Berita Nasional Terpercaya

Almarhumah Hariani Santiko Dapat Penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award 2022

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID– Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2022 telah selesai dihelat pada 24-27 November, dengan serangkaian kegiatan daring yang mengusung tema utama “Durga di Jawa, Bali dan India”.

Di akhir acara, Minggu (27/11) malam, diberikan penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada almarhumah Prof. Dr. Hariani Santiko (1940-2021), arkeolog Indonesia yang telah meninggalkan banyak jejak kajian penting terhadap literatur Durga di Nusantara. Penghargaan diterima oleh anak Hariani, Utaryo Santiko.

Baca juga: Borobudur Writers and Cultural Festivals 2019, Angkat Tema Panteisme

“Disertasi Hariani Santiko, Kedudukan Batari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV Masehi adalah disertasi berharga yang mampu membuka wawasan kita akan adanya penghormatan terhadap Durga pada masa-masa klasik Hindu-Buddha di Jawa,” Prof. Dr. Mudji Sutrisno SJ, penasehat BWCF dalam pembacaan argumentasinya terkait pemberitaan penghargaan tersebut.

Ia meneruskan, penelitian Hariani yang terperinci terhadap Durga dianggap penting karena menyajikan data-data primer yang kaya. Meski disertasinya dihasilkan tahun 1987, masih bisa menjadi landasan bagi siapapun yang ingin mempelajari Durga di Nusantara.

“Prof. Dr. Hariani Santiko memiliki minat dan spesialisasi pada studi mengenai arkeologi masa Hindu-Buddha, arsitektur candi, dan arca kuno, serta menguasai dengan sangat, bahasa Sansekerta,” jelasnya.

Durga di Jawa, Bali dan India

Durga, menurut pemikiran Prof. Hariani, merupakan bagian dari kultus dewi ibu pada masyarakat agraris. Durga adalah ibu dunia penyebab adanya nama dan rupa (batin dan materi) karena Durga adalah Sakti (kekuatan) Syiwa saat mencipta.

Baca juga: Borobudur Writers and Cultural Festival 2018, Membaca Catatan Pelawat ke Nusantara

Tinggalan arca Durga sendiri sangat banyak jumlahnya di Jawa. Yang tertua diperkirakan berasal dari sekitar abad VIII masehi sementara yang termuda dari masa zaman Majapahit sekitar XV Masehi. Salah satu yang terkenal adalah arca Durga di Candi Prambanan yang secara tidak tepat disebut sebagai arca Roro Jonggrang. Selama kurang lebih 700 tahun, berbagai produk-produk keagamaan yang berkaitan dengan Durga, mulai arca, relief, prasasti sampai kakawin (puisi panjang) diproduksi di Jawa.

Kisah tentang Durga di Jawa tidaklah persis dengan kawasan lainnya yaitu Bali dan India. Durga di India kini masih dipuja di berbagai kuil, bersanding dengan Dewi Laksmi dan Dewi Saraswati.

Di Bali, pemujaan Durga masuk bersamaan dengan berkembangnya Buddhisme di Pulau Dewata pada abad ke-11. Di Bali sampai kini kisah mengenai Durga tetap terus hidup dalam kesenian rakyat seperti Calon Arang. Pemujaan terhadap Durga yang juga disebut Ra Nini tetap berlangsung di beberapa pura.

Sementara di Jawa, meski kini sudah redup, kisah Durga masih dipentaskan di pewayangan, misalnya dalam lakon Durga Ruwat / Sudamala. Selain itu, masih ada ritual Mahesa Lawung Kraton Surakarta yang aslinya adalah tradisi persembahan bagi Bathari Durga yang diyakini menjaga wilayah Kraton di sisi utara. (den)

Leave A Reply

Your email address will not be published.