LPSK Peringati Hari Anti Perdagangan Manusia Sedunia di Jalan Malioboro hingga Titik Nol

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memperingati Hari Anti Perdagangan Manusia Sedunia dengan tema ‘One Step Against Human Trafficking’.
Kampanye itu dilakukan dengan menyusuri Jalan Malioboro dari depan Hotel Grand Inna dan berakhir dengan aksi teatrikal di Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Minggu (31/7/2022).
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, LPSK sengaja datang ke Yogyakarta dan menggelar event tersebut untuk mengajak masyarakat Yogyakarta menyadari aksi kekerasan terhadap orang yang kemudian disebut perdagangan orang atau perbudakan orang masih terjadi hingga saat ini.
“Oleh karena itu kami bikin aksi tersebut, supaya bersama-sama melawan perdagangan manusia,” paparnya.
Baca juga: 9 Wanita Korban Perdagangan Manusia Berhasil Diselamatkan
Tidak hanya itu saja, pada Selasa (2/7/2022) pihaknya telah menggelar pelatihan tentang tindak pidana perdagangan manusia kepada para jaksa, hakim, dan sebagainya.
Baca juga: Coba Mengadu Nasib, 23 WNI Jadi Korban Perdagangan Manusia
Ia menguraikan, pada 2021, data permohonan perlindungan ke LPSK dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mencatat 147 permohonan.
TPPO tertinggi dalam kasus pekerja migran Indonesia (PMI non-prosedural) berupa 71 permohonan dengan negara tujuan yakni Irak, Suriah dan Turki.
Kemudian disusul kasus eksploitasi seksual sebanyak 51 permohonan yang sebagian besar korban dipekerjakan di tempat hiburan dan kasus-kasus TPPO terkait pekerja domestik dalam negeri, ‘pengantin pesanan’ dan anak buah kapal.
Hasto meneruskan, secara umum, semua korban TPPO mendapatkan eksploitasi dalam bentuk tidak mendapatkan gaji yang mencukupi.
Jenis eksploitasi lainnya yaitu korban tidak mendapatkan tempat istirahat dan makanan yang layak.
Untuk korban ART, hampir semuanya dijerat dengan utang. Sedangkan korban pada sektor jasa hiburan, mendapatkan eksploitasi secara seksual, pemaksaan menjadi pekerja seksual hingga penyekapan.
“LPSK memberikan perhatian serius pada korban yang meliputi kelompok perempuan dan anak. Mereka sangat rentan menjadi korban perdagangan orang, di mana tahun lalu, perempuan menjadi terlindung terbanyak dengan 168 orang, dan anak dengan 39 orang,” ujarnya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, disebabkan maraknya kasus perdagangan anak dan perempuan pada masa pandemi.
Anak menjadi korban eksploitasi pada sektor pekerja hiburan dan pekerja seks komersial.
Biasanya, korban tergiur iming-iming uang dan pekerjaan formal.
Hasto turut menuturkan, perempuan dan anak rentan menjadi korban perdagangan manusia dengan tujuan eksploitasi seksual dan eksploitasi tenaga kerja. Jasa hiburan menempati urutan tertinggi.
Eksploitasi seksual meliputi prostitusi, pornografi, layanan seksual di bar dan hotel, panti pijat, serta bisnis hiburan lainnya.
“Perkembangan teknologi informasi dan media sosial turut berperan penting dalam proses perekrutan sebagai sarana eksploitasi korban. Banyak korban direkrut melalui media sosial dan aplikasi online lainnya,” ungkapnya.
Hasto menambahkan, permohonan perlindungan pada kasus TPPO tahun 2021 berasal dari 15 provinsi dengan sebaran di 47 kabupaten/kota.
Asal pemohon perlindungan TPPO di tingkat provinsi terbanyak berasal dari Jawa Barat sebanyak 60 permohonan, Nusa Tenggara Barat sebanyak 27 permohonan, Jawa Timur sebanyak 10 permohonan, Jawa Tengah dan Lampung sebanyak 7 permohonan, NTT dan Sulawesi Selatan sebanyak 3 permohonan, serta daerah lainnya. (den)