HET Dicabut, Pemkot Jogja Tunda Distribusi 6 Ton Minyak Goreng

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng (migor)
kemasan dicabut oleh pemerintah pusat sejak Rabu (16/3/2022).
Dengan tidak berlakunya lagi HET migor kemasan pada harga Rp14.000, Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogyakarta menunda distribusi 6 ton migor.
Kepala Disdag Kota Yogyakarta, Yunianto Dwi Sutono mengatakan, distribuasi migor kemasan ini sebanyak 6 ton berasal dari PT. PPI dengan harga Rp12.500. Harapannya pedagang menjual maksimal Rp13.500.
“Itu sebenarnya sudah ready, cuma ada pidato dari Pak Menteri Airlangga [Hartarto], kemudian engga jadi di-drop, di-pending dulu,” kata Yunianto, Kamis (17/3/2022).
Namun, ia meneruskan, distribusi migor kemasan dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian DIY dengan jumlah 21,6 ton atau sekitar 1.800 kemasan tetap berlangsung. Distribusi ini menyasar Pasar Beringharjo, Kranggan, Sentul, Prawirotaman, Demangan, dan Kotagede. Migor ini rencana awalnya akan dijual dengan harga Rp13.000 per liter ke pedagang, dengan penjualan Rp14.000 per liter.
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Pasar Tradisional DIY Masih Tinggi
Ia menambahkan, pencabutan HET oleh pemerintah pusat berpotensi membuat harga migor naik. Bakal ada potensi pula oknum-oknum penimbun minyak goreng melepas komoditas.
“Ini membingungkan pedagang, termasuk saya juga. Jadi, khawatirnya kita, kan harga jadi liar. Terus, ya, mohon maaf, penimbun-penimbun bisa mengeluarkan barangnya, meski kami yakin di Jogja tidak ada,” katanya.
Baca juga: Minyak Goreng Subsidi Bakal Didistribusikan di Semua Pasar
Sementara itu Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, penetapan harga migor bukan dalam kekuasaan pemerintah daerah. Namun kewenangan lebih kepada ketersediaan stoknya.
Haryadi mengimbau, masyarakat membeli sesuai dengan kebutuhan sehari-hari. Tidak perlu membeli dengan jumlah di luar itu dan tidak perlu khawatir dengan keadaan saat ini.
“Saya bangun kesadarannya bahwa stok migor ada. Anggapan mau puasa harga naik itu kan mindset, bukan masalah pasokan dan lainnya, itu lebih pada mindset,” kata Haryadi.
“Orang Jogja aman-aman aja, enggak bisa digoreng ya digodok. Tidak terlalu menjadi isu di Jogja,” tandasnya. (den)