Cara Ibu Rumah Tangga Desa Jualan Online untuk Menyelamatkan Ekonomi Keluarga
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Kehadiran aneka Sosial Media (Sosmed) memberikan beragam manfaat hebat bagi para ibu rumah tangga. Urusan dapur yang selama ini identik dengan kaum ibu, kini menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru yang sangat membantu ekonomi keluarga. Bahkan usaha para ibu inilah yang ‘menyelamatkan’ ekonomi keluarga ketika badai krisis Pandemi Corona menyerbu seluruh dunia.
Berikut ini beberapa kisah yang dirangkum Bernas.id mengenai Kartini Desa yang merubah dapurnya menjadi kekuatan baru ekonomi keluarga ketika pendapatan suami mereka ‘ambyar’ akibat amuk Corona.
1. Usaha Kuliner Unik
Trisnawati, 40 tahun, hanyalah ibu rumah tangga biasa dengan dua anak yang juga perempuan. Keluarga kecilnya tinggal di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Dlingo, Kabupaten Bantul. Butuh 1,5 jam dari kampung di atas perbukitan ini untuk sampai ke jantung kota Yogyakarta. Kampung terpencil? Iya.
Baca Juga : Pedagang Jamu Pun Harus Disertifikasi Dan Mampu Jualan Online
Sebagaimana jutaan keluarga di Indonesia, keluarga ini juga dihempas badai ekonomi akibat wabah Corona. Suaminya yang tukang kayu tak berkutik, selama beberapa bulan belum ada pesanan datang padanya. Trisnawati lalu berpikir untuk membantu suami mencari rejeki. Tapi apa yang bisa dilakukan seorang ibu rumah tangga yang sibuk mengurus anak dan tinggal di tempat terpencil seperti dirinya?
Berbekal HP, perempuan lulusan SMP mulai jualan makanan melalui jaringan WA. “Saya lalu diajari membuat akun di Marketplace oleh anak-anak muda. Tapi bingung mau jualan apa, kebiasaan saya hanya membuat makanan?” kenangnya.
Tapi usaha makanan melalui online sungguh tak mudah bagi ibu rumah tangga yang tinggal di daerah nan jauh dari kota seperti itu. Selain durasi makanan yang terbatas, tidak mungkin pula menggunakan jasa GoFood sebagaimana orang kota. Tak ada GoFood di desanya, sebab sudah pasti tak akan dapat order saking sepinya daerah ini. Tapi niat mencari rejeki akan selalu menemukan jalannya.
Akhirnya dia menemukan sebuah menu istimewa, bakal tahan beberapa hari pengiriman dan sulit disaingi, namanya belalang goreng! Wati mengumpulkan anak-anak di kampungnya dan menawarkan pada mereka harga yang ‘aduhai’ jika mau menyetor belalang padanya.
“Ketimbang mereka main, mendingan nyari belalang, sehingga dapat uang jajan sendiri. Kan lumayan,” ujar Wati memapar konsep bisnisnya.
Baca Juga : Di Tengah Pandemi Corona, Teknologi Pengolahan Pangan Dan Penjualan Online Perlu Didorong
Benar saja, dalam hitungan hari, suplai bahan bakunya meningkat tajam. Setiap sore anak-anak datang ke rumahnya dengan tangan menghunus batang lidi berisi belalang yang telah disunduk. Sekali setor satu lonjor lidi panjang berisi belalang sunduk ini anak-anak bisa mengantungi Rp. 20 ribuan.
Ini jelas bukan angka main-main bagi anak-anak. Angka itu akan membuat mereka kaya raya dalam sehari. Lalu setelah habis untuk jajan, memulai perburuan belalang lagi.
Setiap sore Trisnawati mencuci belalang itu lalu menggorengnya. Setelah minyaknya kering, dimasukkannya belalang goreng ke dalam kotak plastik transparan sehingga tetap menampakkan warna cokelat tua berkilat-kilat dari luar. Foto-foto itu lalu diunggahnya di akun Marketplace dan disebar melalui WA serta Facebook.
Jangan remehkan harga belalang ya. Dengan menghitung tingkat kesulitan serta kelangkaan bahan baku makanan ini, ya belalang itu maksudnya, maka belalang goreng Wati dijual dengan harga Rp350-an ribu satu kilo.
“Harganya naik turun, sesuai kondisi alam. Kalau bahan bakunya gampang didapatkan ya saya kurangi harganya. Tapi pas belalang lagi nggak musim, akan saya naikkan harga,” katanya.
Dalam sehari, Wati bisa menjual 2-5 kilo belalang. Keuntungannya mencapai 40-an persen. Jadi, ibu rumah tangga di kampung terpencil ini bisa meraup laba Rp 300 – 400 ribu sehari. Di lain sisi, anak-anak di kampungnya menjadi lebih bahagia karena uang saku yang mereka bisa dapatkan sendiri.
2. Hobi jadi Rejeki
Sukmawati, 39 tahun, ini tak pernah menyangka hobinya memasak untuk suami dan anak-anaknya malah bisa menyelamatkan ekonomi keluarganya dari bencana Corona. Awalnya ibu dua anak yang tinggal di Panggungharjo, Sewon, Bantul ini senang menjajal berbagai jenis makanan untuk dua anaknya.
“Agar anak-anak tidak jajan di luar. Kalau makanan buatan sendiri kan higienitasnya terjaga,” ujarnya.
Lalu seperti jutaan ibu lainnya, setelah makanan siap Sukmawati iseng memotretnya untuk dipamerkan ke status WA.
Tanpa diduga, foto makanan pada status WA itu ternyata menarik hati teman-temannya. “Mereka lalu menanyakan, apakah makanan itu bisa dipesan? Lalu saya jawab ‘bisa’. Padahal saya juga masih mencoba-coba resep saja melalui online,” jawabnya.
Esoknya, ketika memajang foto jenis makanan yang lain, ada lagi yang beli. Esok harinya lagi dan lagi.
Yang aneh bin ajaib adalah Sukmawati tetap mendapatkan pembeli meski tiap hari dia memasak berbeda. Jadi kadang di hari selasa dia membuat brownies pisang, esoknya bikin dimsum, esoknya tiba-tiba muncul ide nasi bakar, esoknya puding, esoknya aneka roti kering dan menu tak terduga lainnya. Biasanya sore Sukmawati memajang ‘menu’ yang bakal dimasaknya besok pagi. Malamnya, para ibu memesan, esoknya makanan sudah siap antar.
“Akhirnya saya menjadikan efek kejutan ini sebagai strategi mendapatkan pembeli,” katanya.
Baca Juga : Transaksi Penjualan Online Naik 400 Persen Selama Pandemi Covid-19
Omset usaha Sukmawati memang belum sampai jutaan. Hanya saja, dari ‘warung kaget’nya itu, setiap hari dia bisa mendapatkan penghasilan minimal Rp 150 ribuan. Juga anak-anaknya tak perlu lagi ke warung untuk jajan, karena selalu ada makanan di rumah mereka.
3. Tiktok Pembawa Berkah
Siapa bilang Tiktok hanya adalah tontonan untuk bersenang-senang saja. Meta, ibu dua anak, tinggal di Arut Selatan, Kutawaringin Barat, Kalimantan Tengah, contohnya. Suatu kali Meta iseng melihat Tiktok karena penasaran dengan dua anaknya yang keranjingan media sosial ini.
Lalu tiba-tiba matanya kecantol Tiktokshop, salah satu menu Tiktok berupa jualan langsung aneka produk terutama fashion. Di Tiktok para penjual menggunakan resep dagang mirip jualan baju di pasar nyata, lengkap dengan teriakan pedagang yang nyerocos tanpa koma.
Tiktokshop memang unik, ada beragam produk fashion dengan harga tak masuk akal di sana. Anda bisa mendapat tas perempuan seharga Rp 35 ribu-an, aneka pakaian gamis seharga di bawah Rp 100 ribu, kacamata gaya Rp 15 ribuan dan segudang barang murah lainnya. Meta bergerak cepat, dia membeli beberapa tas, baju dan pernah-pernik lainnya.
Aneka barang itu bukan untuk dipakainya melainkan dia jual lagi ke kolega, teman, tetangga dan melalui jaringan WA dan Facebook. Dalam sekejab, aneka produk murah-meriah itu langsung ludes. Dalam sehari Meta bisa menual 4-10 jenis produk.
“Saya mengambil keuntungan tipis saja. Tapi kalau barang yang terjualnya banyak, kan tetap gede juga bagi keluarga seperti kami,” ujar ibu dua anak ini.
Ketiga ibu ini hanyalah segelintir kaum perempuan desa yang kini tak lagi identik dengan konco wingking. Disela mengurus anak-anak dan suami mereka, ternyata mereka bisa menciptakan kreativitas meski dalam situasi terbatas.
Omsetnya memang tidak terlalu membahana tapi bisa menjadi tambahan kekuatan untuk menopang ekonomi keluargai di tengah krisis ekonomi akibat Pandemi. Bagaimana dengan Anda? (adji)