Hierofani, Sajikan Perjalanan Yang Memukau dan Penuh Misteri
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Novel Hierofani, Arca Air Batu karya Kris Budiman, telah dirilis pada tanggal 24 Januari 2024 lalu. Novel ini dianggap mampu membuka perspektif pembacanya menuju perjalanan fiksi yang memukau dan penuh misteri.
Dengan 252 halaman yang sarat dengan kilas maju mundur dan intrik, buku ini memadukan elemen-elemen sejarah dan misteri dengan sempurna, menciptakan kisah yang tak terlupakan. Kris Budiman mengaku, buku ini ditulisnya ketika dirinya tergila-gila dengan dunia spiritualitas dan mistisisme.
“Ketika lagi demen-demennya psikologi transpersonal,” kata Kris dalam acara bedah buku Hierofani yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa 19 Maret 2024.
“Novel perjalanan ini ada teka-tekinya yang bisa dijawab kalau cermat,” ungkap Kris.
Peneliti Ida Fitri Astuti yang menjadi pembedah di acara ini mengatakan, beberapa tahun silam memang sering berkunjung ke beberapa situs bersejarah di Tanah Air bersama Kris Budiman dan Komunitas Bol Brutu, seperti ke Lasem, Trowulan, dan Gunung Penanggulangan. Meski fiksi, namun beberapa bagian novel menurutnya berdasarkan kisah nyata.
Di halaman 111 buku misalnya, Ida menuturkan ada satu bagian yang menggambarkan satu figur, yang ketika naik Gunung Penanggungan kecapaian dan mau pingsan karena baru pertama kali naik gunung. Figur itu menurutnya adalah dirinya sendiri.
“Saya hampir pingsan, dan itu saya tulis di buku [komunitas] Bol Brutu dan di-parafrase di sini [Hierofani],” ujarnya.
Baca juga: Ratusan Orang Semarakkan Saka Yoga Festival di Candi Prambanan
Buku Hierofani menurutnya adalah sebuah buku yang interaktif, karena mampu membuatnya merespons secara intens. Ia mencontohkan, di paragraf terakhir, disajikan teka-teki bagi pembacanya. Dan itu memaksanya membolak-balik lagi halaman-halaman buku sebelumnya untuk mencari jawabannya.
Baca juga: Hubungan Indonesia-Tiongkok Sudah Terjalin Lama Karena Ini
Sosiolog Bambang Kusumo Prihandono yang menjadi pembicara lain di acara ini menjelaskan, setelah membaca buku ini, ia merasa Hierofani baru mengungkap bagian kecil dari pengetahuan kultural-historis yang dimiliki Kris Budiman. Buku ini menurutnya adalah saripati dari pengamatan dan pengalaman yang luar biasa dari penulisnya.
“[Saya] membaca Hierofani ini sebagai sebuah teks novel etnografis,” katanya.
Dari novel ini, lalu ia berefleksi bahwa ada ruang-ruang spiritual yang disucikan di setiap kota di Tanah Air, namun kini semakin terpinggirkan. Dan itu bisa di telisik dari berbagai hal, termasuk arca, air, maupun batu, yang bisa dijumpai di manapun di Indonesia.
“Ini saya pikir yang menarik,” kata dia. (den)