SLEMAN, BERNAS.ID- Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Prof Al Makin mengajak para wisudawan/wisudawati untuk mengikuti perkembangan kecerdasan buatan (Artisifisial Intelegens-AI). Ia pun mengajak untuk memahami tentang AI melalui buku yang berjudul “The Age of AI, And Our Human Future”.
Dalam buku tersebut, menurut Prof Al Makin, AI bisa diartikan kecerdasan buatan, kecerdasan bikinan, atau kecerdasan bukan sebenarnya. ”Itu yang sekarang masih ramai dibicarakan. Kecerdasan bukan manusia, tetapi manusia yang membuat kecerdasan itu,” tutur Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta saat mewisuda 1.077 orang wisudawan/wisudawati di Gedung Prof Amin Abdullah, kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Selasa (14/5).
Baca Juga Kepala Dispertaru DIY Jadi Tersangka Kasus Tanah Kas Desa
“Mesin dan bikinan manusia inilah yang membuat takut kita semua. Penulisnya, Henry A Kissinger (politisi dan tokoh Amerika Serikat, mantan sekretaris negara), dengan Eric Schmidts dan Daniel Huttenlocher. Henry Kissinger adalah pria kelahiran Jerman tetapi menjadi warga Amerika dengan karir politik yang sukses,” tutur Prof Al Makin.
Lanjut tambahnya, buku tersebut terbit tahun 2021-2022. Saat itu, ketika Covid-19, semua mahasiswa, dosen, dan warga dunia sedang getol-getolnya menggunakan fasilitas online berupa zoom, google meet, dan whats up. ”Semua naik daun. Kita semua harus belajar tentang teknologi dan pertemuan-pertemuan daring. Siapa yang menggunakan kalkulator di hp menghitung hutang dan keuangan, siapa yang menggunakan komputer, siapa yang search di Google, siapa yang menggunakan informasi dari Youtube, dari Tiktok, dari Instagram, dari website CNN, Kompas.com. Ini semua menunjukkan penggunaan artisifial intelengens. Sejauh mana kita sadar informasi dari mesin, bukan dari mulut manusia,” urai Prof Al Makin.
“Dalam buku The Age of AI, And Our Human Future antara lain disebutkan, Inspired by such science fiction scenes, popular conceptions of AI often involve machines that develop a seeming self-awareness, inevitably leading them to misunderstand, decline to obey, or eventually rise up against their human creators (p. 93). Karena terlalu banyak melihat film fiksi, fiksi tentang sains, maka kita khawatir ada AI yang seperti mesin yang bisa mempunyai kesadaran, yang bisa tidak taat manusia, dan akhirnya memberontak manusia, yang menciptakan AI itu sendiri. Kekhawatiran bahwa AI menjadi merdeka, seperti manusia, dan akhirnya mandiri dan melawan manusia,” ujarnya.
Untuk itu, Prof Al Makin mengajak untuk tidak khawatir karena manusia sudah berkali-kali mengalami revolusi dan mengubah masyarakat manusia itu sendiri. Manusia dalam sejarahnya sudah mengalami perubahan-perubahan yang melahirkan dan menghancurkan peradaban manusia.
Dua ribu tahun lalu, manusia mengalami revolusi, yaitu agama yang menyatukan manusia. Agama yang melampui etnis, kerajaan, pulau, dan benua. Agama monotheis, satu Tuhan, menjadi penyatu manusia dunia. Selanjutnya empat ratus tahun lalu, adalah kebangkitan Eropa berupa berfikir Cartesian, Descartes, yaitu Cogito Ergo Sum.
”Saya berfikir maka saya ada. Manusia ditandai dengan berfikir dan bertanya secara kritis. Hasilnya, era itu ditandai dengan penemuan ilmiah, pendirian pabrik, berubahnya masyarakat dari cocok tanam, dan lokal, menjadi masyarakat industri dan global. Sebenarnya AI sudah lama hadir dalam kehidupan manusia dalam berbagai bentuk. Dalam perangkat, komputer sudah lama digunakan sejak tahun 1960-an. Tahun 1980-an sudah beredar. Pelan-pelan. Google, Siri, Google Map, Gojek, Go Good, Grab, dan mesin-mesin lain,” ucap Prof Al Makin.
Dikatakannya, sensor dan x-ray sudah juga digunakan dalam berbagai bidang seperti kedokteran, astronomi, dan banyak sains. Tukar informasi begitu cepat, lebih cepat dari kesadaran manusia. Seperti status WA, Facebook, dan Instagram. “Kemampuan AI yang dahsyat adalah menghitung, seperti kalkulator, atau excel, tetapi jauh lebih cepat dan massif datanya. Data-data bisa diintegrasikan dalam AI. Memprediksi, baik masa singkat atau masa depan dengan cepat dan akurat. Dan yang jelas adalah memutuskan, lebih tepat dari segi data dari manusia,” katanya.
“Kita masukkan data, atau data sudah ada, AI bisa memprediksi, seperti dalam Kesehatan kita, iklim, gerakan kita, atau apa yang akan kita lakukan berdasarkan data. Chat GPT, sejenis AI yang bisa menyusun kalimat, membuat paper, mengerjakan tugas lebih cepat dan lebih baik,” imbuh Prof Al Makin.
Hal inilah yang menjadi isu dan persoalan berbagai AI bisa menggantikan dosen, mahasiswa, bahkan pemimpin organisasi, negara, atau perusahaan dalam memutuskan. Namun, menurut Prof Al Makin semua itu tidak perlu dikhawatirkan sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S. Ali Imron-139. Menurutnya, AI dan semua teknologi tidak bisa berfikir, tidak bisa berimaginasi, tidak bisa berjalan sendiri, dan tidak bisa mandiri dan tidak merdeka.
“Manusialah yang mengoperasikan dan manusialah yang mengatur. Manusia berfikir, manusia berimaginasi, dan manusia yang mengatur. Dan tugas manusia adalah berfikir, mengatur, dan membuat AI bermanfaat. Manusia yang bisa membedakan buruk dan baik, hanya manusia yang bisa merasa berdosa, memaafkan, menyesal, dan berjanji akan memperbaiki diri,” kata Prof Al Makin.
Prof Al Makin juga menyebut manusialah yang bisa optimis, sedih, dan gembira, sedangkan AI tidak. AI adalah alat manusia, memudahkan urusan manusia, dan membantu kerja lebih cepat. Untuk itu, gunakan AI sebaik baiknya untuk kesejahteraan umat manusia dan kelestarian alam semesta. (jat)