SLEMAN, BERNAS.ID – Kembang 6 Rupa adalah seri film dokumenter pendek tentang 6 remaja perempuan yang tengah galau menghadapi masa depan di kampung halamannya. Film ini diputar oleh Lembaga Pers Mahasiswa UNY Ekspresi di Student Center UNY, Sabtu (14/5/2023) siang.
Kembang 6 Rupa diproduksi oleh Yayasan Kampung Halaman, berkolaborasi dengan 6 sutradara dan 6 remaja perempuan di Indramayu, Sumedang, Kuningan, Sleman, Sumbawa dan Wamena. Film yang diproduksi tahun 2014 ini mengisahkan perjuangan para perempuan muda menghadapi berbagai tantangan hidup.
Salah satu yang paling menarik dari keenam film tersebut berjudul “Karatagan Ciremai”. Dikisahkan, Anih Kurniasih (15 tahun) dari Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat adalah penganut agama leluhurnya Sunda Wiwitan.
Namun karena negara hanya mengaku enam agama resmi, Anih dan keluarganya senantiasa mengalami diskriminasi. Sejak lahir, ia hanya tercatat sebagai anak angkat dari kedua orangtua kandungnya. Pasalnya, pernikahan orangtuanya menurut agama Sunda Wiwitan dinggap tidak sah. Akibatnya, Anih dan adik-adiknya juga kesulitan untuk mendapatkan KTP, dan mendapat diskriminasi oleh guru di sekolah.
Baca juga: Ini 8 Agama Asli Indonesia Yang Tak Pernah Diakui Pemerintah
Film menarik lainnya berjudul “Agnes, Pewaris Budaya Dunia?” Tokoh utamanya adalah Agnes Asso (17 tahun), remaja perempuan dari Wamena, Papua. Kehamilan dan kelahiran putrinya membuat sekolah Agnes terhenti di kelas 1 SMA. Agnes mengandalkan keterampilannya menganyam dan menjual noken untuk mencari nafkah sehari-hari.
Ada juga film “Bintang di Pelupuk Mata (Tak Tampak)” yang menampilkan Pipit Fitriani (16 tahun) dari Desa Cibeureum Wetan, Sumedang. Ia mendapat stigma sebagai “cabe-cabean” oleh orang-orang di kampungnya. Stigma itu membuat prestasi Pipit tidak diakui. Padahal Pipit adalah murid dan atlet berprestasi Cita-citanya tak muluk, hanya ingin menjadi guru olahraga atau guru matematika. Tapi jalan penuh rintang sepertinya terus menghadang, bahkan pihak sekolahnya enggan mendukung cita-cita Pipit.
“Sebetulnya itu film riset, film riset di Yayasan Kampung Halaman. Di lokasi film kami tidak hanya membuat film, tetapi juga bekerja untuk pemberdayaan remaja,” ujar Dian Herdiany selalu produser Kembang 6 Rupa dalam diskusi usai pemutaran film.
Prof Farida Hanin, Guru Besar Sosiologi UNY yang hadir dalam diskusi menjelaskan, secara umum, film ini menjelaskan gambaran kemiskinan struktural dalam masyarakat Indonesia. Terlebih di film “Haruskah ke Negeri Lain?”, yang menampilkan Maesarah (17) yang berniat menjadi TKW di Malaysia, serta film “Miang Meng Jakarta (Aku ingin ke Jakarta)” yang menampilkan Ika (16 tahun) dari Desa Amis, Indramayu, yang sangat ingin bekerja di sebuah spa di Jakarta, namun dilarang orang tuanya.
“Saya melihat jeli, ini memang adalah riset yang mengangkat fenomena kemiskinan,” kata dia. (den)