Berita Nasional Terpercaya

Sejarah Minyak Goreng: Berasal dari Kelapa Sawit di Afrika Barat hingga Mendominasi Dunia

1

BERNAS.ID – Harga minyak goreng hari ini terus menjadi sorotan, setelah bikin geger karena harganya sempat mencapai Rp50.000 per 2 liter. Bahkan pernah minyak goreng langka di pasaran.

Meski sempat turun, momen Ramadan dan menjelang Lebaran membuat minyak goreng kemasan kembali meningkat. Banyak masyarakat yang mengunggah kekecewaan mereka terhadap mahalnya bahan pangan dari kelapa sawit ini.

Berbagai pihak membeberkan biang kerok kenapa minyak goreng mahal. Di luar beragam alasan yang disampaikan, sebenarnya sejak kapan manusia sangat bergantung dengan minyak goreng?

Baca Juga: Harga Minyak Goreng Melejit, Pedagang Menjerit

Lalu, bagaimana kelapa sawit mengubah hidup manusia? Meski minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan memasak yang utama di dapur, keberadaan kelapa sawit kerap mengancam kehidupan di hutan.

Pohon Kelapa Sawit

Minyak goreng yang kita konsumsi termasuk minyak nabati yang berasal dari buah pohon kelapa sawit atau Elaeis guineensis. Mengutip WWF, minyak sawit mentah berasal dari perasan daging buah dan minyak inti kelapa sawit berasal dari ekstraksi bagian inti atau biji sawit.

Pohon kelapa sawit berasal dari Afrika, yang kemudian dibawa ke Asia Tenggara lebih dari 100 tahun lalu. Tapi awalnya pohon ini hanya digunakan sebagai tanaman hias. 

Kini, Indonesia dan Malaysia memproduksi minyak goreng kelapa sawit untuk memenuhi lebih dari 85%  pasokan global. Bisa dibayangkan bagaimana negara penghasil kelapa sawit pernah mengalami kelangkaan minyak goreng.

Melansir dari Encyclopædia Britannica, pohon kelapa sawit dapat tumbuh subur di iklim tropis seperti Afrika Barat dan Tengah, Malaysia, dan Indonesia. Tak hanya untuk minyak goreng, minyak kelapa sawit yang berasal dari buahnya juga digunakan untuk memproduksi sabun, kosmetik, lilin, minyak pelumas, bahan bakar nabati, dan sebagainya.

Terkait bahan bakar nabati, baru-baru ini pesawat raksasa Airbus A380 berhasil melakukan uji coba penerbangan di Perancis. Pada Jumat (25/3/2022), pesawat tersebut berhasil mengudara selama tiga jam menggunakan bahan bakar minyak goreng.

Sementara itu, minyak dari bagian inti kelapa sawit atau kernel oil dipakai untuk produk yang bisa dimakan seperti margarin, es krim, kue, dan roti. 

Pohon kelapa sawit dapat tumbuh mencapai ketinggian 20 meter. Pohon tersebut memiliki banyak bunga kecil yang berkerumun. Bunga tersebut berubah menjadi buah yang berwarna hitam dengan dasar merah dan punya biji yang disebut kernel.

Kelapa sawit penghasil minyak goreng. (Sumber: Pixabay/tristantan)

Sejarah Minyak Sawit

Manusia telah memanfaatkan kelapa sawit sejak 5.000 tahun yang lalu. Pada akhir tahun 1800-an, arkeolog menemukan zat di sebuah makam di Abydos, Mesir. Peneliti menyimpulkan zat tersebut adalah minyak kelapa sawit yang berasal dari tahun 3.000 SM.

Mereka meyakini pedagang Arab yang membawa minyak itu ke mesir. Jumlah minyak yang ditemukan di makam itu jumlahnya cukup banyak sehingga diperkirakan dipakai untuk tujuan diet.

Penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan dalam kuliner telah tercatat dalam dokumen perjalanan para pelancong Eropa ke Afrika Barat.

Peneliti Minyak Kelapa Sawit Dr Josie Phillips menulis di China Dialogue. Dia menyebutkan semua minyak kelapa sawit diproduksi seluruhnya di Afrika Barat, hingga sebelum pertengahan abad ke-19.

Kelapa sawit sendiri dikaitkan erat dengan sumber mata pencaharian warga setempat selama ribuan tahun. Kemudian, tibalah penduduk Eropa di pesisir Guinea pada abad ke-15.

Konsumsi minyak sawit lokal yang signifikan menarik perhatian para pendatang tersebut. Saat itu pula berkembang perdagangan budak oleh para saudagar Eropa hingga mengirim mereka melintasi Atlantik.

Baca Juga: Pemerintah Rombak Kebijakan Minyak Goreng Sawit Curah

Selama perjalanan, budak mendapatkan minyak kelapa sawit sebagai makanan. Ketika perdagangan budak dilarang pada 1807, pemerintah Inggris mendorong para saudagar untuk memanfaatkan koneksi dengan para pedagang di pedalaman Afrika Barat.

Pada akhirnya, minyak sawit menjadi komoditas perdagangan alternatif. Lebih jauh lagi, pemerintah Inggris bahkan menghapuskan bea atas minyak sawit.

Pada 1870-an, minyak kelapa sawit adalah komoditas ekspor utama sebagian besar negara di Afrika Barat. Kala itu, produksinya masih bergantung pada perkebunan sawit semi tidak resmi dan pemrosesan secara manual.

Hal tersebut menyebabkan kualitas minyak sangat bervariasi dan pasokannya tidak terlalu bisa diandalkan. Pada era Revolusi Industri di Eropa, minyak sawit sempat menjadi bahan utama pelumas roda.

Produsen menganggap bahan tersebut sebagai pengganti ideal untuk lilin lemak hewani yang secara tradisional digunakan dalam pembuatan sabun dan lilin. Dengan minyak sawit, busa sabun banyak disukai konsumen dan lilin menjadi tidak berbau ketika dibakar.

Minyak sawit juga sangat cocok untuk meminyaki bagian-bagian mesin dan produksi pelat timah.

Perkebunan Kelapa Sawit

Kebutuhan akan minyak sawit yang semakin berkembang membuat produsen melakukan inovasi. Namun, upaya pengembangan perkebunan di Afrika Barat malah menemukan kegagalan.

Hingga akhirnya, muncul seorang pria bernama William Lever, seorang industrialis asal Inggris sekaligus pendiri perusahaan Lever Brothers. Ia berkeinginan mengamankan lahan untuk konsesi kelapa sawitnya sendiri.

Ia yakin pendekatan industri yang lebih terkendali untuk produksi minyak sawit bakal menjadi dasar perdagangan minyak sawit komersial. Ia berhasil mengembangkan konsesi di Sierra Leone, Nigeria, dan Ghana, yang kala itu merupakan bagian dari Afrika Barat-Inggris.

Kantor Kolonial berharap perusahaan tidak memonopoli perdagangan. Namun, ia menerima undangan dari pemerintah Belgia untuk membuka konsesi di Republik Demokratik Kongo.

Pabrik Minyak Kongo Belgia atau Huileries du Congo Belge berdiri pada 1911. Eksistensi perusahaan tersebut tak bisa dipisahkan dari aksi Lever menandatangani perjanjian dengan pemerintah Belgia setelah dijanjikan lahan seluas 750.000 hektare.

Keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit itu merekrut secara paksa pria-pria Kongo untuk menjadi tenaga kerja. Setelah itu, Lever juga mendirikan perusahaan multinasional modern pertama d dunia, yang kemudian berganti nama menjadi Unilever.

Lalu, bagaimana kelapa sawit bisa sampai ke Asia Tenggara khususnya Indonesia?

Center for International Forestry Research, seperti yang dikutip dari JSTOR, menyebutkan, kelapa sawit dibawa dari Afrika Barat oleh Belanda dan ditanam di Kebun Raya Bogor pada 1848. 

Perkebunan kelapa sawit terus diperluas hingga mencapai 91.000 ha sepanjang 1916-1938. Luas itu hampir sama dengan perkebunan karet. Pada periode tersebut, berbagai penelitian dan perbaikan sistem tanam kelapa sawit terus dilakukan.

Kemudian, lahirlah Undang-undang Dasar Agraria yang disahkan pada 1870 menjadi awal dari ekspansi perkebunan kolonial di wilayah jajahan Belanda.

Ilustrasi minyak goreng (foto: pixabay)
Ilustrasi minyak goreng (foto: pixabay)

Dominasi Minyak Goreng

Hasil dari kelapa sawit berupa minyak sawit telah masuk dalam makanan di Eropa, Amerika Serikat, dan tentu saja Asia. Padahal, dulu penduduk di wilayah tersebut pernah memasak dengan minyak kedelai.

Melansir dari The Guardian, ada lima faktor yang mempengaruhi minyak sawit kini mendominasi dunia. Pertama, minyak sawit berhasil menggantikan lemak yang kurang sehat dalam makanan di Barat.

Kedua, produsen terus mendorong untuk menjaga harga minyak sawit itu tetap rendah. Ketiga, minyak sawit telah menggantikan minyak yang lebih mahal untuk produk-produk perawatan atau kecantikan.

Keempat, harganya yang murah membuat minyak sawit banyak diadopsi sebagai minyak goreng di negara-negara Asia. Hal itu membuat penduduk mulai mengonsumsi lebih banyak lemak, yang sebagian besar dalam bentuk minyak sawit.

Tak hanya digunakan untuk memasak, minyak goreng dari kelapa sawit juga ditambahkan ke banyak makanan siap saji. Rasanya dianggap lebih gurih. Minyak goreng ini punya titik asap yang tinggi yakni 232° C dan tetap stabil di bawah panas.

Mengutip Healthline, minyak ini juga terkadang ditambahkan selai kacang sebagai penstabil untuk mencegah minyak terpisah dan mengendap di bagian atas toples. Selain itu, minyak sawit juga terdapat di roti, kue, coklat, creamer kopi, dan margarin.

Hingga kini, ada lebih dari 3 miliar orang di 150 negara yang menggunakan minyak kelapa sawit. Secara global, kita mengonsumsi rata-rata 8 kg minyak sawit per tahun.

Baca Juga: Pengiriman Minyak Goreng Curah Terlambat, Ganjar Pranowo Marah

Dengan biaya produksi yang rendah, produksi tahunan kelapa sawit mengalami peningkatan. Pada 1995 hingga 2015, produksi tahunan kelapa sawit meningkat empat kali lipat dari 15,2 juta ton menjadi 62,6 juta ton.

Pada 2050, produksinya diperkirakan mencapai empat kali lipat lagi menjadi 240 juta ton. Luas lahan kelapa sawit ini mencakup 10% dari lahan pertanian permanen global.

Untuk menghasilkan kelapa sawit, harga yang harus dibayar sangat mahal. Perkebunan kelapa sawit merusak lingkungan, bahkan disertai dengan pelanggaran hak asasi manusia dan tenaga kerja.

Kebakaran kerap terjadi untuk membuka hutan dan menjadikannya sebagai perkebunan kelapa sawit. Insentif finansial untuk memproduksi lebih banyak minyak sawit telah menghancurkan habitat harimau sumatera, badak sumatera, dan orangutan.

Kini, minyak goreng nampak sulit dipisahkan dari kehidupan manusia dan minyak sawit ada di hampir semua kebutuhan sehari-hari.

Leave A Reply

Your email address will not be published.