YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DIY menyatakan keberatan atas penghentian/skorsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pemilihan Umum 2024 di Tingkat Kecamatan oleh KPU di wilayah DIY.
Ketua DPW PKS DIY Agus Mas’udi, mengatakan, penghentian /skorsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara oleh Komisi Pemilihan Umum tidak didasarkan atas alasan hukum yang memadai.
“Evaluasi proses dan perbaikan sarana prasarana Sistem IT SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi), tidak dapat dijadikan alasan penghentian atau korsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara di semua tingkat, termasuk tingkat kecamatan,” katanya, Senin 19 Februari 2024.
Apalagi, menurut dia, Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024 dan Petunjuk Teknis Nomor 219/2024 tidak mengatur mengenai penghentian/ skorsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara dengan alasan tidak berfungsi/ bermasalah/ cacatnya SIREKAP.
Ia mengatakan, berdasarkan Pasal 1 Angka 56 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2023 mengatur bahwa SIREKAP hanyalah sarana publikasi hasil penghitungan suara dan alat bantu pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Baca juga: Gelar Media Gathering, KPU DIY Sampaikan Kesiapan Penyelenggaraan Pemilu 2024
“Dengan kata lain, SIREKAP bukanlah sumber yang sah secara hukum terkait hasil penghitungan suara. Sehingga, tidak ada urgensi penghentian atau skorsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara di semua tingkat, termasuk tingkat kecamatan,” tegasnya.
Menurut dia, KPU tidak secara aktif berkomunikasi dengan baik dan terbuka kepada kami selaku peserta Pemilihan Umum mengenai dasar pertimbangan penghentian/skorsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara tingkat kecamatan.
Pihaknya mengaku tidak diberikan pemahaman pasti mengenai kondisi apa yang mendasari penghentian/skorsing ini, termasuk jika benar bahwa KPU RI memberikan arahan kepada KPU DIY dan KPU di Kabupaten/Kota arahannya kapan diberikan dan bagaimana bentuk arahan tersebut.
Baca juga: KPU DIY Buka Lowongan 83.524 Anggota KPPS, Simak Persyaratannya
“Dengan terjadinya penghentian/skorsing ini maka konsistensi komunikasi publik KPU layak untuk kami pertanyakan,” kata dia.
Penghentian/skorsing Rapat Pleno Rekapitulasi Suara tingkat kecamatan menurutnya dapat berpotensi memberi ruang untuk kecurangan dalam bentuk perubahan/penambahan/pengurangan/penghilangan data-data hasil Pemilihan Umum yang telah direkap di tingkat Kecamatan sebelum penghentian/skorsing dilaksanakan.
Pihaknya menuntut KPU agar KPU menjamin agar hasil rekapitulasi di tingkat PPK yang telah selesai dilakukan tidak ada perubahan/penambahan/pengurangan/penghilangan data-data hasil Pemilihan Umum yang telah direkap di tingkat Kecamatan sebelum penghentian/skorsing dilaksanakan.
Pihaknya juga meminta KPU memperbaiki pola komunikasi dengan Peserta Pemilihan Umum.
“Dalam hal para saksi kami sebagai Peserta Pemilu menyatakan keberatan atau reaksi negatif terhadap proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, kami meminta agar para saksi kami diberi jaminan perlindungan hukum dan keamanan, diberikan hak-haknya untuk menyampaikan permintaan atau aspirasi kepada PPK, tidak diintimidasi, tidak dijadikan objek perundungan, dan kepada mereka tidak dilakukan hal-hal yang negatif lainnya,” ujar dia.
Jikalau data C-HASIL di tingkat TPS/KPPS menjadi satu-satunya sumber yang sah untuk menguji keabsahan hasil Pemilihan Umum 2024, maka menurut dia Rapat Pleno Rekapitulasi Suara tingkat kecamatan harus dimulai dari awal lagi/dilakukan restart sehingga dapat dilakukan uji bersama secara terbuka dan transparan dan diperbandingkan kembali hasilnya dengan C-HASIL di TPS/KPPS.
Atau alternatifnya adalah disediakan mekanisme bagi Saksi Peserta Pemilu untuk melakukan pemeriksaan/pengecekan/pencocokan terhadap data-data SIREKAP dengan C-HASIL yang dipegang oleh Peserta Pemilu.
“Sebelum dimulainya kembali Rapat Pleno Rekapitulasi Suara tingkat kecamatan,” tandasnya. (den)