Berita Nasional Terpercaya

KSPSI Kota Jogja Tolak Aturan Pencairan Jaminan Hari Tua

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Jogja menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Sebab, berdasarkan peraturan tersebut, JHT baru bisa dicairkan di usia 56 tahun. 

Sekjen KSPSI Kota Jogja, Deenta Julliant Sukma mengatakan, serikatnya siap melayangkan gugatan apabila Permenaker yang dianggap merugikan itu direalisasikan.

“Kami jelas menolak, karena hak yang seharusnya diterima pekerja ketika kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau tidak bisa bekerja lagi, tidak bisa diambil sampai usia 56 tahun. Kebijakan yang tidak pro pekerja. Terlebih di tengah pandemi serta ancaman gelombang PHK,” kata Deenta, Selasa (15/2/2022). 

Ia beranggapan pemerintah tidak bisa berdalih dengan keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di PP No. 37 Tahun 2021 atau turunan UU No. 11 Tahun 2022. Dalam konteks tersebut, skema pencairannya cenderung sulit. 

Baca juga: KSPSI Menilai Program Bantuan Pekerja Rp 600 Ribu Diskriminatif

“Selain UU babonnya sudah dianulir Mahkamah Konstitusi karena cacat formil, juga tidak semudah yang dibayangkan dalam proses pengambilannya. Nilainya pun saya rasa tidak sebanding,” sambungnya. 

Terlebih melihat kondisi di Jogja saat ini, sekitar 300.000 dari total 800.000 pekerja formal yang sudah tercover BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga para pekerja informal baru mendapat layanan JKK maupun JKM, yang iurannya dinilai lebih murah. 

“Itu berarti jumlah pekerja informal di DIY belum sampai 50 persen yang tercover BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga, bisa dipastikan, masih banyak pekerja baik formal dan informal yang tidak terlindungi jaminan sosial,” katanya.

Ia menambahkan, di lapangan juga seringkali ada kendala seperti perusahaan yang belum membayar upah pekerja sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minomum Kabupaten dan Kota (UMK). Padahal syarat utama menjadi peserta BPJS ketenagakerjaan ialah upah selaras UMP/UMK. 

Pengawasan dari pemerintah daerah dalam menegakakkan aturan soal kepesertaan jaminan sosial pekerja juga dianggap lemah. Selain itu, kebijakan perlindungan ketenagakerjaan, khususnya sektor informal belum dikeluarkan. 

Baca juga: 150 Ribu Buruh di DIY Diklaim Jadi Miskin karena Corona

“Beberapa kali kami sudah mendorong, bagaimana APBD atau Dana Keistimewaan bisa mengcover jaminan sosial bagi pekerja informal. Tapi Pemda DIY lebih condong pada pembangunan yang sifatnya monumental,” tandasnya. (den)

Leave A Reply

Your email address will not be published.