Dua Ternak Sapi di Sleman Positif Penyakit Lumpy Skin Disease

SLEMAN, BERNAS.ID – Pemerintah Kabupaten Sleman mengkonfirmasi temuan pertama penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada dua ternak sapi di Beran Kidul, Tridadi. LSD tersebut ditemukan oleh petugas Dokter Hewan di wilayah kerja Puskeswan Sleman, 20 Desember lalu.
Pada sejumlah kasus di lapangan, LSD memiliki tingkat kematian atau mortalitas dibawah 10 persen, tapi menyebabkan tingkat kesakitan atau morbiditas pada ternak yang mencapai 45 persen.
Baca Juga Gunungkidul Punya Potensi Besar Di Sektor Kerajinan
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Suparmono mengatakan, gejala klinis yang ditemukan kasus penyakit LSD berupa benjolan pada kulit sapi. Ia mengatakan dari informasi pemilik, sapi tersebut dibeli di Pasar Hewan Ambarketawang Gamping dalam kondisi sehat sepuluh hari yang lalu.
“Beberapa hari belakangan, sapi mengalami kurang nafsu makan dan demam serta timbul benjolan-benjolan kecil di sekitar leher. Kemudian dilaporkan kepada Dokter Hewan setempat dan segera dilaporkan ke aplikasi isikhnas dan ditindaklanjuti dengan kegiatan investigasi oleh Balai Besar Veteriner Wates pada 22 Desember. Hasil uji laboratorium pada 23 Desember menunjukkan hasil positif LSD,” terang Pram, sapaan akrabnya, Senin (26/12).
Lanjut tambahnya, Lumpy Skin Disease merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh capripox virus yang termasuk family poxviridae. Sampai saat ini, penyakit LSD hanya menyerang ternak sapi dan kerbau yang sering dihubungkan dengan wabah penyakit cacar pada ternak domba (Sheep pox).
“Timbulnya benjol-benjol pada kulit sekitar leher dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Benjolan tersebut menimbulkan gatal-gatal dan membuat sapi gelisah, kurang nafsu makan dan suhu badan meningkat (demam), dengan masa inkubasi 28 hari,” tuturnya.
Pram mengatakan, penyebaran LSD dapat terjadi karena kontak langsung hewan yang sakit, atau lewat makanan dan minuman yang tercemar penyakit bahkan dipercaya bahwa kondisi penyebaran penyakit diperparah dengan hadirnya transmisi dari vektor pembawa penyakit seperti nyamuk (Culicoides), lalat (Stomoxys sp), dan caplak (Riphicephalus sp).
LSD ini tidak menular kepada manusia. Virus penyebab LSD dapat ditemukan pada darah hewan terkena dalam kurun waktu 3 minggu paska infeksi bahkan juga dapat ditemui pada semen hewan jantan 6 minggu paska infeksi.
“Dampak yang ditimbulkan LSD adalah penurunan produksi susu yang signifikan, penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit, keguguran dan kerusakan kulit permanen sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar,” tukas Pram.
Baca Juga DKP Gunungkidul Lepas 400 Ribu Benih Ikan Ke 20 Telaga
Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo meminta pemilik hewan ternak sapi untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit Lumpy Skin Disease (LSD).
“Kemarin saya dapat laporan sudah ditemukan dua kasus dan dikonfirmasi itu penyakit LSD. Saya minta agar para pemilik sapi di seluruh Sleman untuk jangan panik dan tetap waspada,” tuturnya.
Kustini menyampaikan, Pemkab Sleman melalui Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) telah melakukan berbagai langkah-langkah strategis sebagai upaya penanggulangan penyakit LSD. Diantaranya dengan melakukan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat. (jat)