BRIN: Learning Zone bagi SDM Iptek di Indonesia

BERNAS.ID – Perjalanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) selama 1 tahun terakhir ini diwarnai berbagai dinamika dan tantangan. Berbagai polemik berkaitan dengan keberadaan BRIN telah mewarnai perbincangan di masyarakat dan media. Polemik yang diperbincangkan tentang BRIN mempersoalkan tiga aspek, yaitu pertama, aspek kelembagaan.
Proses pelembagaan BRIN dengan melakukan integrasi berbagai lembaga riset yang berada di Indonesia seperti LIPI, Batan, BPPT, Lapan, Eijkman, dan lembaga riset di bawah kementerian lainnya dianggap sebagai proses reduksi atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Pada dasarnya secara kelembagaan BRIN telah menawarkan model dan sistem kelembagaan yang diharapkan lebih terpusat, efektif, efesien, dan dinamis bagi Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan (SDM Iptek)di Indonesia untuk melakukan riset dan inovasi dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, Ketika BRIN dibentuk dengan melakukan integrasi kelima lembaga riset tersebut menimbulkan reaksi yang beragam dari civitas akademika yang berada di zona nyaman (comfort zone).
Sedangkan paradigma kelembagaan yang diletakkan oleh BRIN mengarah pada paradigma kelembagaan yang dinamis menjadi zona pembelajaran (learning zone) bagi para SDM Iptek yang ada.
Baca Juga Raksasa Teknologi NTT Ltd Luncurkan Layanan IoT Keberlanjutan Untuk Korporasi
Pergeseran paradigma dari comfort zone menuju learning zone ini yang secara terus menerus perlu dikonsolidasikan dengan generasi lama SDM Iptek yang berada di masing masing lembaga riset yang sudah ada.
Sikap kaget dan reaktif sebagai tanggapan yang dilakukan oleh sebagian besar para civitas SDM Iptek menjadi proses dinamika perjalanan berdirinya BRIN selama 1 tahun terakhir ini. Kedua, aspek infrastruktur dan fasilitas riset, persoalan yang bersifat laten sering terjadi dalam penelitian dan inovasi teknologi di Indonesia ialah masalah infrastruktur dan fasilitas riset yang kurang memadai, terbatas, dan minim, serta kualitas belum terstandar internasional masih menjadi pekerjaan rumah yang secara terus menerus harus dibenahi.
Hal ini juga muncul dalam polemik tentang BRIN, bagaimana BRIN bisa membenahi dan mempersiapkan penyediaan infrastruktur dan fasilitas riset para SDM Iptek di Indonesia untuk lebih baik.
Ketiga, aspek anggaran, polemik tentang alokasi anggaran riset yang selalu mengalami pasang surut dan belum konsisten menjadi komitmen dan perhatian pemerintah dapat berdampak pada keberlanjutan riset dan inovasi berjalan tidak maksimal, apapun lembaganya jika alokasi anggaran riset kurang memadai dan tidak mendukung akan membawa lembaga tersebut pada fase mati suri.
Apabila dibandingkan dengan negara negara lain, komitmen pemerintah untuk riset dan inovasi teknologi menjadi prioritas yang utama seperti Singapura, Jepang, Korea, Jerman, Rusia, Amerika, dan Iran.
Arah Riset dan Inovasi Teknologi
BRIN sebagai lembaga strategis memiliki peran penting dalam memajukan riset dan inovasi teknologi di Indonesia. Keberadaan BRIN tidak hanya sekedar untuk melakukan upaya integrasi lembaga riset yang ada di Indonesia tetapi juga mampu mengarahkan visi dan orientasi riset dan inovasi teknologi di masa depan. Apabila meninjau berbagai lembaga riset di luar negeri, arah dan orientasi riset dan inovasi teknologi yang hendak dicapai bukan pada meletakkan posisi kekuasaan berdasarkan visi dan misi presiden sebagaimana yang terjadi di Indonesia saat ini.
Namun arah dan orientasi riset dan inovasi teknologi ditekankan untuk menjawab persoalan kehidupan manusia. Arah dan orientasi riset dan inovasi teknologi yang tepat sasaran dan tepat guna menjadi paradigma mendasar dalam pelaksanaan kegiatan riset dan inovasi teknologi agar berkembang dan maju untuk peradaban manusia yang lebih baik.
Baca Juga 4 Teknologi Smartphone Untuk Pengalaman Berkreasi Dan Menikmati Konten Hiburan
Persoalan mendasar di Indonesia ialah pembangunan di segala aspek kehidupan belum dapat dirasakan manfaat dan dampaknya bagi masyarakat Indonesia. Capaian pembangunan yang berjalan 20 tahun terakhir sejak paska reformasi di Indonesia lebih menonjolkan pada aspek pembangunan infrastruktur di beberapa daerah. Kemajuan pembangunan di Indonesia yang dinilai lambat karena proses transformasi hasil riset dan inovasi teknologi tidak berjalan dengan baik untuk menjadi dasar kebijakan pemerintah menyebabkan pembangunan hanya menjadi ironi di masyarakat.
Hal yang lain, masih menjadi tantangan bagi memajukan riset dan inovasi teknologi agar berdaya guna ialah sumber daya manusia Iptek yang sebagian besar masih merasa terbiasa dengan sistem lama, pola pikir lama, mentalitas lama, dan cara yang lama, serta gaya hidup riset dan inovasi teknologi yang lama menjadikan mereka berada pada zona nyaman (comfort zone) yang tidak mau terusik dan berubah.
Wawasan dan orientasinya untuk melakukan regenerasi dan hadirnya generasi yang ingin perubahan dan memiliki pola pikir yang berbeda terkadang menjadi resistensi, termasuk upaya perubahan budaya kerja dan sistem baru seperti BRIN yang akan membawa arah dan orientasi riset dan inovasi teknologi berbasis luaran pemikiran dalam bentuk produksi pengetahuan (knowledge production) untuk menjadi dasar kebijakan pembangunan.
Adapun arah riset dan inovasi teknologi untuk BRIN adalah tepat difokuskan untuk menjawab persoalan masyarakat, kebangsaan, nasional, global, dan tantangan zaman ke depan (futuristik).
Pelembagaan dan Pembudayaan Riset dan Inovasi
Paradigma BRIN sebagai lembaga riset yang adaptif dan dinamis adalah paradigma yang ideal dan cocok untuk generasi SDM Iptek yang lahir di era zaman milenial. Generasi yang hidup di zaman milenial ialah generasi yang menginginkan perubahan, anti rutinitas, selalu bergerak dan dinamis, serta memiliki pola berpikir kreatif dan inovatif. Keberadaan BRIN ini menjadi bagian dari upaya transformasi pelembagaan riset di Indonesia dari tradisional-konservatif menuju modern-inovatif.
BRIN akan menjadi habitat para peneliti yang hidup dan lahir serta dibesarkan pada dunia digital sejak kecil. Upaya re-generasi peneliti dengan wajah dan pola berpikir baru perlu didukung dengan lembaga yang baru, inovatif, dinamis, dan fleksibel.
Dengan sistem kelembagaan yang lebih adaptif dan dinamis mengikuti dinamika zaman, riset dan inovasi akan masuk pada zona pertumbuhan dan setelah fase tersebut dilalui dengan baik akan menuju zona pencapaian hasil riset dan inovasi teknologi yang berdaya saing nasional dan global.
BRIN menjadi learning zone yang baik bagi SDM Iptek di zaman milenial karena transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dilakukan dengan cara lama, pola pikir lama, dan konvensional. Namun dengan cara kolaborasi yang dinamis, learning zone akan mengusik dan mengganggu kenyaman bagi orang yang sudah terlalu lama pada comfort zone.
Paradigma learning zone ini akan menciptakan budaya riset yang dinamis dan berkemajuan, karena di dalamnya secara terus menerus untuk selalu belajar sistem baru, strategi baru, cara yang baru, hal yang baru, inovasi baru karena tidak akan ada pertumbuhan di zona kenyamanan. Semoga BRIN akan tetapi konsisten untuk menciptakan learning zone bagi para SDM Iptek di masa depan. Selamat berkarya untuk negeri!
(Penulis: Hastangka dari Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional)