Berita Nasional Terpercaya

Beginilah Strategi Jitu Memformulasikan Problem untuk Policy Brief

0

JAKARTA, BERNAS.ID – Sekolah Rodinda (Romantika, Dinamika, Dialektika) pertemuan kedua ini diselenggarakan pada Minggu, 14 Agustus 2022, melalui media Zoom, dengan narasumber adalah Renata Jati Nirmala, S.IAN., M.P.A., dengan topik “Memformulasikan Problem untuk Policy Brief”. Bertindak selaku moderator adalah Marsha Nafisa. Hadir sejumlah 47 partisipan.

Policy brief adalah dokumen singkat yang mempresentasikan hasil dan rekomendasi kebijakan dari sebuah penelitian yang ditujukan untuk pembaca umum (non-science audience). Policy brief bercirikan: dokumen yang berdiri sendiri, fokus pada satu topik, tidak lebih dari empat halaman (1500 kata).

Masing-masing halaman berisikan hal spesifik. Halaman pertama berisi judul dan masalah/isu (data primer atau sekunder). Halaman kedua berisikan faktor penyebab (dukungan argument dari buku atau jurnal atau existing policy). Halaman ketiga berisi agenda kebijakan atau rekomendasi. Halaman keempat berisi gambar, bagan, grafik, dan lain sebagainya.

Apakah yang dimaksud dengan problem? Problem (masalah) adalah gap antara apa yang dibayangkan dengan apa yang terjadi. Strukturisasi problem adalah permasalahan kreatif yang mencakup beragam hal, mencakup: kebaruan, tidak konvensional, motivasi tinggi dan persisten, bernilai, mampu mendefinisikan fenomena yang tidak jelas, kabur, atau tidak jelas.

Baca juga: 5 Cara Atasi Masalah Pembelajaran Jarak Jauh

Bagaimana untuk melakukan proses data gathering untuk menstrukturisasi policy problem? Pertama, riset dokumen atau review literatur. Misalnya: melalui meta-analisis atau sistematik review, karya ilmiah yang dilaporkan di berbagai artikel jurnal, buku, dan disertasi, beragam sumber organisasi seperti publikasi dan laporan berupa think tanks, interest groups, dan consulting firms.

Publikasi pemerintahan dan dokumen riset, media massa populer. Kedua, riset lapangan, berupa: interview, observasi, survei, dsb.

Baca juga: Sering Menghadapi Masalah? Inilah Cara Menganalisis Dan Mencari Akar Masalah

Menariknya, narasumber juga mengemukakan tentang template penulisan Policy Brief. Pertama, berupa judul. Bagian ini menggambarkan isu atau masalah yang menjadi perhatian penulis. Kedua, masalah atau isu yang akan dibahas. Bagian kedua ini meliputi: executive summary (150 kata), pendahuluan (350 kata), dan isi: data primer/sekunder, statement masalah dan dampak yang muncul.

Bagian ketiga, apa yang menyebabkan terjadinya masalah/isu tersebut? Bagian ketiga ini berisi tentang kebijakan yang sudah ada, dukungan argument dari artikel jurnal atau buku, serta analisis keterkaitan antara situasi (masalah atau isu) dengan kebijakan yang sudah ada.

Keempat, agenda kebijakan apa yang harus dilakukan? Bagian ini terdiri dari 500 kata. Berisi tentang Kesimpulan dari masalah/isu dan kepada siapa (rekomendasi ini diberikan), tentang alternatif kebijakan (bisa dari pemda atau pemkot atau negara lain) dan detail alternatif kebijakan (bisa dari buku/artikel).

Selain itu, ada agenda diskusi di sesi break out. Partisipan di room 1 terdiri dari: Dito Anurogo, Erika Rahmawati, Aima Mauidzotul Hasanah, Ardelia Bertha, Bambang Kusumo Dwicahyo, dan Diva Wahyu Pratama. Ada diskusi tentang kebijakan tatalaksana COVID-19 yang berlangsung secara seru di room 1.

Pada pertemuan virtual ini, para partisipan di room 1 membahas tentang beragam penyakit yang berkembang dan menjadi focus perhatian pemerintah. Misalnya: penyakit tropis-infeksi, degenerative, termasuk COVID-19. Rekomendasi yang diperlukan berfokus kepada target terapi, yakni menemukan terapi yang efektif untuk tatalaksana COVID-19.

Berkembangnya teknologi dan riset di bidang regenerative medicine telah memunculkan sejumlah terapi baru, seperti stem cells, CAR T Cells, terapi sel, dan imunoterapi. Problematika pun muncul dari beragam kebaruan ini, seperti: biaya, ketersediaan sarana dan prasarana, safety dan efficacy. Oleh karena itu, pemerintah (selaku regulator) perlu bersinergi dan berkolaborasi dengan model pentahelix, mencakup: peneliti (konseptor), bisnis (unit usaha), media (katalisator), komunitas (akselerator), untuk merumuskan kebijakan tentang perlunya target terapi untuk tatalaksana COVID-19.

(Liputan kegiatan oleh: Dito Anurogo, peserta sekolah Rodinda, sedang menempuh studi S3 di Taipei Medical University, Taiwan)

Leave A Reply

Your email address will not be published.