Digelar di Ibukota, JIBB 2023 Bakal Lebih Menasional
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Jogja International Batik Biennale (JIBB) yang digelar setiap dua tahun sekali merupakan bentuk pertanggungjawaban Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah ditetapkan menjadi Kota Batik Dunia. Tahun ini, mengangkat tema “Borderless Batik”, JIBB akan digelar di Sarinah, Jakarta pada 23 Juni 2023 mendatang.
“Kita selalu melakukan inovasi untuk JIBB. Tahun ini lebih menasional dengan adanya launching di Jakarta dengan mengundang tokoh nasional dan interasional,” ungkap Ketua Panitia JIBB 2023 Gatot Saptadi, Rabu (21/6/2023).
Ia menjelaskan, digelarnya kegiatan di Jakarta ini diharapkan bisa menjadi ajang promosi wajah Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia dan daur hidup batik. Rangkaian acara untuk mengisi gelaran JIBB 2023 antara lain adalah pertunjukan tari dan seminar.
“Jogja memang sudah ditetapkan menjadi kota batik dunia, tapi ini dievaluasi tiap dua tahun, jadi JIBB harus terus digelar. Nanti akan ada tiga atau empat menteri dan beberapa duta besar yang kami undang dalam acara,” kata mantan Sekda DIY ini.
Baca juga: 10 Motif Batik Jogja Yang Wajib Kamu Ketahui
Sebelumnya, Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam X mengaku menyambut baik rangkaian kegiatan JIBB serta menyampaikan apresiasi kepada panitia yang telah bekerja untuk mewujudkan even ini.
Namun, ia juga berharap JIBB juga memberikan dampak nyata kepada masyarakat. Salah satu caranya adalah mengajak dialog dengan komunitas batik yang ada di Yogyakarta. Mengenai apa yang sesungguhnya mereka butuhkan, sehingga bisa membuat agenda yang sesuai.
“Memang betul JIBB dibuat dalam rangka ekspos (Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia) tapi kamaslahatan sosialnya apa? Bagaimana dengan sekian ini (dana) ada dampak yang langsung,” tutur Paku Alam.
Ia menjelaskan betapa pentingnya menjaga penerus pengrajin batik. Karena pengrajin batik merupakan pondasi yang penting. Meskipun sudah dikenal dunia, tapi jika pengrajinnya semakin berkurang maka hasilnya juga tidak akan optimal. Kegiatan promosi yang dilakukan tidak seimbang dengan produksi.
Baca juga: Jogja Tak Hanya Keraton Dan Batik
Selain itu Paku Alam juga berharap bisa dibentuk sentra-sentra produksi batik sesuai dengan proses pembuatannya. Misalnya ada sentra untuk proses membuat pola, memberi malam hingga pewarnaan.
“Lebih baik sesuatu yang kecil tapi kongrit. Ada kemaslahatan untuk masyarakat. Cobalah dialog dengan pembatik atau kelompok-kelompok batik. Batik adalah proses yang panjang, mulai dari pola, malam kemudian mewarna. Ayolah bersama, tidak bisa sendirian, membuat progres. Tidak hanya menjadi rutinitas belaka, ada yang baru,” katanya. (den)