Sentra Jumputan “Ibu Sejahtera” di Tahunan Belum Pulih dari Efek Pandemi

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Pandemi COVID-19 memang membuat banyak pengusaha kesulitan untuk bisa terus bertahan menjalankan usahanya. Tak terkecuali IKM (industri kecil menengah) Batik dan Jumputan “Ibu Sejahtera” yang berlokasi di Kampung Wisata Tahunan, Jl. Soga, Kelurahan Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Industri yang berdiri sejak 2011 ini memang masih bisa bertahan menghadapi hantaman pandemi. Meski demikian, kondisi saat ini mengalami kemunduran jauh dari sebelum pandemi.
“Sebelum pandemi dulu omzet bisa mencapai Rp.11 juta sampai 25 juta per bulan. Sekarang cuma Rp. 4 juta sampai 6 juta per bulan,” ujar Marinah yang kerap dipanggil Ibu Agus, pemilik rumah yang dijadikan pusat penjualan dan produksi Batik dan Jumputan “Ibu Sejahtera”, Jumat (5/5/2023).
Baca juga: Paguyuban Dimas Diajeng Yogyakarta Ajak Masyarakat Buat Kain Jumputan
Meski kondisi masih belum pulih, pihaknya yang terdiri dari 18 ibu-ibu rumah tangga di Tahunan tetap berusaha untuk bertahan, supaya tetap sejahtera, seperti nama yang dipilih untuk usaha mereka. Ia lantas mengingat Hari Ibu 22 Desember 2011 lalu, ketika 24 orang ibu-ibu di wilayah Tahunan sepakat membentuk kelompok usaha membuat jumputan.
“Kami membuat usaha dengan nama Ibu Sejahtera, harapannya ibu-ibu yang mengerjakan itu menjadi sejahtera. Awalnya kami 24 orang, tapi beberapa sudah meninggal, kini tinggal 18,” ungkap pimpinan Batik dan Jumputan “Ibu Sejahtera” itu.
Ibu Agus mengaku, tidak mudah merintis usaha jumputan dan batik. Ia menuturkan, awalnya di Tahunan ada pertemuan ibu-ibu PKK yang mendapat modal dari program pemberdayaan ekonomi wilayah (PEW) Pemkot Yogyakarta sebesar Rp.10 juta. Akhirnya para ibu bersepakat membuat koperasi kecil-kecilan sambil membuat usaha jumputan, kain bermotif dengan warna, yang dibuat dengan teknik mengikat kencang beberapa bagian kain dan lalu dicelupkan pada pewarna pakaian.
“Kalau [usaha] batik kan sudah banyak. Kalau jumputan tidak perlu banyak alat, tidak perlu mesin, kompor, canting, malam, dan sebagainya. Cuma perlu rafia dan benang nilon sama manik-manik dan jarum,” papar dia.
Awalnya memang pihaknya hanya membuat jumputan saja. Namun setelah tiga tahun berdiri pihaknya juga turut membuat batik karena dianggap potensial. Terlebih, pihaknya bisa membuat kain jumputan yang dipadukan dengan pewarnaan menggunakan teknik batik.
“Sekarang di sini sudah dinobatkan menjadi sentra jumputan [oleh Pemkot Yogyakarta], ” kata dia.
Baca juga: Fashion Show Buka Jumputan On The Street
Dalam merintis usaha, para ibu di Tahunan ini menurutnya sangat terbantu dengan program kredit usaha rakyat (KUR) dari BRI. Sebelum pandemi, ia dan kebanyakan anggota “Ibu Sejahtera” beberapa kali mengambil program KUR. Ini digunakan terutama untuk membeli bahan baku kain.
“Saya ambil sebesar Rp. 5 juta. Yang lain ada yang Rp.2 juta, Rp. 3 juta, dan sebagainya. Ambilnya perorangan, tapi tanggungjawabnya kelompok,” jelas dia.
Sesudah cukup berkembang, pihaknya pun turut memproduksi kain shibori, yang pengerjaannya lebih ringan, tanpa butuh alat, karena kain tinggal dilipat dan dicelup ke pewarna. Ini dilakukan untuk mengikuti tren yang berkembang.
Meski demikian, produk andalan dari “Ibu Sejahtera” menurutnya adalah kain jumputan dengan motif “latar ringkel”. Ini adalah motif khas Jogja, yang didapat ketika para ibu di Tahunan mengikuti pelatihan dari Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.
“Motif [latar ringkel] ini belum banyak yang punya. Selama ini banyak dibeli dari Surabaya,” ungkapnya.

Harga kain yang dijual “Ibu Sejahtera” bervariasi. Dari yang paling murah shibori Rp.125 ribu, hingga kain jumputan berbahan sutra yang harganya mencapai jutaan rupiah. Selain itu pihaknya juga menjual jumputan menggunakan pewarna alam yang harganya sekitar Rp.400 ribu.
“Pewarnanya dari daun dan kayu khusus. Kami juga menerima permintaan motif dari pelanggan,” katanya.
Ketika pandemi datang, ia mengaku kondisi penjualan sangat susah. Pihaknya sempat tutup lama dan hanya menerima penjualan secara online.
“Untuk inovasi, saya ubah kain jadi kaos oblong jumputan, di-posting online di Instagram. Saya jual satu set dengan masker, waktu itu banyak yang berminat,” jelasnya.
Sekarang, pihaknya berusaha bangkit dengan fokus menyasar instansi untuk menggunakan seragam dari kain jumputan. Pasalnya, kini sudah ada beberapa instansi seperti Pemkot Yogyakarta yang menggunakan seragam jumputan pada hari tertentu.
“Kami juga berjualan di Tokopedia dan Shopee,” imbuh dia. (den)