8 ayat 1,” imbuhnya dengan nada kecewa.

Ia menyebut situasi pertumbuhan unit rumah di Indonesia saat ini seolah berhenti karena 70 ribu unit rumah dari bulan Oktober, realisasi cuma 6032 unit sekarang ini sehingga tidak sampai 10% pencapaiannya. “Yang lainnya nggak punya ijin sebabnya,” ucapnya.

“Senin minggu depan, kami akan menagih BKPM dan menagih secara intens ke PMK untuk menghapus pasal 8,” tutupnya. (jat) 

Leave A Reply

Your email address will not be published.