YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Kawasan Padukuhan Saban, Desa Karangwuni, Kecamatan Rongkop, Gunungkidul merupakan sentra produksi makanan tradisional jenang ketan. Di sana terdapat UMKM Jenang Barokah yang kini diminati banyak orang.
Usaha jenang di kawasan tersebut baru mulai berkembang sejak tahun 2011. Salah satu penggeraknya Suswaningsih menuturkan, bahan yang digunakan untuk membuat jenang ketan cukup sederhana, yaitu beras ketan, beras padi, kelapa, dan juga gula Jawa.
“Awalnya, kami ibu-ibu rumah tangga satu lingkungan itu punya keinginan untuk mengelola hasil pertanian,” kata Suswaningsih ketika hadir sebagai salah satu UMKM di Bazaar UMKM BRI di Kantor BRI Yogyakarta akhir pekan lalu.
Langkah tersebut, menurut dia, adalah buah dari keinginan para ibu rumah tangga di kampung setempat yang ingin lebih berdaya dan mendapatkan penghasilan secara mandiri.
Sebab, mayoritas ibu-ibu di lingkungan kampung Saban adalah petani dengan penghasilan yang tidak stabil.
“Dengan motivasi agar perempuan di kampung kami bisa mendapatkan pendapatan sendiri, kami memutuskan untuk membuat usaha secara berkelompok,” kata dia.
Baca Juga: Kenalilah Oleh-Oleh Khas Malang Yang Patut Anda Coba
Jauh sebelum menjadi UMKM yang merambah berbagai daerah seperti sekarang, awalnya jenang ketan Barokah hanya dipasarkan melalui pasar-pasar tradisional di Gunungkidul. Jenang ketan jadi pilihan mereka karena dianggap sebagai salah satu kuliner khas dari dusun tersebut yang sangat disukai oleh masyarakat, baik lokal maupun dari luar daerah Gunungkidul.
“Kelompok kami memiliki 20 anggota yang bertugas mulai dari membuat jenang hingga pemasaran,” papar Suswaningsih.
Pada tahun, Kelompok Industri Rumah Tangga Jenang Barokah mendapat dukungan pengembangan usaha dan modal dari BRI. Dengan dukungan dari BRI tersebut, Suswaningsih mengaku, kelompok usahanya sangat terbantu.
“Terutama untuk modal pengembangan usaha melalui KUR BRI,” imbuh dia.
Baca juga: 7 Jajanan Enak Dan Unik Terbuat Dari Pisang
Kelompok usaha yang baru mulai berkembang itu terpaksa harus ditutup karena hantaman pandemi COVID-19. Sama sekali tidak ada aktivitas produksi dan pemasaran.
“Itu masa yang sangat sulit, selain saat kami pertama kali memulai usaha bersama. Karena, saat itu, saya akui, membangun kepercayaan konsumen sangat sulit,” tuturnya.
Walau demikian, Suswaningsih mengaku, berkat kerja keras, Kelompok Industri Rumah Tangga Jenang Barokah seiring waktu bisa kembali bangkit dan kini bisa berkembang lebih besar dari sebelumnya.
“Keunggulan kami, produk jenang Barokah tidak sama dengan kebanyakan jenang lainnya karena mengutamakan bahan yang benar-benar berkualitas,” kata dia.
Ia mengungkapkan, produk jenang ketan produksi Kelompok Industri Rumah Tangga Jenang Barokah merupakan hasil dari bimbingan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
“Kami mendapatkan bimbingan dari peneliti LIPI dari tahun 2015 untuk memproduksi jenang dengan kualitas terbaik,” kata dia.
Saat ini, Kelompok Industri Rumah Tangga Jenang Barokah juga sudah menjalin mitra dari luar daerah seperti Pacitan untuk memasok bahan dasar jenang seperti kelapa dan lain sebagainya.
Dalam sehari, industri rumah tangga Jenang Barokah mampu menghasilkan rata-rata 73 kg jenang. Bahkan, saat ramai pesanan, dalam satu hari mereka bisa memproduksi 300 kg jenang yang membutuhkan setidaknya 80 butir kelapa.
Peningkatan jam kerja biasanya dilakukan ketika ada pesanan khusus atau saat pesanan sedang tinggi. Proses produksi dalam satu wajan besar membutuhkan waktu rata-rata 5-8 jam dan dilakukan oleh 3 tenaga kerja secara bergantian.
Dengan skala produksi tersebut, Kelompok Industri Rumah Tangga Jenang Barokah bisa mendapatkan omzet mencapai Rp150 juta dalam satu tahun.
Suswaningsih menuturkan, seiring dengan pesatnya industri makanan, sering kali tuntutan memaksa pengolahan yang cepat dengan mengandalkan mesin-mesin modern dan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Namun hal itu tidak terjadi pada Kelompok Industri Rumah Tangga Jenang Barokah di Padukuhan Saban itu.
Alasannya karena, selain menjaga kualitas, pembuatan jenang dengan alat tradisional dan pengapian kayu bakar juga menjaga kondisi ekonomi keluarga di lingkungan Saban.
“Tetap jaga kualitas. Harus sabar dan terus istiqomah dan jangan anggap remeh pesanan meskipun sedikit,” tandasnya. (den)