SLEMAN, BERNAS.ID- Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK)/Universitas Gadjah Mada (UGM) memandang kesejahteraan pangan dan status kesehatan sebagai dimensi yang saling terkait, yang berperan penting membentuk kesehatan masyarakat secara global.
Dalam upaya memperkuat pemahaman dan solusi terhadap tantangan ini, FK-KMK UGM bersama dengan Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Fakultas Peternakan di UGM menggelar Summer Course 2024 on Interprofessional Healthcare bertajuk “Nourishing Futures: Exploring the Intersection of Food Security and Health Status”.
Peserta summer course 2024 berasal dari delapan negara berbeda, termasuk Amerika Serikat,/Belanda, Republik Ceko, Turki, China, Thailand, Malaysia, Indonesia yang dilaksanakan di FK-KMK UGM. Kegiatan diawali dengan perkuliahan selama tiga hari dan dilanjutkan dengan/kegiatan praktikum di lingkungan UGM dan kunjungan lapangan di Desa Wisata Samberembe, Erista Garden, dan PIAT UGM.
Ketua Panitia Summer Course FK-KMK UGM, Tony Arjuna, S.Gz., M.Nut.Diet., Ph.D., AN., APD. mengatakan pentingnya kesejahteraan pangan dan status kesehatan masyarakat secara global. “Makin sembarangan maka keluarnya semakin jelek. Kalau yang konsumsi yang baik kualitasnya maka akan lebih baik, lebih sehat ekspresinya itu basic yang mereka pelajari di Summer Course 2024,” katanya di Grha Wiyata FK-KMK UGM, Rabu (19/6).
Para peserta Summer Course 2024 menurut Tony Arjuna juga mempelajari bahwa makanan dapat dimodifikasi untuk mengatasi mal nutrisi. Harapannya, peserta akan mengetahui bagaimana mengatasi permasalahan mal nutrisi yang ada di Indonesia. “Kelebihan berat badan, stunting hingga yang mikronutrien yang pemerintah hingga saat ini belum bisa mengatasinya. Karena yang diketahui untuk mengatasinya cenderung dengan sumplementasi,” tuturnya.
Tony mengatakan peserta Summer Course 2024 dari berbagai disiplin ilmu mulai dari pertanian, gizi pertanian hingga kesehatan. Menurutnya saat ini penting untuk mengetahui bahwa pengaruh aspek sosio sangat besar di tengah masyarakat.
“Stunting misalnya di Jogja, bukan karena makananya tidak ada, mereka ada makanannya ada tapi secara pilihan mereka tidak mampu kebanyakan literasi belum dapat. Akhirnya makan yang chiki chiki agar yang penting anak tidak nangis,” ucap Tony.
Ia menjelaskan kearifan lokal penting untuk mengisi bahan tambahan pangan. Menurutnya mahasiswa harus mengetahui pentingnya aspek sosio ini untuk mengatasi masalah pangan.“Agar nanti pilihan makanan yang baik seperti apa,” katanya.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mencatat bahwa pada tahun 2019, sekitar 690 juta orang di seluruh dunia menderita kelaparan, menunjukkan tantangan yang masih besar dalam mencapai keamanan pangan global. Kurang gizi, sebagai bagian dari masalah ketidakamanan pangan, menyumbang pada beban penyakit yang signifikan. Hubungan antara keamanan pangan dan status kesehatan meliputi tidak hanya penyediaan kalori, tetapi juga kualitas dan keragaman diet.
Ketua Tim Internasionalisasi FK-KMK UGM, Prof. dr. Gunadi, Ph.D., Sp.BA., Subsp.DA(K). mengatakan pihaknya menggeser jadwal acara summer course 2024 di bulan Juni ini yang seahrusnya di bulan Januari lalu. Ia mengatakan terkait dengan peran ketahanan pangan yang menjadi agenda Summer Course 2024 ini.
“Sebagai informasi UGM dapat hibah dari pemerintah Dikti Rp200 milyar setiap perguruan tinggi ada UGM, UI, ITB, IPB. menariknya di UGM dibagi dua, salah satunya satu foods security,” kata Prof Gunadi.
Ia mengatakan keterbatasan akses terhadap makanan yang beragam dan bergizi dapat menghasilkan berbagai bentuk kekurangan gizi, termasuk kelebihan konsumsi nutrisi tertentu. Masalah kekurangan mikronutrien, sering kali terkait dengan kekurangan variasi dalam diet, menjadi isu kesehatan global yang signifikan.
“Mal nutrisi ini kita anggep yang kurang nutrisi padahal yang kelebihan nutrisi juga mal nutrisi. Di Indonesia ada triple mal nutrisi, stunting, kedua overweight obesity, mal nutrisi defisiensi mikronutrien,” ujar Prof Gunadi.
Lanjut tambahnya, mengatasi tantangan di persimpangan keamanan pangan dan status kesehatan membutuhkan pendekatan lintas disiplin yang komprehensif, yang tidak hanya fokus pada ketersediaan makanan tetapi juga pada kualitas gizi dan pendidikan kesehatan. “Ada banyak peran untuk mengatasi mal nutrisi, tidak semata-mata pemerintah,” ucap Prof. Gunadi.
Keterbatasan akses terhadap makanan yang beragam dan bergizi dapat menghasilkan berbagai bentuk kekurangan gizi, termasuk kelebihan konsumsi nutrisi tertentu. Masalah kekurangan mikronutrien, seringkali terkait dengan kekurangan variasi dalam diet, menjadi isu kesehatan global yang signifikan. Sebagai contoh, anemia akibat kekurangan zat besi memengaruhi lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia, yang berkontribusi pada peningkatan angka kesakitan dan kematian, terutama di kalangan wanita dan anak-anak. Sebaliknya, peningkatan kasus penyakit tidak menular yang terkait dengan pola makan, seperti obesitas dan diabetes, menyoroti kompleksitas hubungan antara makanan dan kesehatan yang melibatkan banyak dimensi. (jat)