Berita Nasional Terpercaya

Ekologi, Ekosistem Manusia, dan Masa Depannya

0

BERNAS.ID – EKOSISTEM manusia saat ini tergantung pada lingkungan dan sistem ekologis yang ada. Maraknya pembuangan sampah sembarangan, pembangunan yang sewenang-wenang, pencemaran lingkungan mulai dari darat, laut, udara. Dampak dari perilaku manusia dan teknologi yang mengarah pada kerusakan lingkungan akan menyebabkan masa depan kehidupan manusia akan kesulitan untuk bertahan hidup dan lingkungan akan semakin rusak. Indonesia memiliki biodiversitas yang sangat kaya dan memberikan sumbangsih penting dalam suplai oksigen (O2). Namun pelestarian lingkungan dan mega biodiversitas yang ada di Indonesia cenderung diabaikan oleh maraknya pembangunan yang tanpa memperhatikan keberlanjutan masa depan manusia. Isu ini semakin menarik dan penting, ketika kesadaran manusia terhadap lingkungan berkurang dan laju pertumbuhan penduduk yang semakin banyak. Apabila hal ini tidak teratasi maka masa depan manusia dan berbagai spesies tumbuhan akan hilang dari muka bumi. Selain itu, manusia tidak dapat bertahan hidup. Situasi dan kondisi ini sudah pernah dibahas dalam berbagai forum-forum ilmiah baik nasional maupun internasional. Namun miskin komitmen dan keberlanjutan.

Protokol Nagoya (2010) memiliki tujuan pada pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik sehingga berkontribusi pada konservasi yang berkelanjutan keanekaragaman hayati. Protokol ini mewajibkan bagi pihak dalam kontrak untuk mengambil langkah langkah sehubungan dengan akses terhadap sumber daya genetik untuk pembagian keuntungan dan kepatuhan. Namun pelaksanaan dan agenda aksi dalam mengupayakan protokol tersebut belum maksimal dilakukan oleh negara-negara yang berkepentingan.

3 isu utama

Kerusakan Ekologi dan ekosistem dapat disebabkan oleh tiga isu utama yaitu: pertama, unknowledgeable (kurangnya pengetahuan) manusia terhadap peran penting lingkungan. Lemahnya pemahaman manusia terhadap kesadaran atau hakikat dan masa depan lingkungan, ekosistem tumbuhan dan tanaman yang perlu dijaga, telah membawa perilaku manusia yang destruktif. Kedua, pemanasan global (global warming) sebagai efek dari aktivitas manusia yang semakin masif. Peningkatan suhu bumi yang semakin cepat telah berdampak pada punahnya berbagai spesies tumbuhan, dan ekosistem biotik yang harusnya dapat memberikan keseimbangan kehidupan. Ketiga, kebijakan dari institusi politik (negara), swasta, dan masyarakat yang belum maksimal pada upaya dukungan pelestarian terhadap lingkungan yang berkelanjutan (sustainability environment). Misalnya, belum maksimalnya dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung perubahan perilaku dan perlindungan lingkungan. Karena lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap dana CSR ini sehingga, komitmen sosial dan politik, kebijakan di institusi negara dan swasta belum terwujud secara massif dan sistematis. Karakter yang ditunjukkan ialah lebih pada aspek sporadis.

Masih kah ada masa depan?

Apabila perubahan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan terutama pengambil kebijakan tidak serius mengatasi persoalan mendasar untuk membangun dan memulihkan ekosistem lingkungan untuk pembangunan peradaban manusia yang lebih baik. Tentu, negeri ini akan menjadi negeri yang terjajah dan tereksploitasi oleh pembangunan. Selama ketiga isu tersebut masih menjadi angan-angan dan belum menjadi komitmen untuk membangun masa depan lingkungan dan ekosistem kehidupan manusia tentu masa depan suatu peradaban dan bangsa akan mengalami ketidakpastian.

Solusi

Proses integrasi untuk mendorong komitmen dan kebijakan terhadap kesadaran akan lingkungan dari 5 sektor utama institusi yaitu: pemerintah, swasta, masyarakat, institusi pendidikan, dan media menjadi penting untuk dilakukan. Saat ini kita perlu meninjau kembali komitmen bersama ini apakah masih cukup kuat dan konsisten dalam menjawab tantangan lingkungan, persoalan ekosistem manusia, dan masa depannya. Seberapa jauh komitmen pemerintah dalam membuat kebijakan untuk perlindungan dan menjaga kelestarian lingkungan, pelaku bisnis swasta lebih berkomitmen terhadap pembangunan lingkungan melalui CSR yang konsisten dan berkelanjutan, tanpa ada kepura-puraan institusi. Institusi pendidikan dapat lebih berkontribusi melalui riset, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat yang lebih banyak memberikan porsi pada keberlanjutan lingkungan di masa depan. Media, menjadi bagian dari edukasi untuk mengarahkan masyarakat dengan membangun opini untuk menjaga dan mendukung konservasi lingkungan.

(Penulis: Latifa Nuraini, Peneliti pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional)

Leave A Reply

Your email address will not be published.