Berita Nasional Terpercaya

Perjuangan Penulis Kisah “Itik Buruk Rupa”: Semakin Ditolak, Semakin Kuat

0

HarianBernas.com – Si itik yang buruk rupa? Bukankah seseorang yang disebut raja pasti memiliki wajah yang rupawan? Bila dia memiliki wajah yang buruk rupa, bagaimana ia bisa dekat dengan anak-anak dan mampu menciptakan cerita dan bercerita? Bukankah hal itu hanya akan menakuti anak-anak saja?

Baca juga: 18 Jenis Konjungsi, Pengertian, dan Contoh Kalimat Terlengkap

Hans Christian Andersen adalah ahli dongeng anak-anak yang terkenal di dunia. Hans Christian Andersen lahir di Denmark tanggal 2 April tahun 1805. Dengan latar belakangnya yang sederhana ia banyak menjumpai hambatan dalam mengejar impiannya. Ayah Andersen bekerja sebagai tukang sepatu rendahan,  ia sering diejek teman-temannya sebagai anak tukang sepatu dan anak miskin.

Oleh karena itu ia sering tidak punya teman karena teman-temannya menjauhinya. Andersen sering mengusir kesepiannya dengan membaca buku. Saat Andersen berusia 15 tahun, ia berangkat ke kota Copenhagen untuk mengadu nasib. Ia memiliki impian menjadi aktor besar di kota. Andersen kemudian mengikuti berbagai macam audisi peran. Namun ia selalu mengalami penolakan.

Ada yang mengatakan aktingnya jelek, ada juga yang mengatakan ia tidak berbakat di dunia seni peran dan ada pula yang mengatakan tampangnya jelek sehingga tak pantas menjadi aktor. Ia bahkan mendapat julukan si itik yang buruk rupa. Suatu hari ia diterima di Royal Theater untuk dijadikan sebagai penyanyi. Namun karirnya sebagai penyanyi tidak bertahan lama, karena ketika musim dingin tiba Andersen, menderita flu berat yang membuat suaranya rusak sehingga ia tidak diizinkan menyanyi lagi.

Baca juga: Teks Deskriptif: Definisi, Struktur Umum, Jenis dan Contohnya

Andersen tidak memiliki pekerjaan lagi, ia kehabisan uang. Namun, ia tidak menyerah, ia mengajukan diri dari teater satu ke teater lainnya dan menerima peran apapun agar mendapat uang. Akhirnya Andersen diterima di suatu teater dan mendapatkan peran sebagai pohon. Andersen pun dijadikan bahan tertawaan oleh temannya. Andersen kemudian menawarkan diri untuk mengisi acara di pertemuan kelas atas walau ia hanya diberi upah sedikit. Di acara tersebut Andersen membawakan karya-karyanya yang ia tulis sewaktu luang. Andersen kemudian mencoba menawarkan tulisannya ke Royal Teater yaitu pusat teater masa itu.

Namun karyanya ditolak mentah-mentah bahkan Andersen juga dihina katanya ia kurang pengetahuan, kurang pengalaman, tidak berbakat menulis dan sebagainya. Karena kesulitan hidup ia sempat ingin mengakhiri hidupnya. Namun ia selalu teringat dengan kata-kata ayahnya. Ia mencoba sekali lagi untuk membawa karya yang sudah ia perbaiki ke Royal Teater. Jonas Colin yang menjadi manajer di Royal Teater akhirnya terkesan dengan tulisan Andersen.

Menurut Jonas Collin, tulisan Andersen memang belum cukup baik untuk dipentaskan namun usaha Andersen sangat membuahkan kemajuan, jika Andersen bersekolah tentu ia akan melahirkan karya yang besar. Dari situlah akhirnya Jonas Collin mengusahakan Andersen untuk berkuliah di Copenhagen University. Selama kuliah Andersen mempelajari literatur klasik dengan tekun. Hal ini membuat ia memiliki pengetahuan yang lebih tentang teknik tulis menulis. Andersen kemudian menulis sebuah buku.

Baca juga: 51 Jenis Font Keren untuk Desain dan Menulis Buku 2021

Buku tersebut kemudian ia tawarkan ke percetakan namun banyak yang menolak. Ada yang beralasan tidak menerbitkan karya pemula, ada juga yang beralasan Andersen tidak terkenal, jadi siapa yang akan mau beli bukunya.  Andersen tetap bersih kukuh dengan bukunya. Akhirnya ia menemukan percetakan yang bersedia menerbitkan bukunya. Saat buku Andersen diterbitkan ternyata banyak orang yang menyukainya. Andersen pun menjadi seseorang yang terkenal. Kemudian Andersen membuat karya lain yang akhirnya berhasil di pentaskan dengan bantuan Joan Collin. Pertunjukannya akhirnya berhasil .

Banyak orang bertepuk tangan ketika pentas itu selesai. Andersen begitu senang, akhirnya usahanya menemukan titik terang. Andersen terus mengasah pengetahuannya agar terus bisa menghasilkan karya-karya yang lebih besar. Andersen kemudian berkelana ke beberapa negara untuk memperluas cakrawalanya serta memberinya banyak inspirasi. Ketika ia berusia 30 tahun, ia mulai menulis dongeng anak-anak. Ia kemudian menerbitkan kompilasinya yang pertama.

Buku dongengnya sangat digemari anak-anak. Ketika ia bertemu anak-anak, mereka selalu menagih Andersen untuk langsung membacakan cerita yang ditulisnya. Anak-anak itu begitu bahagia mendengar Andersen bercerita. Hal ini membuat Andersen puas dengan karyanya, mengingat masa kecilnya dahulu sangatlah kesepian. Kini Andersen dan karya-karyanya melegenda. Karya-karyanya masih dapat kita temui hingga saat ini dan masih menghiasi dunia anak-anak, bahkan masih menjadi cerita pengantar tidur.

Anderson menunjukkan bahwa sang itik yang buruk rupa mampu berubah menjadi angsa. Kegagalan demi kegagalan yang ia alami tak lantas membuatnya menyerah. Ketika ia mengalami kesuksesan pun tidak lantas membuatnya lupa diri, ia malah semakin ingin belajar dan terus mendalami pengetahuannya.

Baca juga: Cara Membuat Teks Persuasif Sesuai Jenis dan Strukturnya

Leave A Reply

Your email address will not be published.