Berita Nasional Terpercaya

Repositori Wanantara, Upaya Selamatkan Manuskrip Keagamaan Nusantara

0

SLEMAN, BERNAS.ID – Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, Kementerian Agama meluncurkan Repositori Wanantara (Warisan Naskah Nusantara) di Yogyakarta, Senin (19/9). Repositori menjadi sebuah usaha digitalisasi manuskrip keagamaan di Nusantara sebagai tempat penyimpanan dan perlindungan untuk menyelamatkan kekayaan intelektual para ulama .

Kepala Balai Litbang Agama Semarang, Drs H Ansori mengatakan, pengembangan repositori merupakan sebuah kerja panjang yang bertumpu pada hasil penelitian. “Melalui inventarisasi, digitalisasi, katalogisasi, dan pemindahan pada laman repositori,” tuturnya.

Ia mengatakan repositori dimulai dari tahun 2019 dengan naskah dari Jawa Timur, yaitu Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan.

“Naskah-naskah tersebut menjadi unggahan yang pertama. Lalu di Bali, ditemukan 178 naskah keagamaan Islam dari Denpasar, Karangasem, Jembrana, Buleleng, Klungkung, Tabanan, kemudian dilakukan digitalisasi dan berhasil disusun pada tahun 2021,” katanya.

Baca Juga Muhibah Budaya, Wujud Kerjasama DIY Dan Trenggalek

Ia pun mengatakan, proses repositori manuskrip Nusantara akan terus berjalan dengan harapan akan memberikan manfaat untuk generasi bangsa, khususnya sebagai bahan moderasi beragama.

Sekretaris Badan (Sesban) Litbang dan Diklat Kemenag, H Muharam Marzuki mengatakan peluncuran Repositori Wanantara ini merupakan bagian dari upaya Kemenag untuk menyampaikan atau mengekspos hasil kerja Badan Litbang Keagamaan Semarang beberapa tahun ini.

“Hasil-hasil litbang perlu ada penelusuran dan inventarisasi. Salah satunya, melakukan repositori, pengumpulan kembali secara digital hasil penelitian,” katanya.

Ia mengatakan, naskah-naskah manuskrip Badan Litbang Keagamaan Semarang berasal dari wilayah kerjanya seperti Jawa Tengah, DIY, sampai Nusa Tenggara Timur. “Naskah di Nusantara yang sangat banyak itu, bisa dilakukan inventarisasi. Naskah-naskah para ulama, bisa diabadikan dan dikaji, lalu menjadi bahan untuk meningkatkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara agar jangan sampai ada sesuatu hal yang bernilai tinggi terkait nilai keagamaan hilang,” urainya.

“Oleh sebab itu kita lakukan repositori. Bukan hanya sekedar mengumpulkan naskah, bagaimana bisa mengambil manfaat dari manuskrip Nusantara itu,” imbuhnya.

Ia pun berharap isi dari naskah-naskah itu menjadi bahan pembangunan sumber daya manusia terutama nilai ahklak dan budi pekerti. “Kita berharap ada sesuatu yang bisa dipetik, memberikan sumbangan perbaikan kepada bangsa dan negara,” ucapnya.

Baca Juga Sri Sultan Ikut Beri Masukan Jogja Planning Gallery

Esti Wijayanti, Anggota Komisi 8 DPR RI mengatakan repositori naskah-naskah Nusantara ini sangat penting. Sebab, naskah-naskah di Repositori Wanantara itu bisa menjadi tonggak untuk moderasi beragama.

“Kenapa ini penting, saya melihat ini bisa menjadi satu titik yang bisa kita gunakan untuk semakin memperkuat modul untuk moderasi beragama.Tidak sekedar invetarisasi naskah-naskah lampau, tapi muatannya bisa kita gunakan untuk moderasi beragama,” tuturnya.

Esti mengatakan, dengan digitalisasi, semua manuskrip Nusantara nantinya bisa dibaca di semua tempat sehingga mengamankan naskah aslinya yang sudah tua dan rapuh. Sejumlah naskah berasal dari abad 16 dan 17.

“Di dalam manuskrip Nusantara, ada nilai yang mengajarkan pola pikir moderat, toleran, reformatif, dinamis, dan metodologis,” katanya.

“Kita berharap dengan manuskrip Nusantara yang sudah dimiliki, tetap menjadi bahan yang tetap dipertimbangkan untuk penelitian karena ada muatan-muatan penting yang harus ditindaklanjuti. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Prof Nizar Ali mengatakan, repositori naskah-naskah Nusantara sangat penting untuk moderasi beragama saat ini. Menurutnya, akan bisa menjadi bahan untuk meminimalisir radikalisme yang mempengaruhi cara pandang, sikap, dan perilaku.

“Saat ini ada dua arus, pertama adanya gerakan yang ingin menegakkan akidah dan identitas keagamaan tapi tidak melihat toleransi dan kebhinekaan. Ini yang namanya radikalisme dan terorisme,” tuturnya.

Yang kedua, Prof Nizar menyebut adanya gerakan yang ingin menunjukkan toleransi, tapi mengabaikan akidah keagamaan dan identitas keagamaan.”Ini yang disebut liberalisme,” katanya.

Untuk itu, Prof Nizar mengatakan perlu adanya sikap jalan tengah yang disebut moderasi beragama yang telah digulirkan ulama-ulama Nusantara terdahulu.

“Banyak sekali warisan dalam bentuk tulisan-tulisan tangan sehingga repositori Wanantara ini penting untuk tempat penyimpanan dan perlindungan, menyelamatkan kekayaan intelektual ulama kita,” ujarnya.

“Harapannya, moderasi beragama para ulama-ulama Nusantara terdahulu dapat dipelajari oleh generasi muda sekarang ini,” tukasnya. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.