Buntut Pemaksaan Jilbab, Website SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul Diretas

BANTUL, BERNAS.ID – Website SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul diretas setelah viralnya kasus seorang siswi di sekolah tersebut yang dipaksa memakai jilbab oleh guru saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Siswi kelas X SMA Negeri 1 Banguntapan tersebut dikabarkan mengalami depresi berat.
Hingga Rabu (3/8/2022) siang, website SMA Negeri 1 Banguntapan tersebut tidak bisa diakses.
Baca Juga: Siswi Korban Pemaksaan Jilbab Difasilitasi untuk Pindah Sekolah
Website SMA Negeri 1 Banguntapan yakni sman1-btp.sch.id telah berubah tampilan isinya menjadi kalimat hujatan terhadap pihak sekolah.
Peretas sangat menyesalkan terjadinya pemaksaan terhadap siswi agar mau berjilbab.
Berikut kalimat lengkap yang ditinggalkan peretas yang tak diketahui identitasnya di laman SMA Negeri 1 Banguntapan:
Hi 😀
I’m one of them.
That got depressed.
I don’t really give a fuck ’bout that shit (hijab).
The focus of my attention was how she got depressed.
How does it feels, if I was her.
Dan ku kira sih sekarang dia bukannya semakin pengen berjilbab,
malah ada ‘trauma’ akan jilbab.
Malah jadi takut, atau bahkan malah membenci.
Jadi takut akan orang2 yang pake jilbab.
Satu lagi,
Kalo ada orang tanya, itu ya dijawab.
Ditanya minta klarifikasi baik2, kok jawabnya ‘atos’?
Mana IG si penanya sampe diblock segala?
Dan jangan lupa,
I got your privacy.
Aku ada semua data history admin website ini.
And you know what?
The administrator of this website is a PORN addict.
Terkuaknya kasus ini dimulai pada Rabu (20/7) pagi, ketika Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) bersama orang tua siswi melaporkan bahwa seorang siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DIY mengalami depresi berat lantaran dipaksa mengenakan jilbab saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Siswi beragama Islam itu dilaporkan sempat mengurung diri di kamar kediamannya dan enggan berbicara dengan orang tuanya.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri mengaku menyiapkan sanksi apabila terbukti ada pemaksaan memakai jilbab terhadap salah seorang siswi di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul.
“Dalam proses yang kita lakukan, kalau memang di kemudian hari ada oknum dari sekolah itu melakukan pelanggaran ya tentunya harus diberi sanksi,” kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya dikutip dari laman resmi Pemda DIY.
Disdikpora DIY pada Senin (1/8) telah memeriksa kepala sekolah, guru bimbingan konseling (BK), guru agama, serta wali kelas SMA Negeri 1 Banguntapan terkait dugaan pemaksaan memakai jilbab terhadap salah seorang siswi beragama Islam kelas X.
Menurut Didik, apabila dari hasil penyelidikan terbukti sekolah melakukan pelanggaran, maka Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY akan memberikan sanksi.
Terkait dengan bentuk sanksinya, Didik belum dapat memastikan.
“Sanksinya nanti kita lihat dari PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Nah, di sana nanti kita lihat seberapa jauh tingkat pelanggaran yang dilakukannya apabila terbukti,” ujar dia.
Respons Berlainan dari Anggota Dewan
Beberapa anggota DPRD DIY turut menyoroti kasus tersebut. Setidaknya ada dua sikap yang mengemuka dari DPRD DI Yogyakarta soal kasus itu.
“Untuk masalah jilbab siswi SMA di Bantul jangan dibesar-besarkan,” kata Huda Tri Yudiana, Wakil Ketua DPRD DIY Selasa 2 Agustus 2022.
Politisi PKS itu menilai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) DIY sudah memberikan solusi cukup baik berkenaan kasus itu. Yakni jika siswi tersebut tidak nyaman bersekolah difasilitasi untuk pindah sekolah.
“Dalam kasus ini, kami menilai wajar jika guru sebagai pendidik menyarankan sesuatu yang dianggap baik pada muridnya,” kata Huda.
Huda menilai, seseorang mungkin saja salah dalam komunikasi, tetapi sebaiknya disikapi secara proporsional.
“Jangan dibesarkan sehingga ada pihak yang terpojok dengan isu ini, apalagi dikaitkan dengan intoleransi,” kata Huda.
“Peristiwa guru menyarankan berjilbab bagi siswi muslim menurut saya wajar, kalau pada siswa non muslim itu yang tidak boleh,” imbuh Huda.
Pandangan lain diungkapkan Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto yang juga politisi PDI Perjuangan.
Ia berharap peristiwa dugaan pemaksaan jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul jangan lagi terjadi di masa mendatang.
“Kita perlu menjaga lingkungan pendidikan di DIY yang menghormati kemerdekaan setiap warga negara untuk menjalankan agama dan kepercayaannya secara baik,” kata dia.
Menurut Eko, sesuai konstitusi, keyakinan agama dan kepercayaan telah dijamin Undang-Undang Dasar 1945.
Khususnya dalam pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
“Berkaitan kasus ini, Pemda DIY perlu memberikan pembinaan bagi kepala sekolah dan guru agar mengerti dan memahami tugas konstitusi,” kata Eko. (den)