Berita Nasional Terpercaya

Lalu Hamzi Fikri, dari Anak Desa Jadi Dokter hingga Kadinkes NTB dan Menekuni Hipnosis

0

BERNAS.ID – Hipnosis atau hipnotis banyak menuai persepsi negatif dari masyarakat karena kerap dituding sebagai modus kejahatan. Belum lagi, berbagai acara televisi yang menyajikan aksi hipnotis yang semata-mata hanya untuk hiburan saja.

Lalu Hamzi Fikri juga menyematkan stigma pada hipnosis. Namun, dokter yang kini menjadi Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat ini telah mengubah pemikirannya terkait hipnosis.

Menurutnya, hipnosis dapat dikolaborasikan dengan pengobatan medis. Apalagi, kini penyakit fisik kerap dipicu oleh masalah psikologis. Keyakinan pria yang kerap disapa dokter Fikri ini semakin besar setelah menggunakan hipnosis untuk menenangkan pasien selama operasi jantung. 

Baca Juga: Kisah Dokter Asep Ahmad Saefullah Dalami Spiritualitas dan Hipnosis yang Mengubah Hidupnya

Siapa sangka, meski kini ia dipercaya untuk memimpin kebijakan kesehatan di tingkat provinsi, ia dulu besar di sebuah desa yang minim fasilitas kesehatan. Lalu, bagaimana kisah dokter Fikri dalam menggapai cita dan menekuni hipnosis?

Tekad di Gunung Rinjani

Dr. Lalu Hamzi Fikri, MM, MARS, lahir di Sakra, Lombok Timur, pada 21 Juni 1974.  Ia lahir dan besar di sebuah desa yang jauh dari kota. Sebagian besar penduduk di desanya bertahan hidup dengan menjadi petani.

Sementara ia cukup beruntung karena orangtuanya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Meski demikian, ia dan penduduk lainnya masih mengandalkan pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit.

Misalnya saja, ketika sakit, penduduk desa biasanya malah dibawa ke seorang dukun untuk ditarik rambutnya hingga berbunyi “tok”. Fikri kecil pun hanya dipijat saat sakit.

“Di sekitar saya banyak yang nggak care sama kesehatan, karena kalau sakit bukan dibawa ke dokter karena dokter juga masih jarang,” ucapnya kepada Bernas.id.

“Waktu kecil, ketika saya sakit ya cuma dipijat, jadi tradisional semua karena jauh dari fasilitas kesehatan dan jarang,” katanya.

Melihat fenomena itu, Fikri yang telah duduk di bangku SMA pun bertekad untuk menjadi seorang dokter. Asa tersebut semakin kuat setelah ia berhasil mendaki puncak Gunung Rinjani.

Momen berharga itu sangat bermakna bagi seorang Fikri yang masih remaja kala itu. Rinjani telah mengobarkan semangatnya untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi.

“Saya punya tekad, naik sampai ke puncak Rinjani aja bisa, kenapa jadi dokter nggak bisa,” tuturnya.

Baca Juga: Kisah Dodik Pujo Prasetyo, Dokter Nyentrik Pelopor Hipnosis di NTT

Setelah lulus, ia pun dilepas orangtuanya untuk mencari perguruan tinggi secara mandiri di Yogyakarta. Ia masih ingat pada waktu itu harus menempuh perjalanan panjang dari NTB ke Yogyakarta dengan menggunakan bus.

Harga tiket pesawat yang mahal kala itu membuatnya memilih menghabiskan waktu lebih lama di darat dan di laut demi mendapatkan sekolah terbaik. Di Yogyakarta, ia tidak punya saudara ataupun teman, namun selalu ada saja orang yang menolong.

Setelah mendaftar kuliah kedokteran di Yogyakarta, dia pun pergi ke Semarang untuk mendaftar di universitas lain. Di sana, ia diberi tempat tinggal oleh imam masjid. 

Sekali lagi, dia mencoba peruntungan di Jakarta untuk mendaftar sekolah kedokteran. Sebagai remaja yang baru menginjakkan kaki di Ibu Kota, ia malah kecopetan dan tidak memiliki uang lagi.  Lagi-lagi, ada orang baik yang membantu dan memberinya tempat tinggal sementara. 

“Kurun waktu sekian, ketiga-tiganya keterima. Akhirnya pas saya di Yogyakarta, bingung mau yang mana. Akhirnya mohon sama Tuhan, tengah malam, mohon petunjuk,” ujarnya.

“Saking bingungnya, nggak ketemu jawaban, akhirnya ambil lot, bikin lot kasih nomor 1, 2, dan 3, akhirnya ketemunya Semarang,” imbuhnya.

Dari cara pengambilan keputusan yang unik itu, akhirnya ia memilih untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Agung Semarang. Ia berhasil lulus pada 2002.

Hipnosis dalam Keberhasilan Operasi Jantung

Setelah lulus dan menjadi dokter, perjalanan karier Fikri dimulai di daerah terpencil di Sambelia, Lombok Timur. Ia pun dipercaya memimpin puskesmas di wilayah itu, tepatnya di lereng Gunung Rinjani.

Seiring berjalannya waktu, ia pun memimpin puskesmas-puskesmas lain di Terara pada 2005 dan Keruak pada 2009. Fikri kemudian menjadi Kepala Divisi Pelayanan Medis di RSUD Dr. R Soedjono, Selong, Lombok Timur.

Kariernya semakin melejit dengan jabatan struktural di rumah sakit daerah, hingga menjadi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Lalu, kapan tepatnya ia mengenal hipnosis?

Seperti masyarakat pada umumnya, dia sempat punya persepsi buruk pada hipnosis. Sampai akhirnya sekitar tahun 2013, ia belajar tentang hipnosis. Awalnya, ia belum yakin.

Namun, rasa penasaran Fikri terus menggebu sehingga ia pun membaca sejumlah referensi tentang hipnosis. Semua itu pada akhirnya membawa pemikirannya tentang hipnosis, yaitu metode yang berbasis pada ilmiah.

“Akhirnya, yang pertama saya lakukan adalah ikut serta dalam operasi jantung untuk penanaman pacemaker secara permanen untuk pasien,” ucapnya.

Operasi yang pertama di rumah sakit kala itu melibatkan seorang dokter anestesi dari Surabaya, dan dokter jantung dari rumah sakit. Ia pun terlibat untuk membantu mengatasi kecemasan yang dialami pasien.

Fikri mengatakan pasien tersebut cemas sehingga tidak bisa dioperasi kecuali dengan dibius total. Padahal, apabila pasien dapat tenang, bius dapat dilakukan secara lokal. 

“Tapi sebenarnya kalau pasien ini tenang, bisa bius lokal. Saya gabung untuk pasien dibius lokal, saya bagian hipnosisnya, saya intervensi dari sisi kecemasannya,” jelasnya.

Baca Juga: Kisah dr. Ramadhanus: Sempat Bilang Haram, Kini Sembuhkan Luka Batin dengan Hipnosis

Setelah disepakati oleh tim dokter, Fikri membawa tekad agar operasi ini menjadi sejarah di rumah sakit. Ia pun berupaya memberikan sugesti-sugesti positif kepada pasien untuk tetap rileks dan tenang.

Operasi berlangsung selama dua jam, dan dinyatakan berhasil. Tanpa bius total, pasien dapat hidup hingga sekarang. Fikri pun memberi penjelasan kepada tim dokter tentang peran hipnosis dalam dunia medis.

Dari situ, ia makin tertarik untuk menekuni hipnosis hingga menyelesaikan pelatihan pada level trainer/instruktur pada 2014. Kini ia lebih banyak menangani pasien-pasien dengan masalah kecemasan.

Di tempat praktiknya, ia kerap mendapat pasien yang tidak kunjung sembuh meski telah meminum obat yang diberikan oleh dokter. Ia mendapati ternyata pasien itu mengalami kecemasan.

“Tetap saya praktik kedokteran, saya kasih resep dan vitamin, kemudian cuma bedanya dengan praktik dokter lain, saya satu pasien bisa satu jam hingga dua jam,” ujarnya.

Biasanya, dokter Fikri bisa melayani sekitar 40 pasien dalam sekali praktik. Ia pun meluangkan sekitar 5 menit hingga 10 menit untuk menginduksi pasien agar lebih rileks. Tapi terkadang, satu pasien bisa ditangani sekitar satu jam hingga dua jam, apabila membutuhkan hipnosis.

Tak jarang, ia memberikan sugesti positif secara berulang kepada pasien melalui ngobrol. Dengan begitu, pasien dapat lebih nyaman. Jika menemukan adanya masalah kecemasan, ia meminta pasien untuk menunggu sebentar.

Setelah selesai praktik, dokter Fikri akan memberikan sesi hipnosis khusus kepada pasien tersebut. Pasien pun dapat pulang hanya berbekal vitamin dan tak perlu obat-obatan lain.

“Contoh pasien hipertensi, ternyata bukan karena penyakit tapi kecemasan. Saya selesaikan kecemasannya dengan hipnosis,” kata dokter Fikri.

Kecemasan dan Pandemi

Menurut dokter Fikri, biasanya pasien tidak sadar jika dirinya mengalami kecemasan yang berlebihan. Sebelum memeriksa pasien, ia biasanya mengajukan pertanyaan kepada pasien, seperti apakah pasien sedang dalam kondisi nyaman.

Baca Juga: Kisah Edward Henry yang Rela Jadi “Tempat Sampah” Para Remaja Melalui Hipnosis

Masalah kecemasan semakin banyak ditemukan ketika pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. Sektor ekonomi yang lumpuh membuat banyak orang makin cemas. Bahkan menurut dokter Fikiri, hampir 90% pasien yang datang untuk berobat ke rumah sakit mengalami kecemasan secara psikologis selama awal-awal pandemi. 

“Saya melihat pasien yang datang dengan kecemasan berlebihan tanpa bisa mengontrol kecemasannya, kondisinya lebih cepat memburuk. Itu memang ada kaitannya sama hormon dalam tubuh manusia,” jelasnya.

Seperti diketahui, ketika cemas maka tubuh akan melepaskan hormon kortisol. Apabila hormon kortisol ini jumlahnya berlebihan akan menyebabkan peradangan. Sistem kekebalan tubuh pun menurun sehingga sulit melawan infeksi.

Selama menangani pasien saat pandemi, dokter Fikri menemukan fakta unik. Pasien yang berprofesi sebagai pendakwah dan pendeta justru lebih mudah mengendalikan rasa cemasnya dari aspek keagamaan sehingga sembuh.

“Tapi untuk pasien-pasien cemas ada satu fenomena badai sitokin, dalam tubuhnya ketika mengalami kecemasan akan mengalami degenerasi,” ujarnya.

Perjuangan PKHI

Selain menekuni hipnosis untuk membantu profesinya sebagai dokter, Fikri juga aktif sebagai Ketua DPW Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI) NTB. Sejauh ini, ada sekitar 32 pengurus organisasi di wilayahnya.

“Saya karena posisi memegang struktural, dan dokter,  di posisi dokter maka saya kombinasikan antara fisik dan psikis, keilmuan dokter bisa dikolaborasikan dengan hipnosis sehingga itu bagian dari pekerjaan,” jelasnya.

Kini, ia dan kawan-kawan di PKHI terus berjuang supaya masyarakat bisa menerima hipnosis sebagai bagian dari pengobatan. Apalagi berkaca dari perkembangan hipnosis di negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris yang telah sangat maju.

Menurutnya, tidak ada kata terlambat untuk menggaungkan hipnosis kepada masyarakat sehingga tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang negatif.

“Di luar negeri sudah sangat maju ilmu hipnosisnya, dari literatur-literatur juga. Kita masih berpikir ini hal yang dengan persepsi negatif tadi. Ini yang coba kita harus lebih kuat sosialisasi dari berbagai aspek, tidak hanya PKHI tapi juga pusat,” tuturnya.

Baca Juga: Kisah AKP Gusti Komang Sulastra, Anak Petani Jadi Polisi Hingga Mendalami Hipnosis

Fikri selelau menerapkan prinsip hidup yang harus bermanfaat bagi orang lain. Sebagai seorang dokter dan praktisi hipnosis, melihat orang bahagia sembuh dari sakit psikis dan fisik merupakan kepuasan sendiri baginya.

Sekarang, ia mendapat kepercayaan yang lebih besar sehingga menuntut tanggung jawab yang juga lebih besar. Dia berharap segala kebijakan terkait kesehatan masyarakat di NTB dapat dirasakan banyak orang.

“Ketika sekarang dikasih amanah untuk menjaga kesehatan dengan cakupan yang lebih besar di NTB. Ketika kebijakan kita bisa memberikan manfaat dan dirasakan oleh banyak orang lain, itu jadi ladang pahala dan ibadah, dan buat bekal di kemudian hari,” ujar dokter Fikri.

Leave A Reply

Your email address will not be published.