Berita Nasional Terpercaya

PKB Kritik Aturan BPJS Jadi Syarat Jual Beli Tanah

0

JAKARTA, BERNAS.ID – Anggota Komisi II DPR dari PKB Yanuar Prihatin mengkritik kebijakan BPJS Kesehatan yang dijadikan syarat jual beli tanah. Yanuar menilai kebijakan itu lucu, karena tidak ada kaitan kepemilikan tanah dengan kesehatan.

“Kebijakan ini agak lucu, dan seperti kehabisan cara untuk mengembangkan program BPJS Kesehatan. Pertanyaannya, ada hubungannya ga antara kesehatan dengan kepemilikan hak atas tanah? Hubungannya jauh banget. Transaksi jual beli tanah cukup dengan syarat punya uang bagi pembeli, punya tanah bagi penjual dan bukti kepemilikannya dan keduanya warga negara Indonesia yang waras, tidak gila,” kata Yanuar, Sabtu (19/2/2022).

Ia mengatakan, kepemilikan tanah merupakan hak privasi yang bersifat asasi. Dia menilai hal itu tidak boleh dihalangi dengan persyaratan yang sulit.

Baca juga: Mulai Bulan Depan, Kartu BPJS Kesehatan Jadi Syarat Jual Beli Tanah

“Kepemilikan tanah adalah hak privat yang bersifat asasi. Tidak boleh dihalangi oleh hambatan apapun sepanjang syarat-syarat yang wajar dimiliki. Sementara kesehatan adalah kondisi individual yang tidak punya hubungan apapun dengan aset. Orang yang sakit tidak otomatis kehilangan hak atas tanah dan bangunan. Sebagaimana orang sehat tidak otomatis punya rumah dan tanah,” tegasnya.

Baca juga: Ini Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS

Ia menilai kebijakan itu terkesan dipaksakan. Yanuar lantas mewanti-wanti jangan sampai kebijakan serupa juga diterapkan dalam pembelian kendaraan hingga sandang.

“Logikanya tidak nyambung antara transaksi tanah dan kesehatan. Kalau kebijakan ini dipaksakan, nanti lama kelamaan bisa aneh cara pikirnya. Jangan-jangan suatu waktu orang sakit kehilangan asetnya dengan otomatis. Bisa juga nanti orang beli kendaraan, beli pakaian, beli hewan ternak, dan membeli apapun harus ada kartu BPJS Kesehatan. Makin ngawur,” ucapnya.

Dia lantas menyayangkan kebijakan itu diputuskan tanpa pembahasan di DPR. Menurutnya, tidak pantas jika kebijakan yang berkaitan dengan publik mengesampingkan peran DPR.

“Semestinya kebijakan yang mempengaruhi publik dibahas dan dibicarakan dulu dengan DPR. Sopan santunnya begitu. DPR itu wakil rakyat, jadi tidak pantas jika kebijakan publik diputuskan dengan menihilkan peran DPR,” tandasnya. (den)

Leave A Reply

Your email address will not be published.